Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tentara Koalisi Gempur Libya dengan Selubung Humanisme
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 25-03-2011 | 16:31 WIB
107265_pesawat-jet-tempur-tornado-inggris-yang-dikirim-ke-libya-.JPG Honda-Batam

Dua pesawat Tornado milik Inggris nampak siap mengamankan zona larangan terbang bagi pesawat-pesawat Libya sesuai dengan resolusi DK PBB. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Serangan tentara koalisi menyerang Libya dengan mandat resolusi DK PBB dan juga selubung humanisme, semata-mata adalah strategi negara-negara kapitalis-neoliberalis untuk untuk mengeruk keuntungan dari krisis ini dan juga sebagai cara untuk menguasai minyak Libya.

Serangan pasukan koalisi terhadap Libya jelas akan memicu kenaikan harga minyak pada level tertinggi. Kenaikan harga minyak tersebut akan memicu inflasi global dan berkontribusi pada pemiskinan terhadap sebagian besar rakyat di dunia ketiga. Namun yang diuntungkan sangat besar dari situasi ini adalah para spekulan dan korporasi minyak.

Demikian disampaikan Komite Pusat Perhimpunan Rakyat pekerja (KP-PRP) kepada batamtoday melalui rilisnya Jumat 25 maret 2011 yang ditandatangani Ketua Nasional Anwar Ma'ruf dan Sekretaris Jenderal Rendro Prayogo.

Perlakuan “istimewa” pasukan koalisi atas Libya, menurut KP-PRP, karena jika alasanya kemanusiaan, maka hal yang sama juga terjadi di Tunisia, Mesir, Bahrain, yaman dan negara-negara kawasan Timur Tengah lainya.

"Alasan kemanusiaan yang disajikan Koalisi adalah omong kosong," tandas Anwar Ma'ruf.

Sejak munculnya Resolusi DK PBB terhadap Libya (Resolusi 1973), dengan mengatasnamakan kemanusiaan, negara-negara yang tergabung dalam koalisi sangat gencar melakukan serangan secara langsung ke pusat-pusat militer dan pemerintahan Libya. Salah satu isi resolusi DK PBB tersebut antara lain, “Meminta negara-negara anggota PBB untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi penduduk sipil dan mereka yang tinggal di wilayah yang terancam, yakni yang berada di wilayah Arab Libya Jamahiriya, termasuk Benghazi.”

"Isi resolusi DK PBB inilah yang akhirnya diterjemahkan oleh negara-negara koalisi, seperti Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris, untuk berinisiatif melakukan serangan-serangan massif ke pusat-pusat militer dan pemerintahan Libya," tegas Anwar.

Tidak main-main memang, biaya yang dikeluarkan negara-negara koalisi untuk menyerang Libya. Pada hari pertama Operasi Odyssey Dawn, AS telah menghabiskan lebih dari US$ 100 juta hanya untuk misil. Hingga hari ketiga, biaya perang dikeluarkan diperkirakan melonjak beberapa kali lipat.

Pada hari pertama operasi, AS telah meluncurkan 112 rudal jarak jauh Tomahawk senilai US$ 112 juta – US$ 168 juta. Operasi pasukan koalisi ini diprediksi dapat menelan biaya lebih dari US$ 1 miliar, jika operasi tersebut berlangsung lebih dari dua bulan lamanya. Sebagai perbandingan, biaya perang di Afganistan ditaksir mencapai lebih dari US$ 9 miliar per bulan. Akibat penyerangan dengan alasan “kemanusiaan” tersebut, hanya dalam waktu singkat puluhan warga sipil tewas dan lebih dari 150 orang terluka, termasuk anak-anak.

Lybia, meskipun hanya negara kecil, namun 90% tanahnya bukan gurun, dan  memiliki 3,5% dari cadangan minyak dunia atau sekitar 46,6 miliar barel. Cadangan minyak Libya ternyata dua kali lebih besar dibanding cadangan minyak AS.

Libya, yang merupakan eksportir minyak terbesar ke-12 dunia ini, memang merupakan negara yang sangat menggiurkan dan harus ditundukkan bagi negara-negara kapitalis. Sebelum gejolak perlawanan rakyat dan penyerangan pasukan negara koalisi, Libya mampu memproduksi minyaknya mencapai 1,6 juta barel per hari dan 85% diantaranya diekspor ke Eropa.

Eksploitasi rasa kemanusiaan yang menyelubungi motif ekonomi-politik imperialis, menurut Anwar, telah berlangsung sejak era perang dingin hingga saat ini. Irak dan Afganistan yang telah mengalami “jebakan humanisme” ala negara-negara imperialis tersebut, akhirnya menjadi porak poranda dan konfliknya berlanjut hingga saat ini.

Namun konflik tersebut tentunya tidak penting bagi negara-negara imperialis tersebut, selama pengerukan sumber daya alam dari negara-negara yang telah mendapatkan “jebakan humanisme” tersebut dapat berjalan dengan lancar. Pada akhirnya, Irak dan Afganistan memang dapat dijadikan “negara boneka” negara imperialis tersebut untuk mendukung kepentingan-kepentingan mereka.

Dukungan terhadap intervensi kemanusiaan oleh negara-negara imperialis ini,
secara jujur memang sangat besar dari masyarakat dunia, termasuk di
Indonesia. Bahkan rezim neoliberal di Indonesia tidak pernah mengecam
penyerangan pasukan koalisi yang telah menyebabkan tewasnya puluhan rakyat
Libya. Rezim neoliberal di Indonesia bahkan menyatakan dukungannya terhadap
Resolusi 1973, yang menjadi dasar penyerangan pasukan koalisi, karena akan
memberi celah penyelesaian masalah lebih baik dan menentukan masa depan
Libya. Hal ini menunjukan, bahwa rezim neoliberal pimpinan SBY sangat
mendukung apa yang dilakukan oleh negara-negara imperialis terhadap rakyat
Libya.

Sorotan media yang dimiliki oleh para kapitalis sedikit banyak juga mempengaruhi cara pandang masyarakat dunia akan konflik yang terjadi di Libya. Media-media tersebut memang secara sengaja dan terus menerus menutupi motif dari kepentingan ekonomi politik negara-negara imperialis. Hampir setiap hari, tayangan penderitaan dari rakyat yang beroposisi terhadap Khadafi dimunculkan oleh media-media tersebut. Sudah dapat diduga, opini publik dunia pun akhirnya mendukung sepenuhnya “jebakan humanisme”
negara-negara imperialis.

Menyikapi situasi ini, Anwar Ma'ruf dan rendro Prayogo menyatakan bahwa Persatuan Rakyat pekerja menyatakan:

Mengutuk keras serangan pasukan negara koalisi ke Libya yang menyebabkan tewasnya ratusan rakyat Lybia.

“Jebakan humanisme” yang dilancarkan oleh negara-negara imperialis selama ini pada kenyataannya hanya akan menyengsarakan rakyat. Maka dari dari kita harus waspada terhadap jebakan humanisme yang diusung oleh para imperialis.
   
Bangun kekuatan politik alternatif dari seluruh gerakan perlawanan rakyat untuk melawan segala penindasan yang terjadi di dunia akibat sistem Neoliberalisme
 
Kapitalisme-Neoliberalisme telah gagal mensejahterakan rakyat, dan hanya dengan SOSIALISME lah maka rakyat akan sejahtera.