Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dokter Konsumen
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 02-05-2025 | 08:24 WIB
AR-BTD-5472-Dahlan-Iskan.jpg Honda-Batam
Dahlan Iskan saat mengunjungi Bali International Hospital di Sanur, Bali. (Foto: Tomy Gutomo-Harian Disway)

Oleh Dahlan Iskan

HARI terus berganti tanggal. Pekerjaan begitu menumpuk. Lima rumah sakit vertikal sudah jadi. Semuanya kelas triliun rupiah.

Sempatkah Menkes Budi Gunadi Sadikin membangun 'isi' dan sistemnya? Di lima rumah sakit itu sekaligus? Membangun 'isi' sejak dari nol? Berapa lama?

Menkes seorang sarjana nuklir yang ahli keuangan. Ia tahu apa itu ICOR. Ia tahu: kalau rumah sakit itu tidak segera 'produktif' maka ratio ICOR-nya buruk. Negara ini terlalu banyak investasi yang menghasilkan ICOR yang buruk.

Kalau sampai satu tahun lagi produktivitas rumah sakit triliun itu belum baik citra Menkes akan jatuh. Ia akan dapat peneguhan bahwa bukan dokter tidak tahu bagaimana membangun rumah sakit. Apalagi kalau alat-alat canggih di dalamnya jarang dipakai.

Saya sudah meninjau RS Vertikal yang di Sanur, Bali. Sudah 100 persen jadi. Benar-benar hebat. Fisiknya. Bangunannya. Arsitekturnya. Interiornya. Peralatannya. Yang belum ada di Jakarta pun ada di sana. Lingkungannya indah. Pohon-pohon tua nan rindang dipertahankan.

Setidaknya yang di Bali ini harus sudah beres akhir tahun ini. Apa mungkin? Lalu yang di Surabaya. Berikutnya yang di Makassar.

Saya belum bisa membayangkan bagaimana 'mengisi' rumah sakit yang sama megahnya yang di Kupang, NTT. Juga yang di Jayapura, Papua.

Semua itu pekerjaan besar yang tidak kelihatan di mata: harus membangun manusia, membangun sistem, membangun team work, membangun budaya manajemen. Terakhir: membangun kepercayaan.

Saya hanya punya konsumen satu: perusuh Disway. Menkes punya dua jenis konsumen. Eksternal dan internal. Dua-duanya harus dibuat untuk menjadi konsumen yang loyal.

Para ahli marketing sudah berubah pikiran. 'Konsumen adalah raja' hanya bisa dicapai bila konsumen internal juga puas atas perlakuan leader.

Banyak leader berambisi memuaskan konsumen di luar sana seraya melupakan bahwa internal adalah konsumen juga.

Sulitnya, konsumen internal seorang menkes sangatlah khusus. Bukan seperti umumnya karyawan bank atau pabrik. Konsumen internal menkes lebih banyak dokter dan tenaga medis.

Tidak mudah 'menundukkan' jenis konsumen seperti dokter. Dokter adalah profesi. Bukan pekerjaan biasa. Orang yang berprofesi adalah orang yang sangat independen. Orang yang berprofesi adalah orang yang dalam jiwanya dibentuk sikap otonom: mau melakukan atau tidak mau melakukan.

Secara internal Menkes harus berurusan dengan jenis manusia seperti itu. Mereka adalah konsumen --konsumen internal. Harus dipuaskan juga.

Kadang saya pun sulit membedakan mana jiwa otonom, independen, dan arogan. Sepertinya tiga hal itu menyatu dalam sebuah jiwa profesi.

Profesi lebih taat pada kode etik dibanding ke undang-undang. Menteri lebih taat pada UU --tidak terikat pada kode etik. Ketaatan dokter pada kode etik sudah melekat sebagai tanda ia/dia berprofesi.

Sampai hari ini menkes masih punya agenda besar bagaimana memperlakukan konsumen internalnya. Terakhir muncul tantangan dari kolegium dokter anak. Konflik tidak kunjung reda. Kini logo dokter anak ditambahi pita hitam. Viral dengan luasnya.

Konflik harus berakhir. Rasanya harus ada jalan tengah. Saya tahu menkes orang yang sangat pintar, pandai, dan cerdas. Rasanya itu baru cukup untuk modal menjadi seorang menteri biasa. Untuk menteri kesehatan masih harus ditambah satu lagi: ia harus hebat!

Budi Gunadi Sadikin bisa jadi orang hebat -kalau ia bisa menundukkan dokter tapi juga tunduk pada prinsip-prinsip profesi dokter.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia