Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Naikan Gaji Kepala Daerah, Presiden Bangkrutkan Daerah
Oleh : si
Jum'at | 22-02-2013 | 14:39 WIB
Yunan Farhan (2).jpg Honda-Batam

Sekretaris Jenderal Fitra Yunan Farhan

JAKARTA, batamtoday - Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan gaji kepala daerah dari gubernur, bupati dan walikota bisa membangkrutkan keuangan daerah.

 
Karena itu, Presiden diharapkan membatalkan rencananya dan menolak permintaan Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia  (APKASI) yang disampaikan pada Rakernasnya ke-9 di Jakarta beberapa waktu lalu.

"Atas rencana tersebut, Seknas FITRA bersama 15 anggota FITRA di daerah menyatakan menolak atas rencana kenaikan gaji kepala daerah tersebut," kata Yunan Fitra, Sekretaris Jenderal FITRA di Jakarta, Jumat (22/2/2013).

Menurut Yunan, salah kaprah jika mengatakan gaji kepala daerah minim dan kecil. Publik, lanjutnya, hanya mengetahui gaji pokok dan tunjangan saja yang diterima gubernur sebesar Rp 8,4 juta, bupati/walikota sebesar Rp 5,8 juta.  

Padahal, sebenarnya kepala daerah juga memperoleh insentif dari pemungutan Pajak dan Retribusi daerah minimal yang besarnya minimal 6 kali gaji+tunjangan dan maksimal 10 kali gaji+tunjangan, tergantung dari Pajak dan Retribusi Daerah bersangkutan, sebagaimana diatur dalam PP 69 tahun 2010.

Untuk daerah miskin yang miskin pajak dan retribusi daerahnya saja menimal seorang seorang gubernur mendapatkan penghasilan bulanan Rp 58,8 juta, sedangkan bupati/walikota sebesar Rp 41,1 juta. 

"Untuk Provinsi Jawa Tengah saja, merilis gaji gubernurnya sebesar Rp 79,1 juta, serta gaji gubernur Jawa Timur sebesar Rp 79,8 juta," katanya.

Penghasilan itu, lanjutnya, belum termasukbiaya penunjang operasional yang besarnya juga tergantung PAD. Biaya penunjang operasional ini ada yang bersifat lumpsum dan dikelola oleh Bendahara. Untuk DKI Jakarta misalnya, biaya penunjang operasional yang diberikan setiap triwulannya sebesar Rp 4,4 milyar, dimana gubernur Rp 2,4 milyar,  dan wakil gubernur Rp1 milyar,serta dana yang dikelola Bendahara Rp 900 juta. 

"Artinya, pernyataan Presiden gaji kepala daerah tidak layak jika dibandingkan dengan tanggung jawab dan kinerjanya adalah tidak benar," katanya.

Fitra menilai kenaikan gaji kepala daerah ini juga akan langsung diikuti kenaikan Gaji 15.000 anggota DPRD se Indonesia.

"Sebab, para meter penghasilan DPRD menggunakan dasar perhitungan gaji pokok Kepala Daerah. Sesuai dengan PP 37/2006 dan perubahannya PP 21/2007, berbagai jenis pengahasilan DPRD mengacu besarnya gaji pokok kepala daerah, seperti uang representasi sebesar 100% gaji pokok kepala daerah, tunjangan jabatan 145% uang representasi dan tunjangan-tunjangan lainnya," papar Yunan.

Karena itu rencana kenaikan gaji kepala daerah yang juga diikuti kenaikan penghasilan DPRD, berdasarkan analisa FITRA akan membangkrutkan daerah. Belanja daerah, lanjutnya, akan tersandera birokrasi karena 70 persen anggarannya akan dihabiskan untuk belanja pegawai seperti pada 2012 lalu.  

"Jadi jelas akan kembali menguras anggaran daerah untuk kepentingan elit dan birokrasi yang akan menyebabkan daerah tersebut bangkrut karena tidak mampu melakukan pelayanan publik sesuai tujuan otonomi daerah. Padahal sebelumnya Pemerintah melakukan moratorium penerimaan PNS karena besarnya belanja daerah untuk birokrasi, jelas-jelas ini menunjukan ketidakkonsistenan Pemerintahan SBY," kata Yuna Farhan.  

Editor : Surya