Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penanganan Dugaan Korupsi Rp3,8 pada Proyek Jembatan Sei Carang

Kasi Intelijen dan Kajari Tanjungpinang Terkesan 'Kucing-kucingan'
Oleh : Charles
Jum'at | 22-02-2013 | 11:32 WIB
kejari-tanjungpinang-1.jpg Honda-Batam
Gedung Kejaksaan Negeri Tanjungpinang.

TANJUNGPINANG, batamtoday - Terkait tindak lanjut pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) dan penyelidikan dugaan korupsi Rp 3,8 miliar pada proyek Jembatan Terusan Sei Carang, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang Saidul Rasli SH dan Kepala Seksi Intelijen, Siswanto SH, terkesan 'kucing-kucingan'.


Kesan 'kucing-kucingan' itu terlihat dari tidak singkronnya pernyataan keduanya terkait pulbaket dan penyelidikan kasus tersebut, saat dikonformasi wartawan di gedung Kejaksaan Tinggi Kepri, Kamis (21/2/2013).

Kajari Tanjungpinang Saidul Rasli SH, kepada wartawan mengaku, kalau dirinya belum menerima laporan dan hasil pulbaket dalam penyelidikan yang dilakukan anak buahnya di seksi inteliljen.

"Belum tahu, saya belum terima laporannya," ujar Saidul Rasli. Namun sebaliknya, Kasi Intel Kejari Tanjungpinang Siswanto SH mengaku kalau dirinya telah melaporkan hasil pulbaket dan penyelidikan dugaan korupsi Rp 3,8 miliar pada proyek pebangunan Jembatan Terusan Sei Carang tersebut.

"Ah, siapa bilang.... Saya sudah laporkan ke Kajari," ujar Siswanto saat ditemui wartawan di gedung Kejati Kepri, Kamis (21/2/2013). Namun, Siswantoi mengaku, kalau perkara yang diselidikinya dengan memanggil sejumlah saksi hingga saat ini belum dilakukan ekspos atau pemaparan perkara.

Sejumlah LSM Pertanyakan Kinerja Kejari Tanjungpinang
Penanganan kasus dugaan korusi pada proyek pebangunan Jembatan Terusan Sei Carang ini, telah menjadi sorotan sejumlah LSM penggiat anti korupsi di Tanjungpinang dan Kepulauan Riau. Para penggiat anti korupsi ini mempertanyakan kinerja Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, Siswanto, dalam pengusutan berbagai kasus korupsi. Bahkan, sejumlah tokoh LSM ini meragukan kredibilitas Siswanto dalam pemberantasan korupsi di Tanjungpinang.

Apalagi, setelah Kasi Intel Kejari Tanjungpinang ini menyatakan memaklumi tindakan PT Astaka Karya yang telah 'mengemplang' dana milik Pemko Tanjungpinang sebesar Rp 3,8 miliar yang merupakan kelebihan pembayaran tahap pertama proyek pembangunan Jembatan Sei Terusan Tanjungpinang.

Meski unsur melawan hukum sudah terpenuhi, namun Kasi Intel Kejari Tanjungpinang ini masih memilih memberikan tenggang waktu 50 hari kepada PT Astaka Karya untuk mengembalikan dana tersebut melalui PT Jasa Raharja.

Salah satu LSM yang menyoroti keras kinerja Kejari Tanjungpinang dalam penanganan kasus korupsi adalah LSM Investigation Corruption Transparant Independent (ICTI).

"Komentar dan statemen Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Tanjungpinang yang mengatakan memaklumi dan memberikan waktu 50 hari pada pihak Jasa Raharja untuk melunasi utang PT Astaka Karya kepada Pemko Tanjungpinang jelas sangat kontradiktif dan menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat," ujar Kuncus, Ketua LSM ICTI Tanjungpinang, Jumat (15/2/2013). 

"Apa tidak membingungkan, jaksa mengakui jika unsur melawan hukum dalam perkara ini sudah jelas terpenuhi dari hasil penyelidikan. Kan jadi aneh jika dana yang digemplang PT Astaka Karya hingga menimbulkan kerugian negara dimaklumi pihak kejaksaan. Ini benar-benar sangat aneh dan menjadi pertanyaan besar. Posisi jaksa dalam hal ini di mana, apakah sebagai pembela koruptor atau penegak hukum," ungkap Kuncus lagi.

Hal yang sama juga disuarakan Ketua LSM Getuk, Yusri Sabri. Bahkan, ia menilai proyek Jembatan Terusan dengan nilai kontrak awal Rp 29 miliar merupakan konspirasi dan bagi-bagi dana, mulai dari okum di pemerintahan kota, DPRD higga kontraktor.

"Jadi mekanisme penyelidikan dan penyidiak yang dilakukan kejaksaan saat ini bagian dari kondpirasi Kontraktor dengan oknum-oknum tertentu. Dan saya tidak yakin pihak kejaksaan akan berani memproses kasus ini," ujar Yusri Sabri.

Sebelumnya, Kasi Intelijen Kejari Tanjungpinang, Siswanto, mengatakan, dari pemeriksaan yang sudah dilakukan pada sejumlah pihak dalam dugaan korupsi Jembatan Terusan, pihaknya sudah menemukan unsur melawan hukum. Namun sesuai dengan penjaminan yang diberikan asuransi Jasa Raharja pada PT Astaka Karya, pihaknya masih memberikan toleransi tenggang waktu 50 hari agar pihak PT Astaka Karya melalui PT Jasa Raharja dapat membayarakan dan mengembalikan Rp 3,8 miliar uang yang digemplang PT Astaka Karya.

"Unsur melawan hukumnya memang sudah kita temukan, tetapi dengan adanya pengurusan asuransi yang belum siap dilakukan PT Jasa Raharja, maka kita berikan tenggang waktu selama 50 hari untuk menyelesaikannya," ujar Siswanto, belum lama ini.

Siswanto juga mengatakan, dari pemeriksaan terhadap pimpinan PT Jasa Raharja juga mengakui kalau Rp 3,8 miliar utang PT Astaka Karya menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi jaminan asuransi itu. Dan bahkan Rp 1,3 lebih dana jaminan perusahaan, sebelumnya sudah disetorkan pihak Jasa Raharja ke Rekening Pemerintah Kota Tanjungpinang.

Dengan adanya jaminan penyetoran dana ini, tambah Siswanto, pihaknya menyimpulkan tidak ada lagi nilai kerugiaan negara atas dugaan korupsi Rp 3,8 kelebihan pembayaran 20 persen progres proyek Jembatan Sei Terusan Tanjungpinang pada 2010 itu.

GMPI Lapor ke KPK
Dugaan korupsi pada proyek multiyears pembangunan Jembatan Terusan di Senggarang ini juga telah masuk ke gedung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah dilaporkan Koordinator Wilayah (Korwil) Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI) Provinsi Kepri.

Laporan itu sendiri diserahkan langsung oleh Korwil GMPI Kepri, Joni Sandra, kepada Harismoyo Retnoadi dari Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Kedeputian Pencegahan KPK pada Rabu (28/11/2012) lalu, seusai pelaksanaan seminar pencegahan korupsi di aula Kantor Gubernur Kepri.

Harismoyo Retnoadi yang menerima laporan Korwil GMPI Kepri, berjanji akan menyampaikan laporan tersebut ke bagian pelaporan di Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK di Jakarta. "Laporan ini saya terima, dan akan saya sampaikan ke bagian pelaporan di KPK," ujar Harismoyo Retnoadi.

Dalam laporannya, Korwil GMPI Kepri Joni Sandra mengatakan, telah terjadi dugaan korupsi dalam pelaksanaan proyek multiyears (tahun jamak) yang dilaksanakan selama 3 tahun oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang dengan alokasi dana Rp 169 miliar.  

"Yang kami laporkan ini satu dari 6 proyek multiyears yang diduga dikorupsi, pembangunan Jembatan Terusan di Senggarang dengan total dana pembangunan Rp 34 miliar tahap pertama tahun 2010 lalu. Dimana progres pelaksanaan belum mencapai 100 persen, namun Pemko Tanjungpinang telah membayarkan dana seratus persen atau Rp 34 mliar lebih," papar Joni.

Setelah tahap pertama pelaksanaan pembangunan tidak selesai, Joni melanjutkan, secara tiba-tiba kontraktor pelaksana, PT Astaka, menyatakan pailit, namun tidak mengembalikan sisa dana dari progres pekerjaan tahap pertama sekitar Rp 3,8 miliar, sebab pengerjaan proyek baru hanya 0,5 persen.

Padahal sebelumnya, saat membayarkan pekerjaan tahap pertama, PPTK yang diduga kongkalikong dengan konsultan pengawas dan kontraktor, sehingga Rp 6,8 miliar atau 20 persen dari total pagu dana pembangunan Jembatan Terusan, sudah dibayarkan namun tidak sesuai dengan progres pelaksanaan di lapangan.

"Hal ini sesuai dengan audit investigasi yang dilakukan BPKP, yang menyatakan kalau proyek tersebut hanya siap 0,5 persen, hingga ada kelebihan dana pembayaran pada pelaksanaan tahap pertama di 2010," ungkapnya.

Selanjutnya, pada 2011 pelaksanan pengerjaan tidak dapat dilaksanakan, dan terpaksa ditunda pada 2012. Parahnya, dalam pelaksanaan tahap ke-3 tahun 2012, dengan pagu dana yang tersisa, Dinas PU Kota Tanjungpinang kembali melakukan tender tanpa terlebih dahulu membuat manajeman konstruksi baru pasca pelaksanaan pekerjaan yang terbengkalai pada tahap pertama.

"Dalam pelaksanan tahap ketiga, telah terjadi perobahan design Jembatan Sungai Terusan, yang dilakukan sepihak oleh PU Tanjungpinang. Dan hal ini tidak dibarengi dengan perobahan Perda Nomor 5 serta penghitungan kembali alokasi anggaran, sehingga terindikasi menguntungkan pihak lain," ungkap Joni lagi.

Dalam laporannya, Korwil GMPI Kepri juga menyertakan lampiran rekapitulasi alokasi anggaran proyek multiyears Jembatan Terusan dari APBD Kota Tanjungpinang 2010 hingga 2012, serta Perda Tanjungpinang Nomor 5 sebagai dasar pelaksanaan mega proyek tersebut.

Dalam kesempatan itu, Korwil GMPI Kepri Joni Sandra juga meminta agar KPK dapat melakukan penyelidikan dan pendalaman terhadap dugaan korupsi proyek multiyears yang dilaporkan.

Editor: Dodo