Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

2012 Jadi Tahun Kekerasan Struktural Terhadap Jurnalis
Oleh : dd
Sabtu | 12-01-2013 | 23:29 WIB
eko-maryadi.gif Honda-Batam
Eko Maryadi, Ketua Umum AJI Indonesia.

BATAM, batamtoday - Tahun 2012 menjadi tahun kekerasan struktural terhadap jurnalis. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sepanjang tahun tersebut terjadi 56 kasus kekerasan yang menimpa kalangan pekerja pers.

"Menariknya, 8 kasus kekerasan tersebut dilakukan oleh aparat TNI, 7 kasus oleh polisi dan 5 kasus oleh aparat pemerintah. Jadi kami menyebut tahun 2012 kemarin merupakan tahun kekerasan struktural yang dilakukan pejabat struktural pemerintahan," kata Eko Maryadi, Ketua Umum AJI Indonesia, Sabtu (12/1/2013) di Batam.

Banyaknya kekerasan terhadap jurnalis oleh pejabat struktural, baik sipil maupun militer ini, dinilai Eko sebagai akibat dari rendahnya pemahaman mereka terhadap tugas dan fungsi jurnalis.

Sebagian besar pelaku kekerasan masih menduga bahwa jurnalis masih bisa 'diatur' oleh pemerintah.

"Inilah paradigma Orde Baru yang masih tertanam di kalangan struktural pemerintahan," ujarnya.

Eko meminta kepada polisi agar menindak tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Menurutnya, ada laporan ataupun tidak, polisi harus merespon hal tersebut.

Meski demikian, polisi juga dipandang sebagai salah intitusi pemerintah yang melakukan pembiaran apabila ada kekerasan terhadap jurnalis terjadi.

"Di level tertentu instansi Polri seperti tak terima sehingga mereka melakukan pembiaran karena ketidaksukaan dan ketidakpuasan terhadap kalangan pers," kata Eko.

Eko menduga pembiaran itu merujuk pada satu peristiwa yakni konflik antara Polri dan KPK, dimana para jurnalis berpihak kepada lembaga antirasuah tersebut.

Sementara itu, dari berbagai kasus kekerasan di sepanjang 2012, Eko mengatakan ada beberapa diantaranya yang sudah dibawa ke ranah hukum.

Seperti empat anggota Marinir yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis di Padang, Sumatera Barat, sudah diajukan ke Mahkamah Militer. Kemudian anggota TNI AU yang menganiaya jurnalis di Pekanbaru juga sudah diproses secara hukum.

AJI juga meminta UU nomor 40 tahun 1999 agar digunakan sebagai konsideran untuk menjerat pelaku kekerasan terhadap jurnalis.

"Kami sudah minta agar UU Pers tersebut diterapkan dalam proses hukum tersebut, termasuk dalam kasus terakhir yang menimpa salah seorang jurnalis di Ambon setelah dianiaya oleh anggota Kodam Pattimura pada malam tahun baru lalu," kata Eko.

Salah satu pasal diterapkan yakni pasal 18 ayat 1 yakni  Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kinerja pers dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Namun ironisnya, tak satupun pelaku kekerasan dari kalangan polisi yang bisa dihadapkan ke pengadilan.

"Belum ada satupun anggota Polri yang diadili, kemudian dipenjara dengan mendasarkan kepada kasus kekerasan terhadap jurnalis," kata dia.

Salah satu kasus kekerasan terhadap jurnalis juga pernah terjadi di Batam. Wartawan Batam TV, Bagong Sastranegara dirampas kameranya oleh oknum tentara saat meliput kendaraan yang mengantri BBM di SPBU Simpang Tobing, Senin (28/5/2012) lalu.