Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cuma Gara-gara Beda Warna Pil, Pasien Bisa Malas Minum Obat
Oleh : dd/dth
Kamis | 03-01-2013 | 16:43 WIB

BATAM, batamtoday - Obat banyak ragamnya, entah itu kegunaan, bentuk hingga warnanya. Untuk obat bermerek, warna pilnya saja sudah bermacam-macam, belum termasuk obat generiknya karena terkadang mereka juga memiliki warna yang berbeda, tergantung perusahaan yang memproduksinya.

Uniknya, sebuah studi mengungkapkan bahwa perbedaan warna ini dapat mempengaruhi keputusan pasien untuk berkenan mengonsumsi obat itu atau tidak.

Tim peneliti dari Brigham and Women's Hospital di Boston, AS menemukan terdapat lebih dari 50 persen pasien yang berhenti mengonsumsi obat-obatan generik jika warna pilnya berbeda dengan obat bermerek 'sepupunya'. Padahal 70 persen peresepan di AS didominasi oleh obat-obatan generik.

"Perubahan penampilan fisik pil bisa jadi menyebabkan kebingungan pada sejumlah pasien. Seperti halnya ketika berbicara dengan pasien-pasien saya, isu semacam ini seringkali muncul. Mereka tak memahami mengapa warna pil mereka terlihat berbeda," ungkap peneliti Dr. Aaron Kesselheim, seorang asisten profesor ilmu kedokteran di Harvard Medical School.

Masalahnya menurut New England Healthcare, kelalaian untuk mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan atau perilaku yang dikenal dengan ketidakpatuhan (non-adherence) ini mengakibatkan munculnya biaya penanganan komplikasi kesehatan tambahan hingga mencapai 290 milyar dollar pertahunnya. Para pakar juga memperkirakan sepertiga hingga setengah kegagalan pengobatan di AS dapat dikaitkan dengan ketidakpatuhan konsumsi obat oleh pasien sehingga mengakibatkan 183 juta kunjungan dokter tambahan setiap tahunnya.

Peneliti memperoleh kesimpulan ini setelah mengamati database peresepan nasional untuk pasien Blue Cross/Blue Shield di penjuru AS. Namun peneliti memfokuskan pengamatan pada kelompok obat-obatan yang digunakan untuk mengobati epilepsi dan kejang karena lalai minum obat sehari saja bisa berbahaya.

Dari situ diketahui terdapat 7 jenis obat antiepilepsi yang beredar di pasaran dengan total 37 warna pil yang berbeda. Warna antara obat bermerek dengan obat generik dalam satu keluarga saja bisa berbeda, apalagi dengan warna obat generik yang fungsinya sama.

Bersamaan dengan itu, peneliti juga mengamati 11.472 pasien yang tidak meminta peresepan ulang hingga lebih dari 10 hari. Lalu peneliti membandingkannya dengan 50.050 pasien yang patuh minum obat dan rajin meminta peresepan ulang obat-obatan generiknya.

Kemudian peneliti melaporkan bahwa pasien yang warna pilnya berubah 27 persen lebih cenderung tidak meminta peresepan ulang dibandingkan pasien yang warna pilnya tidak berubah. Selain itu lebih dari separuh pasien yang didiagnosis dengan epilepsi tidak meminta peresepan ulang jika warna pilnya diubah.

"Warna pil adalah salah satu aspek yang seharusnya diperhatikan oleh para pembuat kebijakan ketika mereka berupaya mencari cara untuk memperbaiki epidemi ketidakpatuhan (non-adherence) ini," kata Kesselheim seperti dilansir dari Livescience, Kamis (3/1/2013).

Hanya saja studi yang dipublikasikan dalam jurnal Archives of Internal Medicine ini dianggap kurang obyektif karena hanya memfokuskan pengamatan pada obat-obatan antiepilepsi saja yang tidak dipergunakan secara luas layaknya obat lainnya. Lagipula peneliti juga tak menentukan apakah perubahan warna obat mempengaruhi kesehatan si pasien sendiri atau tidak.

FDA pun berpendapat bahwa obat bermerek dan obat generik sebenarnya tak perlu serupa karena 'penampakan' pil tak memberikan dampak apapun terhadap fungsi klinisnya.

"Kendati begitu para dokter dan farmasis seharusnya memberitahu pasien bahwa obat generik dan obat bermerek 'sepupunya' bisa saja berbeda warna dan meyakinkan pasien bahwa hal ini takkan mengubah bagaimana cara kerja obat itu di dalam tubuh mereka," pungkasnya.