Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BI-Rate Tetap 6,25 Persen, Perkuat Stabilitas dan Jaga Pertumbuhan dari Dampak Rambatan Global
Oleh : Aldy
Kamis | 18-07-2024 | 14:04 WIB
RGD-BI-Juli.jpg Honda-Batam
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Juli 2024. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Juli 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,50 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00 persen.

"Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5 +/-1 persen pada 2024 dan 2025," ungkap Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/7/2024).

Perry Warjiyo menepatkan, fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek diarahkan untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk modal asing. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.

Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, melalui:

1. Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui: a) Struktur suku bunga di pasar uang Rupiah untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan meningkatkan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik; b) Optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);

2. Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;

3. Penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan;

4. Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (Lampiran); dan

5. Penguatan inovasi dan akseptasi layanan pembayaran digital serta inklusi ekonomi dan keuangan UMKM termasuk literasi dan pelindungan konsumen melalui penyelenggaraan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) x Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024.

"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memitigasi dampak risiko masih tingginya ketidakpastian global. Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) ditempuh melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID)," paparnya.

Lebih lanjut, Perry mengungkapkan, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal juga diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.

Bank Indonesia juga terus memperkuat kerja sama internasional pada area kebanksentralan antara lain melalui konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek perekonomian dunia yang kuat. Ekonomi global pada 2024 diprakirakan tumbuh sebesar 3,2 persen sesuai prakiraan didorong Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik ditopang oleh konsumsi dan stimulus fiskal. Ekonomi Eropa diprakirakan tumbuh lebih tinggi didorong oleh perbaikan ekspor dan investasi.

Sementara itu, ekonomi Tiongkok belum kuat dipengaruhi lemahnya permintaan domestik. Inflasi AS pada bulan Juni 2024 lebih rendah dari prakiraan dipengaruhi oleh inflasi energi dan perumahan yang menurun. Hal ini mendorong prakiraan penurunan suku bunga kebijakan AS (Fed Funds Rate/FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024, di tengah yield US Treasury 10 tahun yang tetap tinggi karena kebutuhan defisit anggaran Pemerintah AS.

Ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi serta ketegangan geopolitik yang belum mereda mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas. "Perkembangan ini berimplikasi pada perlu terusnya penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia," ungkapnya.

Dijelaskannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung oleh permintaan domestik. PDB triwulan II 2024 didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Ekspor barang meningkat didorong kenaikan ekspor produk manufaktur dan pertambangan, terutama logam dan bijih logam, serta besi baja, ke negara mitra dagang utama, seperti India dan Tiongkok. Berdasarkan lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh LU Industri Pengolahan, Konstruksi, serta Perdagangan Besar dan Eceran.

Sementara itu, secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang kuat diprakirakan terjadi di mayoritas wilayah, dengan pertumbuhan tertinggi di Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), dan Kalimantan. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III dan triwulan IV 2024 diprakirakan akan tetap baik, dengan rencana peningkatan stimulus fiskal dari 2,3 persen menjadi 2,7 persen dari PDB serta kinerja ekspor yang meningkat dengan kenaikan permintaan dari mitra dagang utama.

Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergitas antara stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, khususnya dari sisi permintaan.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap sehat dan mendukung ketahanan eksternal. Defisit transaksi berjalan triwulan II 2024 diprakirakan rendah didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang yang tercatat sebesar 8,0 miliar dolar AS. Sementara itu, transaksi modal dan finansial diprakirakan mencatat surplus di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Investasi portofolio pada triwulan II 2024 diprakirakan mencatat net inflows sebesar 4,3 miliar dolar AS dan berlanjut pada awal triwulan III 2024 (hingga 15 Juli 2024) yang mencatat net inflows sebesar 4,4 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar 140,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan tetap baik dengan defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran sebesar 0,1 persen sampai dengan 0,9 persen dari PDB.

Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan aliran masuk modal asing baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

Nilai tukar Rupiah menguat dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia dalam memitigasi dampak rambatan global. Nilai tukar Rupiah pada Juli 2024 (hingga 16 Juli 2024) menguat 1,21 persen dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024. Penguatan nilai tukar Rupiah tersebut dipengaruhi oleh komitmen Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan fundamental perekonomian Indonesia yang kuat. Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah melemah 4,84 persen (ytd) dari level akhir Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Baht Thailand, dan Won Korea masing-masing sebesar 5,14 persen, 5,44 persen, dan 7,03 persen.

"Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan bergerak stabil dalam kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah yang kemudian mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing," sebut Perry.

Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI. Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.

Inflasi menurun dan tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5 +/-1 persen. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2024 tercatat 2,51 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi pada Mei 2024 sebesar 2,84 persen (yoy). Perkembangan ini dipengaruhi oleh rendahnya inflasi inti dan inflasi administered prices (AP) yang masing-masing sebesar 1,90 persen (yoy) dan 1,68 persen (yoy). Inflasi volatile food (VF) turun cukup dalam di sebagian besar wilayah Indonesia sehingga tercatat sebesar 5,96 persen (yoy) dari bulan sebelumnya 8,14 persen (yoy).

Perkembangan positif ini dipengaruhi oleh peningkatan pasokan pangan seiring berlanjutnya musim panen, serta dampak positif dari eratnya sinergi pengendalian inflasi TPIP/TPID melalui GNPIP di berbagai daerah. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi IHK 2024 tetap terkendali dalam sasarannya. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik, imported inflation yang terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah Bank Indonesia, serta dampak positif berkembangnya digitalisasi. Inflasi VF diprakirakan tetap terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi Bank Indonesia dan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan moneter pro-stability dan meningkatkan sinergi kebijakan dengan Pemerintah sehingga inflasi tahun 2024 dan 2025 terkendali dalam sasaran 2,5 +/-1 persen.

Untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market, yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri. Hingga 15 Juli 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp 775,45 triliun, 1,82 miliar dolar AS, dan 267 juta dolar AS.

Penerbitan SRBI telah mendukung aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri, tecermin dari kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp 220,35 triliun (28,42 persen dari total outstanding).

Implementasi Primary Dealer (PD) sejak Mei 2024 juga memperkuat efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter dalam mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah dan pengendalian inflasi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen pro-market baik dari sisi volume maupun daya tarik imbal hasil, dan didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat, untuk mendorong berlanjutnya aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan domestik.

Transmisi kebijakan moneter berjalan makin baik. Suku bunga pasar uang (IndONIA) bergerak di sekitar BI-Rate, yaitu 6,15 persen pada 16 Juli 2024. Suku bunga SRBI untuk tenor 6,9, dan 12 bulan tanggal 12 Juli 2024 tercatat masing-masing pada level 7,30 persen, 7,39 persen, dan 7,43 persen sejalan dengan lebih tingginya yield US Treasury jangka pendek dibandingkan dengan tenor jangka panjang.

Dalam pada itu, imbal hasil SBN tenor 2 dan 10 tahun relatif stabil, per 16 Juli 2024 masing-masing sebesar 6,68 persen dan 6,95 persen, di tengah yield US Treasury dan premi risiko pasar keuangan global yang masih tinggi. Sementara itu, likuiditas perbankan tetap terjaga sejalan dengan tambahan insentif likuiditas kebijakan makroprudensial (KLM), ekspansi operasi moneter, dan aliran masuk portofolio asing, di samping tingginya kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga berdampak pada suku bunga perbankan yang tetap terjaga.

Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Juni 2024 tercatat masing-masing sebesar 4,63 persen dan 9,25 persen, relatif stabil dibandingkan dengan perkembangan bulan sebelumnya.

Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2024 tetap tinggi sebesar 12,36 persen (yoy) didorong oleh kuatnya sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit terjaga didukung oleh pertumbuhan DPK triwulan II 2024 yang kuat sebesar 8,45 persen (yoy), berlanjutnya strategi realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, serta dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh permintaan dari korporasi sejalan dengan kinerja penjualan yang tetap tinggi dan kemampuan bayar yang tetap kuat. Sementara itu, permintaan kredit dari rumah tangga juga terjaga stabil, terutama dari kelas menengah-atas, seiring dengan ekspektasi penghasilan yang terjaga.

Pertumbuhan kredit yang tinggi tersebut terjadi di sebagian besar sektor ekonomi, terutama pada industri, perdagangan, dan pengangkutan. Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi, yang masing-masing tumbuh sebesar 15,09 persen (yoy), 11,68 persen (yoy), dan 10,80 persen (yoy) pada triwulan II 2024.

Pembiayaan syariah tumbuh tinggi sebesar 13,61 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 5,68 persen (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan berada pada batas atas kisaran 10-12 persen.

Ketahanan sistem keuangan terjaga baik. Likuiditas perbankan triwulan II 2024 tetap memadai tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi sebesar 25,36 persen.

Risiko kredit bermasalah perbankan (Non-Performing Loan/NPL) pada Mei 2024 juga rendah, sebesar 2,34 persen (bruto) dan 0,79 persen (neto). Ketahanan sistem keuangan yang kuat ditopang oleh perbankan yang tetap pruden dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan memitigasi risiko kredit, termasuk risiko dari berakhirnya stimulus restrukturisasi kredit untuk penanganan pandemi Covid-19.

Ketahanan tersebut didukung oleh tingginya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan sebesar 26,14 persen dan tingginya rasio Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit terhadap total kredit bermasalah bank. Ketahanan perbankan juga ditopang oleh kemampuan membayar korporasi dan rumah tangga yang tetap kuat, sebagaimana hasil stress test perbankan terkini. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

"Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada triwulan II 2024 tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Dari sisi nilai besar, transaksi BI-RTGS meningkat 13,42 persen (yoy) sehingga mencapai Rp 42.008,08 triliun. Dari sisi ritel, volume transaksi BI-FAST tumbuh positif 67,79 persen (yoy) mencapai 785,95 juta transaksi," terangnya.

Akhirnya Perry Warjiyo menambahkan, transaksi digital banking tercatat 5.363,00 juta transaksi atau tumbuh sebesar 34,49 persen (yoy), sementara transaksi Uang Elektronik (UE) tumbuh 39,24 persen (yoy) mencapai 3.958,53 juta transaksi. Transaksi QRIS tumbuh 226,54 persen (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta. Sementara itu, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/D turun 8,42 persen (yoy) menjadi 1.759,92 juta transaksi.

Transaksi kartu kredit tumbuh 20,92 persen (yoy) mencapai 114,31 juta transaksi. Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 6,61% (yoy) menjadi Rp 1.057,8 triliun.

Stabilitas infrastruktur sistem pembayaran tetap terjaga, ditopang interkoneksi struktur industri yang makin luas. Dari sisi infrastruktur, kelancaran dan keandalan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) terjaga baik, aman, dan andal, didukung kondisi likuiditas dan operasional yang memadai. Dari sisi struktur industri, interkoneksi sistem pembayaran dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) terus meningkat.

"Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) yang memfasilitasi interkoneksi di sistem pembayaran tumbuh positif didorong perluasan kerja sama antar pelaku industri. Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Terpencil)," pungkas Perry Warjiyo.

Editor: Gokli