Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tiga Point Kegagalan besar Menteri BUMN

Copot Mustafa Abubakar Bikin BUMN Bangkrut
Oleh : Tunggul Naibaho
Jum'at | 18-02-2011 | 18:13 WIB
ks-2.jpg Honda-Batam

Kegiatan produksi di PT Krakatau Steel. (Foto: Ist).

Batam, batamtoday - Kepincangan antara belanja operasional (Operasional Expenditure atau Opex) yang lebih besar ketimbang belanja modal (Capital Expenditure atau Capex), serta kasus IPO PT Krakatau Steel dan PT Garuda Indonesia, adalah 3 poin nyata sebagai bukti tidak kredibelnya Mustafa Abubakar memimpin BUMN sebagai korporasi negara, dan sebaiknya yang bersangkutan dicopot saja.

Demikian disampaikan Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN) Bersatu kepada batamtoday Jumat 18 Februari 2011.

"Tiga poin itu menunjukan ketidakmampuan Mustafa Abubakar sebagai seorang menteri BUMN yang tidak punya pengalaman dalam mengelola manajemen korporasi  besar dan akhirnya berakibat fatal pada setiap keputusan keputusan bisnisnya," ujar FSP BUMN Bersatu melalui Sekjen-nya, Mutiasari, SE.

"Wajar saja menteri BUMN sekarang memang tidak mumpuni dan tidak punya kemampuan dalam mengelola korporasi, karena Mustafa Abubakar lama menjadi birokrat di pemerintahan sehingga dalam pemgambilan keputusannyapun lebih pada budaya asal bapak senang saja dan lebih pasif," ujar Mutiasari.

Dalam IPO PT Krakatau steel (PT KS), kata Mutia, sempat menjadi polemik dan menyeret-nyeret sejumlah elit politik dan Partai politik dimana harga saham perdana IPO Krakatuau steel dijual sangat murah.

Selain itu, Mutia juga menyoroti soal kerjasama PT KS dengan perusahaaan baja Korea Selatan, POSCO. Dalam perjanjian tersebut, sangat terlihat Indonesia dirugikan, kalau tidak ingin disebut 'dibodohin'.

Dalam perjanjian joint venture tersebut,  perbandingan kepemilikan saham antar kedua perusahaan dimulai dengan 70% untuk POSCO dan 30% untuk PT KS.

Saham PT KS akan bertambah menjadi 45% satu tahun setelah 'Final Acceptance Certificate' (FAC) dengan cara membeli PT KS akan membeli 15% saham dari POSCO, sehinga kepemilikan saham menjadi  55% : 45%.

Dalam perjanjian ini sangat jelas PT KS dirugikan, karena mendapt saham minoritas, padahal aset tanah dan infrastruktur PT KS lebih besar ketimbang nilai investasi POSCO.

Lalu, soal pertambahan saham sebesar 15% dengan cara membeli saham, tentu saja nantinya POSCO akan menaikan nilai saham sesukanya, sehingga sangat jelas PT KS akan rugi dalam perjannjian itu.

"Itu kan sama saja, POSCO membohongi dan membodohi kita, koq mau-maunya kita menandatangani kerjasama yangs eperti itu," ytanya Mutia dalam nada heran.

Mutia mengatakan, Kapasitas produksi pabrik baja terpadu adalah 6 juta ton per tahun yang dibagi dalam 2 tahap, masing-masing dengan kapasitas 3 juta ton. Konstruksi tahap pertama akan dimulai pada semester kedua tahun ini dan ditargetkan selesai pada Desember 2013. Lahan konstruksi adalah lahan kosong yang terletak di samping pabrik PT KS di kota pelabuhan Cilegon.

Kegagalan IPO Garuda juga merupakan salah satu catatan kegagalan  Menteri BUMN, dimana harga saham perdana Garuda yang sudah mengunakan strategi undervalue di harga Rp 750/lembar pada saat penjualan saham perdana anjlok sampai 580/lembar saham.

"Tentu ini bukti ketidakmampuan Menteri BUMN dalam melakukan koordinasi dan penentuan harga IPO Garuda, dimana timing IPO Garuda tidak tepat, tetapi menteri BUMN tetap ngotot untuk melakukan IPO," terang Mutia.
 
"Ini bukti bahwa Menteri BUMN tidak punya sense of business yang seharusnya merupakan kemampuan dasar bagi seorang menteri BUMN," tandas Mutia.

Hal lain yang disorotia adalah soal timpangnya antara belanja operasional (Operasional Expenditure atau Opex) BUMN yang lebih besar ketimbang belanja modal (Capital Expenditure atau Capex).

"Opex mencapai  Rp1000 triliun, sedangkan capex hanya Rp 29 triliun," ungkap Mutia.

Dengan angka seperti itu, maka BUMN tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan nasional, khususnya terhadap percepatan tumbuhnya sektor riil.

Tingginya Opex BUMN dibandingkan Capexnya juga meyebabkan Sektor BUMN  tidak dapat berperan besar untuk dapat memberikan kontribusinya terhadap peningkatan penggunaan produksi dalam negeri.

"Ini juga bukti ketidakmampuan menteri BUMN melakukan efisensi di BUMN dimana belanja  operasionalnya membengkak 2 kali lipat dibandingakan belanja modalnya," tegas Mutia.

Dari tiga poin kegagalan tersebut, maka sepantasnya SBY mencopot Mustafa Abubakar dan mengantinya dengan sosok menteri BUMN yang lebih punya kemampuan dalam mengelola BUMN, pungkas Mutia.