Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menperin Sebut 8 Hambatan Terbesar Industri Pendukung Migas Nasional
Oleh : Ocep/Dodo
Jum'at | 06-07-2012 | 14:40 WIB

BATAM, batamtoday - Menteri Perindustrian MS Hidayat menyebutkan ada delapan masalah yang mengakibatkan industri pendukung Migas nasional masih sulit berdaya saing global.


Hal itu diungkapkannya dalam Forum Komunikasi Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan Dunia Usaha dan Instansi terkait di Turi Beach Resort, Jumat (6/7/2012).

Pada kesempatan itu, MS Hidayat antara lain mengatakan industri pendukung Migas nasional masih sulit memiliki kemampuan daya saing secara global karena besarnya masalah-masalah yang dihadapi.

Diantaranya struktur penunjang Migas belum cukup dalam sehingga daya saing produk penunjang Migas relatif rendah.

Kemudian sebagian besar bahan baku masih harus diimpor sehingga dalam proses pengadaannya seringkali dikendalikan oleh eksportir bahan baku di luar negeri yang juga merupakan produsen barang yang sama dengan barang yang diproduksi di dalam negeri.

Ketiga, ketersediaan energi masih kurang terutama gas untuk keperluan proses produksi seperti Heat Treatment dan selain itu harga gas juga masih mahal.

Keempat, komitmen penggunaan produksi dalam negeri pada operasi (eksplorasi dan produksi) migas dinilainya belum optimal.

Kelima, kerugian dan ancaman serius pada industri dalam negeri akibat lonjakan impor produksi terjadi antara lain pada industri Casing Tubing, Pipa Salur, dan sebagainya.

Masalah lainnya adalah kebijakan China yang memberikan insentif dan subsidi yang besar kepada pelaku industrinya yang berorientasi ekspor sehingga membuat harga produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor asal China.

Diikuti dengan membanjirnya produk impor di dalam negeri akibat pengalihan pasar ekspor China karena adanya tindakan pengamanan industri oleh negara-negara lain.

Dan terakhir, terjadinya transhipment barang jadi asal China tujuan ekspor yang transit di Batam untuk mendapatkan Certificate of Origin oleh pelaku usaha di Batam sehingga mengganggu kegiatan ekspor bagi industri yang benar-benar melakukan produksi di Indonesia.

"Di samping itu, hal tersebut juga dikhawatirkan akan masuk ke pasar dalam negeri secara ilegal sehingga akan mendistorsi pasar di dalam negeri," sambungnya.