Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meratap, Tapi Bukan Tiarap
Oleh : Opini
Jum\'at | 16-10-2020 | 11:48 WIB
sahat-simanjuntak11.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Tokoh masyarakat Bintan, Sahat Simanjuntak. (Dok)

Oleh: Sahat Simanjuntak

Melihat situasi Kondisi Bangsa dan Tanah Air Indonesia Saat ini, semakin hari semakin tidak terlihat kedamaian. Dunia dilanda wabah Covid-19, Indonesia salah satu negara sebagai penerima dampak signifikan secara global.

Ditambah resesi sehingga muncul masalah baru aksi demontrasi dimana-mana dampak penolakan pengesahan UU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPRD RI.

Bila masanya Rakyat Indonesia merasa kedamaian dan kenyamanan dalam berkehidupan yang layak, berharkat dan bermartabat.

Apabila dulu para pejuang pendiri bangsa kita hanya berpangku tangan saja maka negeri kita belum tentu dapat Merdeka. Negeri kita Indonesia ini bisa merdeka bukan dalam hitungan detik, dan bukan pula diberi dengan harga percuma. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 adalah hasil perjuangan dari seluruh rakyat Indonesia, sejak berabad-abad lamanya, dicapai dengan korban jiwa raga, darah, air mata dan harta benda yang tak ternilai.

Cita-cita luhur Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan rakyat, bangsa negara tercinta ini aman dan damai serta adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan (Preambule) UUD 1945.

Kini Indonesia yang kita cintai ini telah 75 tahun merdeka dan membangun. Cobalah tafakur dan merenung kemudian intropeksi diri.

Sudah terwujud dan menyentuh serta terkait secara langsungkah hakikat dari cita2 luhur Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dimaksud dlm Pembukaan (Preambule) UUD 1945?

"Niat adalah cinta, ikrar adalah semangat, akal adalah tanya," ungkapnya berpuisi.

Bentangkan kebenaran dan kesalahan dengan kebesaran hati. Tampa perlu mencari apalagi menuduh siapa yang salah maupun yang benar. Kebenaran itu adalah ruh dan nafas yang bersih dari benci, dengki, iri, amarah dan khianah.

Bahagia dan kesulitan bukan ukuran. Tapi hasil berarah rasa. Untung dan rugi dari usaha adalah perhitungan manusia yg benar maupun salah hitung. Kita bukan lah manusia yang sempurna. Tapi, manusia yang membutuhkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di hati nurani yang bening, bersih, dan jujur bersemayam Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merakit diri disiplin, yaitu, taat terhadap peraturan-peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara sadar, jujur, ikhlas lahir dan bathin sehingga timbul rasa malu untuk melanggar dan terkena sanksi serta takut terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Negeri kita Indonesia yang kita cintai ini adalah negeri kepulauan yang terletak di tengah-tengah garis khathulistiwa, kaya sumberdaya alam, berlimpah sumberdaya laut, indah dan mempesona alamnya oleh karena itu negeri kita disebut sebagai negeri Zamrud Khatulistiwa.

Negeri kita Indonesia berjejer pulau-pulau yang disatukan oleh lautan mulai dari Sabang hingga Mauroke dan dari Mianggas hingga Rote, disana ada aku, dia yang majemuk, kultural dan prulal telah menjadi kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasar Pancasila, UUD 1945, menjunjung Bhineka Tunggal Ika, dan persemaian terhadap Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Bertanah Air Satu, Tanah Air Indonesia. Berbangsa Satu, Bangsa Indonesia. Berbahasa Satu, Bahasa Indonesia.

Sumpah dan Janji serta Ikrar untuk Setia dan Amanah terhadap amanat rakyat bangsa dan negara yg kita cintai ini telah kita dengungkan untuk mempercepat percepatan pencapaian terwujudnya hakekat cita-cita luhur Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Jangan "pecahkan amanah" mulia yang kita emban tersebut. Rakyat, bangsa dan negara kita Indonesia yang kita cintai ini membutuhkan rasa aman, damai, adil dan makmur materiil serta spiritual sebagaimana cita2 luhur Proklamasi 17 Agustus 1945.

Penulis merupakan Abdi Pemuda Pancasila sejak tahun 1963.