Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mewaspadai Manuver Eks HTI di Tengah Pandemi Corona
Oleh : Opini
Rabu | 26-08-2020 | 14:20 WIB
hti-dibubarkan2.jpg Honda-Batam
Ilusrtasi pembubaran HTI di Indonesia. (Foto: Ist)

Oleh Hananta

MESKI organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah dibubarkan, namun pola dan gerakannya masih sama, bahkan di beberapa aksi unjuk rasa, bendera HTI masih berkibar, sehingga kita patut waspada dan jangan sampai lengah.

Pasca pembubaran HTI, pengikutnya diduga masih menyebarkan pengaruhya ke masyarakat. Pola gerakan manuvernya berupa gerakan-gerakan yang berupaya mencoba-coba menggantikan ideologi pancasila dengan khilafah islamiyah.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ali M Abdillah mengatakan, individu penyebar ideologi khilafah harus ditindak tegas agar ideologi itu tidak tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Menurut Ali, secara kelembagaan ormas HTI memang sudah dibubarkan, namun rupanya pembubaran tersebut tidak menghentikan mereka untuk menyebarkan ideologinya dan melakukan perekrutan anggota secara senyap.

Dirinya mengaku mendapat laporan bahwa aktivis HTI masih mempengaruhi masyarakat, majalah HTI 'Kaffah' juga masih beredar. Bahkan HTI juga sempat membuat manuver saat memperingati tahun baru 1 Muharram 1441 hijriah.

Eks-HTI, menurut Ali, juga terus menyebarkan narasi untuk mempengaruhi dan meraih simpati masyarakat, serta menyerang pihak-pihak yang menentangnya. Misalnya, orang yang mempermasalahkan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid, yang notabene bendera HTI, dituduh anti-Islam.

Ali menilai, meski kepala HTI telah dipenggal, namun kakinya masih kesana kemari. Ia juga merasa miris dengan pergerakan penyebaran ideologi khilafah ini. Meski wadahnya sudah ditutup, gerakan mereka sama sekali tidak berkurang. Pengajian terus bergerak, tiap jamaah wajib merekrut anggota baru.

Pada kesempatan berbeda, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menyatakan bahwa masyarakat Indonesia yang beragama Islam tidak boleh membawa paham khilafah ke dalam kehidupan kebangsaan kita. Sebab hal tersebut melanggar kesepakatan yang ada dalam wujud Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Dirinya juga menekankan bahwa khilafah ditolak di Indonesia karena menyalahi kesepakatan, bukan karena ia tak islami. Oleh karena itu, seorang muslim Indonesia haruslah menjadi Muslim yang nasionalis sekaligus agamis. Kalau ada yang mendikotomikannya, dipastikan dia belum memahami konteks keagamaan dan kebangsaannya.

Sementara itu, (plt) Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr.Phil. Sahiron Syamsudin. Ia mengatakan bahwa di Indonesia, ada kelompok orang yang ingin sekali menendang Pancasila dan menggantinya dengan ideologi yang mereka bawa dari palestina tersebut.

Dirinya menyebut bahwa apa yang dipirkan oleh kelompok pro khilafah islamiyah tidak serta merta menjadi pemahaman yang diikuti oleh para umat Islam di Indonesia, sekalipun kedok yang dibawa mereka adalah label agama Islam.

Di tempat berbeda, Wakil MWC NU Kecamatan Gondang Wetan Kabupaten Pasuruan Kiai Muhammad Zuhdi memberikan pesan khusus kepada jamaah NU agar jangan sampai lengah terhadap kelompok yang ingin mengganti ideologi NKRI.

Dalam tausiah singkatnya, Kiai Zuhdi menekankan agar kita selalu waspada baik terhadap paham komunisa ataupun pengusung Khilafah misalnya eks HTI, yang meskipun sudah dibubarkan oleh PTUN, namun mereka masih eksis dalam membuat gerakan-geraka yang ingin mengganti pancasila.

Ia juga menyebutkan bahwa gerakan eks HTI dalam melakukan aktifitas propagandanya sering kali menyeret label Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dan menyeret label Nahdlatul Ulama (NU). Sayangnya, label-label tersebut hanya sebatas kedok semata.

Apalagi gerakan mereka sebagaian sudah masuk ke lingkungan lembaga negara. Seharusnya mereka bisa diantisipasi dengan baik oleh negara agar mereka tidak berkembang biak dan menjadi batu sandungan tersendiri bagi eksistensi NKRI di masa mendatang.

Sementara itu Tenaga Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) Lathifa Marina Al Anshory mengatakan bahwa kelompok pendukung sistem dan ideologi negara khilafah islamiyah saat ini tengah memasifkan diri untuk menggandeng para influencer yang memiliki banyak subscriber.

Lathifa mendapatkan informasi bahwa tokoh-tokoh yang cenderung mendukung khilafah dan setuju didirikannya khilafah, mereke mendekati anak muda dan influencer. Dirinya menilai bahwa pendekatan ini merupakan bagian dari strategi untuk memasifkan narasi dan sosok tokoh-tokoh mereka di media sosial dan berbagai platform lainnya.

Pengusung khilafah cenderung membenturkan agama dengan budaya yang ada di nusantara. Padahal seseorang bisa tetap beragama dengan baik meski dirinya masih memegang kearifan budaya nusantara. Jangan sampai kearifan lokal yang ada, dirusak oleh ideologi yang sudah tertolak oleh NKRI seperti paham khilafah.*

Penulis adalah pengamat sosial, aktivis Takmir Masjid di Jakarta