Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dibuat dalam Surat Pernyataan

Manajemen RLP Paksa Buruh Akui Aksi Mogok atas Suruhan F-SPMI
Oleh : Gokli/Dodo
Rabu | 23-05-2012 | 11:47 WIB

BATAM, batamtoday - Nasib buruh outsourcing PT Raja Labora Panbil (RLP) yang disubkonkan di PT Varta Micro Battery semakin runyam. Pasalnya, baru-baru ini buruh dipaksa ambil ijazah yang ditahan oleh pihak PT RLP dengan persyaratan harus membuat surat pernyataan aksi mogok kerja yang mereka lakukan karena disuruh oleh F-SPMI atau buruh permanen di PT Varta.

Hal ini diungkapkan oleh koordinator buruh outsourcing PT RLP, Linda saat ditemui di lokasi PT Varta lot 23 Batamindo beberapa rekan mereka dihubungi oleh pihak PT RLP untuk mengambil ijazah yang sebelumnya ditahan sebagai jaminan kerja. 

Selanjutnya, untuk mengambil ijazah tersebut buruh dipaksa membuat pernyataan yang pada intinya aksi mogok dan demo yang mereka lakukan di PT Varta karena suruhan dari pihak FSPMI maupun buruh permanen. 

"Iya mas, beberapa rekan saya bilang mereka disuruh ambil ijazah ke PT RLP dan harus membuat pernyataan aksi mogok dan demo yang kami lakukan beberapa hari yang lalu karena suruhan oleh FSPMI maupun buruh permanen," terang Linda yang diamini beberapa buruh lainnya, Rabu (23/5/2012). 

Padahal, kata Linda aksi mogok kerja dan aksi demo yang mereka lakukan beberapa hari yang lalu karena menuntut ketidakadilan dari pihak pengusaha dalam hal ini PT RLP maupun PT Varta. Dimana sebanyak 328 buruh PT RLP yang dipekerjakan di PT Varta diputus kontrak sepihak tanpa alasan yang jelas. 

"Makanya saya bingung mas, kenapa sekarang dipaksa ambil ijazah dan harus buat pernyataan seperti itu. Kami lakukan aksi mogok kerja karena memperjuangkan hak-hak kami yang diputus kontrak sepihak tanpa alasan yang jelas. Dan aksi itu sama sekali tak ada suruhan dari pihak manapun, itu semua terjadi secara spontanitas saja," papar Linda. 

Linda mengakui sebagian dari rekan mereka sudah mengambil ijazah itu, namun sebahagian lagi masih tetap menolak dan menentang pembuatan surat pernyataan tersebut. 

Seperti halnya yang dialami Ospida Wati dan Fitri, kedua buruh ini tetap menolak untuk mengambil ijazah karena merasa kontrak yang mereka jalani belum selesai dan juga permasalahan yang terjadi saat ini juga belum ada kejelasan. 

"Kedua teman saya (Ospida Wati dan Fitri) tetap menolak mengambil ijazah itu dengan alasan permasalahan belum selesai dan masa kontrak masih panjang," tuturnya yang diamini kedua rekannya.

Menurut Ospida permintaan pihak PT RLP untuk mengambil ijazah itu dia terima lewat telephone tadi pagi. Namun, permintaan tersebut dia tolak dengan alasan belum ada waktu untuk mengambil karena masih di kampung halaman dan juga masalah kontrak yang belum berahir.

"Saya bilang saja masih di kampung dan tidak sempat mengambil, terlebih kontrak saya dengan PT RLP masih ada delapan bulan lagi. Mekipun kami disebut telah diputus kontrak, namun kenyataanya sampai dengan saat ini surat pemutusan kontrak itu belum juga saya terima," tegas Opida menolak pengambilan ijazah tersebut.

Ditambahkannya, aksi mogok dan demo yang mereka lakukan beberapa hari lalu murni karena spontanitas buruh menuntut ketidak adilan yang mereka dapat dari pihak pengusaha. Dan aksi tersebut terjadi bukan karena ada suruhan pihak lain, itu semua mereka lakukan karena diperlakukan tidak adil.

"Kami hanya menuntuk hak-hak kami dan menuntut keadilan. Pihak pengusaha sudah mempermainkan kami, diputus kontrak secara sepihak tanpa alasan yang jelas," tutupnya.