Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ekspor Porang Hadapi Masalah Ketersediaan Bibit dan Kesepakatan Harga
Oleh : CR1-
Jum\'at | 14-08-2020 | 08:20 WIB
Porang1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Alexander Andrianto memperlihatkan porang (Foto: Setiawan)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Perusahaan trading di Indonesia terus berupaya memenuhi permintaan pasar umbi porang (umbi suweg), terutama pasar luar negeri, kendatipun ada permasalahan ketersediaan bibit, kesepakatan harga dengan petani dan lain sebagainya.

"Kami ada kesulitan, harus bisa mengirim satu container ke China per September. Kami kalah cepat (dengan perusahaan lain)," kata Alexander Andrianto, direktur salah satu trading house di Jakarta, Kamis (13/8/2020).

Untuk mengejar target, Ia mengalkulasi proses penanaman porang oleh para petani in general. Dari berbagai daerah penghasil porang, proses penanaman dibagi dalam tiga musim. Satu musim tanam memakan waktu sekitar enam bulan.

Musim pertama (selama enam bulan) menggunakan umbi dengan berat 200-250 gram. Penanaman selepas disemai pada polybag pada bulan Agustus-September.

Panen pada musim kemarau sehingga pada saat panen, tanah di sekitar umbi tidak terangkat. Dari umbi sebesar jeruk nipis yang bisa dipanen dua kali musim tanam atau dua tahunan.

"Kalau satu hektar lahan setara dengan 1000 (seribu) bibit, kami terus mengalkulasi kemungkinan bisa menghasilkan 1000 (seribu) ton tahun 2021. Pasar China pasti menyerap. Sehingga kami terus berusaha segala arah (daerah penghasil porang) seperti Ciamis, Pandeglang, Madiun, Cirebon, Blitar. Kami khawatir gagal memenuhi target (permintaan pasar China)," kata Alexander

Menurut dia, periode tiga musiman diputar silih berganti. Porang yang diambil adalah tepung yang disebut glucomanan. Produksi sampingan bisa berbentuk beras, bakmi, shiratake, dan lain-lain. Juga untuk bahan baku kosmetik.

Negara-negara utama yang mengonsumsi porang seperti China, Korea, Jepang. Alexander mengaku bahwa usaha porang secara tidak sengaja saat pernah dipercaya sebagai penerjemah oleh perusahaan di China ketika masih kuliah di negeri bambu itu.

Ia sempat dilibatkan pada negosiasi bisnis antara perusahaan China dengan mitranya dari Indonesia.

"Sehingga putra saya menyarankan saya untuk mencari porang. Dalam waktu dekat, ada permintaan pengiriman satu container. Tapi produksi belum tentu bisa memenuhi. Sisa waktu praktis satu bulan. Pada proses pengumpulan, kami juga harus jaga agar porang tidak busuk. Panen para petani tidak serempak, dan bisa selisih beberapa hari. Selain perhitungan untuk rit (penyewaan truck), sekali bongkar muat pada check point bisa langsung (sekali, satu rit). Kalau hanya setengah kapasitas truck, kami pasti rugi," katanya.

Sementara itu, Kantor Dinas Pertanian, kabupaten Pandeglang Banten meyakini prospek budidaya porang asalkan dibarengi dengan penyerapan pasar ekspor terutama China dan harga bagus pada tingkat petani. Kantor Dinas sudah memetakan beberapa kecamatan di Pandeglang yang mana petaninya sudah mulai membudidaya.

"Saya sudah ngobrol dengan petani, (ternyata) sudah mulai budidaya. Untuk (kecamatan) Cikeusik, ada kerjasama (petani, Dinas Pertanian) dengan Perum Perhutani (BUMN/Badan Usaha Milik Negara). Kecamatan Cimanggu, Carita, Mekarjaya, Cadasari juga sudah ada. Tetapi yang paling banyak (budidaya) di kecamatan Saketi," Sekretaris Dinas (Sekdis) Pertanian Pandeglang Nasir.

Porang dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi, suplemen, nutrisi dan lain sebagainya. Antusiasme warga Pandeglang membudidaya suweg diyakini meningkat. Masyarakat di beberapa kecmatan/desadi Pandeglang berharap umbi suweg bisa dilirik sebagai bahan baku untuk produk farmasi, suplemen, nutrisi.

"Porang Cimanggu sudah jalan (diserap pasar). Tapi kami belum observasi (porang) masuk ke pasar mana, bisa local terutama Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), luar pulau atau luar negeri. Lahan di Pandeglang masih sangat terbuka, dan proyeksi sekarang ada 150 hektar," tegas Nasir.

Editor: Surya