Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

ESAI AKHIR ZAMAN MUCHID ALBINTANI

Obelisk, Jamrah dan Ibrahim
Oleh : DR Muchid Albintani
Senin | 03-08-2020 | 14:04 WIB
A-MUCHID-KORPRI.png Honda-Batam

PKP Developer

DR Muchid Albintani. (Foto: Ist)

Oleh DR Muchid Albintani

AZAB D-Songolas (D-19) memberikan makna filosofis terhadap pelaksanaan ibadah haji 1441 hijriah tahun 2020 ini. Memaknai keberadaan D-19 sebagai azab hanya apabila kemampuan manusia untuk mencari vaksin penyembuh masih berproses, belum ditemukan.

Manakala ditemukan, D-19 tidak lagi menjadi pandemi azab melainkan musibah. Boleh saja ada yang berbeda pandangan, tidak masalah, silakan saja.

Kemuskilan keberadaan D-19 sejak mula kemeunculan hingga kini yang tak dapat diprediksi kapan berakhir adalah argumentasi pertanda susah disangkal jika D-19 adalah bukan azab. Pemaknaan sebagai azab, hemat Saya menjadi spirit agar umat manusia beriman selalu bertaubah, bersyukur dan tidak kufur nikmat.

Terlepas azab atau musibah, esai akhir zaman berupaya mendiskusikan pemaknaan ibadah haji yang baru dirayakan umat muslim sedunia dengan penuh keprihatinan. Dengan pembatasan jumlah dan keberangkatan jutaan jamaah yang gagal tidak diperhitungakan inilah ihwal ibadah haji menjadi penting didiskusikan.

Manakala ihwal penilaian azab, hemat Saya sebagai introspeksi memaknai akan esensi perjuangan dan pengorbanan keluarga nabi Ibrahim as. Dalam konteks pengorbanan dan perjuangan masa lalu itulah refleksi hari ini juga masa depan (akhir zaman) penting dilakukan.

BACA: Abraham, Ibrahim dan Dajal

Tulisan sebelumnya tentang 'Ibrahim dan Dajal Baru' (Batamtoday, 3/5/2020) menjelaskan bahwa yang dimaksud 'Dajal Baru' adalah sebuah upaya memahami keberadaan terkait 'ke-dajal-an' (segala sesuatu yang berhubungan dengan 'ke-palsu-an' dalam konteks cara berpikir). Penyelamat palsu, misalnya. Dalam banyak pengertian tentang Dajal, kepalsuan, pemalsuan, "penyimpangan" cara berpikir jarang dijadikan makna utama.

Kemudian esai 'Jamrah dan Obelisk' (Batamtoday, 11/5/2020), menelaah hubungan Jamrah (tempat berkumpulya batu-batu kerikil akibat kegiatan melempar, melontar) dan Obelisk (tiang berbentuk tugu segi empat meruncing ke ujung, bermahkota piramida) dalam persepktif relegius-historis, simbol, Dajal tentu saja di akhir zaman.

Istilah Jamrah berhubungan erat dengan ibadah haji rukun Islam ke-5. Sementara, Obelisk menempatkan posisi sebagai objek yang akan dilontar. Sementara Ibrahim adalah sebagai manusia pendobrak ke-syrik-an menuju tauhid.

BACA: Bayangan vs Cermin

Esai akhir zaman ini berupaya memaknai esensi hubungan melontar Jamrah dan Obelisk yang dapat menelaah sekaligus mengkritisi tiga hal utama esensi ihwal perjuangan dan pengrobanan Nabi Ibrahim as sekeluarga. Pertama, Obelisk sebagai simbol Iblis.
Keterhubungan antara Obelisk sebagai simbol Iblis yang selalu disamakan dengan Setan, tidak terlepas dari sejarah Adam dan Ibrahim yang menjadi landasan ibadah haji.

Konteks kekinian (akhir zaman), terletak pada simbolisasi dengan aktivitas melontar terhadap objek (sarana) yang dilontar. Melontar, melempar atau membalang adalah simbolisasi perlawanan. Oleh karena yang dibalang adalah Obelisk menjadi jelas, tegas dan nyata yang dilawan adalah Iblis (representasi dari simbol Obelisk).

Dalam konteks ini yang menjadi penting adalah terkait objek yang dilontar berwujud Obelisk yang dimanifestasikan sebagai Iblis (nama aslinya Azazil). Dalam konteks kekinian wujud Obelisk menjadi monumen utama di kawasan-kawasan penting strategis berbagai belahan negara di dunia.

Sudah menjadi pengetahuan umum jika keberadaan Obelisk di Washington atau New York, melambangkan supremasi ekonomi dunia ("penjajahan melalui mata uang dolar Amerika"). Obelisk di London, Inggris, menggelorakan kejayaan kerajaan dalam sistem pemerintahan modern (demokrasi yang berbasis 'suara rakyat suara tuhan'). Sementara, Obelisk juga ada di Paris, dan Vaticano in Saint Peter Square, Italia.

BACA: Jamrah dan Obelisk

Kedua, perubahan bentuk tugu Jamrah dari "mirip Obelisk atau identik" sebelumnya, kini diubah menjadi 'dinding penahan dan pembatas'. Urgensi diubahnya menjadi penting untuk dicermati, didiskusikan dan dikritisi. Ini disebabkan dalam konteks perubahan objek yang dilontar terkesan berbeda dalam sejarah Adam dan Ibrahim.

Pertanyaan penting dalam konteks ibadah ritualnya pada akhir zaman tentu saja: apakah yang dilontar masih Iblis-Azazil dalam simbolisasi wujud Obelisk seperti yang ada di luaran?

Apakah nantinya, tidak terjadi "perselingkuhan kepalsuan" sebagaimana pusat penghitungan waktu dunia' yang seharusnya kota Makkah menjadi titik tumpunya, diubah Greenwich Mean Time (GMT), di kota London.

Ketiga, esensi perubahan tugu Jamrah ini dilatarbalakangi faktor kemaslahatan dan keamanan beribadah haji. Banyak sumber menyebutkan faktor kemaslahatan dan keamanan menjadi alasan perlunya perubahan dan penataan lokasi ibadah khususnya ketika melontar Jamrah.

Menurut hemat penulis, esensi yang wajib decermati dalam konteks akhir zaman adalah pengalihan wujud Obelisk yang direpresentasikan Iblis-Azazil menjadi hanya 'tugu tembok pembatas' yang tidak ada hubungan dengan peristiwa religi di masa Adam dan Ibrahim.

Apalagi Obelisk berkelid-klindan dengan simbol-simbol organisasi illuminati yang bertuhan Lucifer (Iblis-Azazil). Bukankah organisasi ini setali-tiga dengan Dajal?

Hubungan Obelisk, Jamrah dan Ibrahim mempertegas jika Dajal adalah cara berpikir yang memutus matarantai hubungan ketiganya. Perubahan bentuk Obelisk walaupun dengan niat kemaslahatan dan keamanan beribadah, karakter utama sebagai simbol [manifestasi] Iblis-Azazil-Lucifer sangat-sangat tidak boleh diubah, dialihkan apalagi dihilangkan.

Ini dikhwatirkan jika objeknya berubah, Iblis-Azazil-Setan tidak lagi menjadi simbol perlawanan yang wajib dipraktikan dalam menolak riba, judi dan minuman keras, misalnya. Justru, Iblis-Azazil diubah menjadi "kawan atau teman sepermainan".

Oleh karenanya, esensi hubungan Obelisk dan Jamrah pada setiap perayaan hari raya haji menjadi spirit meneruskan perjuangan dan pengorbanan Ibrahim melawan syirik (mempersonifikasikan pagan-patung sebagai tuhan) menuju tauhid.

Pertanyaannya: Apakah dinding Jamrah saat ini masih merepresentasikan Iblis atau Azazil dalam wujud Obelisk? Wallahualam bissawab.*

Muchid Albintani adalah Associate Professor pada Program Studi Magister Ilmu Politik, Program Pascasarjana, FISIP, Universitas Riau, Pekanbaru.