Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Begini Pandangan Bos Garudafood Soal Pendemi Covid-19 dan Ancaman Resesi RI
Oleh : Redaksi
Senin | 20-07-2020 | 10:44 WIB
sudhamek1.jpg Honda-Batam
Chairman PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) Sudhamek. (Foto: TrenAsia)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Chairman PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) Sudhamek mengatakan penanggulangan pandemi Covid-19 dan menjaga ekonomi tetap berjalan harus berjalan beriringan.

Dunia usaha berpandangan bahwa pembukaan ekonomi lebih cepat maka lebih baik, karena penanganan Covid-19 dan ekonomi tidak bisa dilakukan pemilihan yang ekstrim mana yang didahulukan.

Pembukaan ekonomi mulai Agustus 2020 menurutnya bisa dilakukan asalkan dengan kedisiplinan yang ketat, menjalankan protokol kesehatan, dan perlakuan khusus untuk daerah yang masih zona merah.

"Dunia bisnis itu seperti naik sepeda, ketika berhenti meski dikendalikan seperti apapun tetap akan jatuh. Tidak mungkin kalau pengisaha diminta menahan sampai 2021, kalau bisa Agustus (reopening) bagus tetapi harus perhatikan protokol kesehatan," kata Sudhamek kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Dia juga menegaskan tidak bisa membandingkan kondisi Indonesia dengan Singapura yang resmi memasuki jurang resesi. Singapura merupakan negara kecil yang bergantung pada industri jasa dan perdagangan utamanya, sementara Indonesia memiliki pasar yang sangat besar dan didorong oleh konsumsi domsetik.

Inilah yang menjadi modal Indonesia untuk bisa lebih cpeat bangkit. Hal ini menurut Sudhamek juga terjadi di China, yang ekonominya mulai bangkit karena didorong oleh konsumsi domestik. Selain itu meski Agustus diperkirakan kegiatan masyarakat sudah kembali, namun menurutnya kegiatan ekonomi tidak dapat serta merta bangkit saat itu juga.

"Pemerintah harus memiliki keyakinan seperti terjadi di China bangkitnya dari ekonomi dalam negeri," katanya.

Meski didorong oleh konsumsi domestik, saat ini konsumsi kurang bisa diandalkan sebagai panglima sehingga dibutuhkan langkah proaktif terutama dalam belanja pemerintah. Jika ada perlambatan pada belanja pemerintah, maka menunjukan ada keterlambatan luar biasa kalau. Dengan begitu dampaknya bisa signifikan jika belanja pemerintah bisa lebih didorong.

"Pada saat ini kita ekonomi domestik dan konsumsi yang harus di-trigger supaya pasar bangkit," kata Sudhamek.

Jika banyak yang menyamakan kondisi 2020 dengan krisis 1998, Sudhamek justru menilai ada perbedaan cukup fundamental. Pertama tahun 1998 permintaan mengalami penurunan, namun suplai pun tidak kalah penurunannya. Dengan begitu siapa yang aktif dalam produksi maka masih mendapatkan permintaan pasar.

Kedua, 1998 backbone ekonomi Indonesia saat itu adalah UMKM yang berkontribusi katanya 60% dari PDB dan menjadi juru selamat kala itu, sementara pada 2020 UMKM terdampak luar biasa.

"Walaupun saya harus katakan dengan buru-buru, UMKM seperti rumput jika ditebang besok tumbuh, walaupun situasi berat seperti ini UMKM punya daya adaptasi yang luar biasa. Exit atau entry barrier tidak ada, jadi kalau bisnis terdampak dia dengan mudah bisa berpindah ke bisnis yang lain dan bisa saling membantu antar mereka yang menariknya," jelas Sudhamek.

Semangat gotong royong menurutnya menyelamatkan UMKM walaupun situasinya berat seperti krisis 1998. Meski demikian dia mengharapkan pemerintah melakukan dua langkah utama di masa seperti ini, pertama belanja pemerintah harus digenjot. Kedua fokus mendorong dan membantu pengembangan UMKM agar bisa pulih dan akan menjadi lokomotif terhadap ekonomi Indonesia untuk tumbuh di masa mendatang

Restrukturisasi yang dibutuhkan pemerintah pun menurutnya tidak cukup. Dengan kebutuhan dan masalah yang berbeda-beda, kebanyakan dari mereka tersandung masalah modal kerja. Untuk itu yang dibutuhkan bukan modal investasi, tetapi modal kerja yang perlu diberikan perhatian dan dukungan khusus.

"Bukan hanya relaksasi karena cash flow menjadi masalah semua orang maka kebutuhan modal kerja penting bukan hanya UMKM tapi juga perusahaan besar. Pemerintah bisa bekerja sama dengan asosiasi, sehingga mengetahui seperti apa kebutuhannya. Setelah itu bisa membuat pilihan Top 2-3 agar bisa fokus betul sektor itu yang diberikan," katanya.

Sudhamek adalah salah satu orang terkaya di Indonesia. Pada tahun lalu, Forbes menempatkannya sebagai crazy rich nomor 42, dengan kekayaan bersih US$ 745 juta atau setara dengan Rp 10,43 triliun (kurs Rp 14.000/US$).

Sumber: CNBC Indonesia
Editor: Yudha