Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Direktur PT ABS, Dewi Ratna Bantah Dirinya Mafia Tekstil di Batam
Oleh : Paskalis RH
Senin | 01-06-2020 | 12:37 WIB

BATAMTODAY.COM, Batam - Seorang pengusaha di Batam bernama Dewi Ratna, Direktur PT Anugrah Berkah Shabilla (ABS), membantah keras tudingan beberapa media yang menyebut dirinya sebagai mafia importasi tekstil ilegal DI Batam.

Hal itu diungkapkan Dewi Ratna ketika ditemui sejumlah awak media di kantornya, di bilangan Batuampar, beberapa waktu lalu.

"Bagaimana bisa saya dituding sebagai mafia tekstil. Sementara saya hanya bekerja untuk menginput data dari pihak importir ke Bea Cukai," kata Dewi.

Terkait penyelundupan 27 kontainer berisi kain premium asal China, kata Dia, perusahaannya hanya sebagai penyedia jasa pengurusan dokumen impor, karena perusahaan yang dimiliki adalah salah satu anggota Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) di Batam.

Dewi menjelaskan, sebagai salah satu perusahaan PPJK, mereka hanya sebagai penghubung antara importir dengan Bea Cukai untuk menginput data atau dokumen dari Importir ke dalam aplikasi yang telah disiapkan petugas pabeanan Bea Cukai.

PT Anugrah Berkah Shabilla, terang Dewi, sebelum menjadi anggota Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan(PPJK), dirinya harus mengikuti pendidikan selama 5 bulan dan serangkaian tes yang dilakukan oleh Bea Cukai.

"Setelah dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat PPJK dari Dirjen Bea Cukai, Barulah diberikan fasilitas aplikasi dari Bea Cukai berupa username serta password. Jadi tidaklah mudah menjadi anggota PPJK untuk mendpatkan aplikasi itu," terang Dewi.

Ketika disinggung mengenai hubungan antara dua perusahaan importir, yakni PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima serta Irianto selaku pemilik kedua perusahaan tersebut, Dewi mengaku tidak terlalu mengenal Irianto.

Berdasarakan pengakuannya, dia mengenal Irianto karena pengurusan dokumen impor, karena memang dialah (Irianto-red) sebagai impotirnya.

"Saya memang mengenal Irianto. Itupun pada saat pengurusan dokumen impor, karena dialah importirnya," tambah dia.

Sementara terkait hubungannya dengan pihak Bea Cukai Batam, ia mengaku hanya sekedar tahu.

"Saya cuman tahu, tapi tidak kenal. Kalau kenal itu kan konteksnya sudah sering berkomunikasi. Saya tidak pernah komunikasi dengan mereka. Nomor telepon mereka saja saya tidak tahu. Silahkan cek aja di HP saya, ada tidak saya komunikasi dengan orang BC (Batam)," tandasnya.

Untuk diketahui, kasus impor tekstil premium secara ilegal yang membuat beberapa nama pejabat tinggi Bea Cukai Batam berawal dari penegahan 27 kontainer DJBC Tanjung Priok sekira bulan Maret lalu.

Dalam kasus ini, seorang pengusaha di Batam, Dewi Ratna, disebut-sebut sebagai pemilik semua kontainer berisi tekstil premium tersebut.

Kendati demikian, nama Dewi tidak tercantum dalam dokumen pengiriman kontainer. Ia diduga sengaja menggunakan nama PT Peter Garmindo Prima dan PT Flemings Indo Batam untuk mengelabuhi petugas pabean.

Tak hanya itu, Dewi juga disebutkan melampirkan sertifikat yang menjelaskan bahwa kain tersebut berasal dari Shanti Park, India dan kontainer berangkat dari Nhava Sheva, Mumbai. Namun faktanya, muatan kontainer tersebut berasal dari China, singgah ke Malaysia lalu ke Batam.

Ia diduga dengan sengaja mengelabui petugas pabean dengan memanipulasi dokumen pengiriman. Dalam dokumen pengiriman, kontainer tersebut tercatat berisi kain poliester.

Namun faktanya, 27 kontainer tersebut berisi kain premium jenis sutra, satin, brokat dan lainnya. Tak hanya itu, pelaku juga diduga memalsukan data volume kontainer.

Editor: Dardani