Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menjadi Oposisi Konstruktif Tanpa Hoax
Oleh : Redaksi
Senin | 15-07-2019 | 15:04 WIB
ILUSTASI-oposisi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi oposisi. (Foto: Ist)

Oleh Natsir Akbar

PARTAI politik pendukung pemerintah dipastikan akan mendominasi kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia periode 2019-2024.

Meski demikian, partai politik di luar koalisi pemerintah mesti menjadi oposisi, seperti yang disampaikan Jokowi pada pidato kemengannya di Sentul Jaaa Barat, bahwa menjadi oposisi juga sebuah tugas mulia sepanjang dilakukan secara baik tanpa dendam.dan tanpa kebencian. Sebab, yang terpenting adalah menjaga persatuan sebab bangsa ini membutuhkan kebersamaan dalam membangun.

Berdasarkan data rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) meraih suara paling banyak yakni 19,38 persen atau 27.053.961 suara.

Kemudian, disusul Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), 12,57 persen atau 17.594.839. Dari 16 partai yang menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, terdapat sembilan partai yang lolos ambang batas parlemen (4 persen).

Seharusnya parpol di luar pemerintah juga dapat menjadi oposisi yang konstruktif. "Oposisi yang menjadi penyeimbang pemerintah dengan memberi kritik demi membangun bangsa, bukan dibangun atas dasar hoax dan kebencian yang bertujuan untuk menjatuhkan karena seburuk apa pun kinerja pemerintah, itu adalah pilihan rakyat selama lima tahun mendatang, dan pemerintah memnag mebutuhkan kritik tapi yang konstruktif.

Konsep oposisi konstruktif sebagai sebuah konskwensi berdemokrasi iharus ditujukan sebagai bentuk perjuangan untuk kepentingan masyarakat umum. oposisi konstruktif berfungsi untuk menciptakan keseimbangan yang sehat sesungguhnya.

Konsep oposisi konstruktif saat melakukan kritik kepada pemerintah jika kebijakan pemerintah dinilai menciderai kepentingan rakyat. Kelompok oposisi ini juga tetap mampu melihat sisi positif yang telah dicapai oleh pemerintah sehingga rakyat dapat menilai pemerintahan secara seimbang.

Di sinilah peran media menjadi penting dalam mengawal opini opini oposisii agar mencegah sumber hoax dan meliterasi masayarakat guna memberi bekal krpada masyarakat untuk menilai bahkan memberi sikap pada kontestasi politik selanjutnya.

Kelompok oposisi konstruktif harus membuang jauh- jauh niat untuk menggulingkan kekuasaan yang ada untuk digantikan dengan kekuasaan tertentu melalui berbagai upaya yang melanggar hukum dan etika dengan membangun narasi narasi yang berbasis hoax karena dapat membahayakan rasa persatuan bangsa.

Maka demi persatuan dan kemajuan bangsa, gerakan oposisi haruslah konstruktif dan tanpa hoaks dengan tetap menjaga Harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. *

Penulis adalah Mahasiswa Komunikasi Politik Universitas Diponegoro