Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Subsequent Event
Oleh : Opini
Minggu | 30-06-2019 | 10:32 WIB

Oleh Edy Sutriono *)

PATUT disyukuri membaca pemberitaan beberapa waktu yang lalu, bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2018 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk yang ketiga kalinya.

Perolehan opini terbaik sebuah laporan keuangan pemerintah tersebut menandakan pencatatan transaksi keuangan, pengelolaan dan akuntabilitas keuangan negara menjadi semakin baik sesuai dengan manajemen keuangan negara yang baik dan pruden serta telah mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Mencermati beberapa transaksi dalam LKPP yang setiap tahun disusun pemerintah, yang selanjutnya diaudit dan diberikan opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada kesempatan ini penulis ingin mengulas beberapa transaksi keuangan yang terjadi setelah akhir periode akuntansi tanggal 31 Desember. Transaksi keuangan tersebut secara formal pelaksanaannya dimungkinkan dan diatur dalam peraturan perundangan.

Beberapa peristiwa tersebut, antara lain pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan (UP/TUP) oleh satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga ke Bendahara Umum Negara (BUN) dalam bentuk pengesahan dan/atau penyetoran sisa UP/TUP ke rekening kas negara, pengesahan pendapatan dan belanja satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU), pengesahan hibah langsung, revisi DIPA dalam rangka penyelesaian pagu minus.

Penerbitan SP3 (Surat Perintah Pengesahan Pembukuan) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah (KPPN KPH), penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang/Lebih Bayar, adanya putusan hukum yang bersifat inkrach yang berkaitan dengan hak dan/atau kewajiban negara, penetapan definitif belanja subsidi dan rekening migas pemerintah berdasar hasil verifikasi BPK. Kejadian-kejadian tersebut dalam akuntansi sering dikenal dengan istilah Subsequent Event.

Subsequent Event
Subsequent Event saat ini belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) dan masih dalam proses penyusunan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Secara singkat, subsequent event dapat dikatakan merupakan peristiwa atau transaksi yang terjadi setelah tanggal neraca namun keterjadiannya sebelum diterbitkannya laporan audit dan yang mempunyai akibat material terhadap laporan keuangan (LKPP).

Sementara itu, adapun tanggal laporan keuangan pemerintah menurut penulis adalah tanggal ditetapkan dan tanggal saat diterbitkan dan telah diselesaikannya audit atas laporan keuangan oleh BPK, seperti dinyatakan dalam LHP BPK atau tanggal di mana pemerintah menyatakan bertanggung jawab atas laporan keuangan.

Misalnya, BPK mengaudit laporan keuangan pemerintah per 31 Desember 2018 dan menerbitkan laporan hasil pemeriksaan BPK (opini BPK) pada tanggal 20 Mei 2019. Selama periode pelaksanaan audit tersebut, auditor harus memperhatikan kemungkinan adanya peristiwa atau transaksi yang terjadi setelah tanggal 31 Desember 2018 sampai tanggal 20 Mei 2019 yang material dan mempengaruhi laporan keuangan audited per 31 Desember 2018.

Perlakuan Subsequent Event
Mengapa subsequent event dan perlakuannya dalam laporan keuangan menjadi penting dan perlu diatur dalam SAP? Pertama, sebagaimana telah diulas di atas bahwa subsequent event mempunyai akibat (pengaruh) material terhadap laporan keuangan. Kedua, salah satu poin penting dalam laporan keuangan adalah transparansi dan pengungkapan yang memadai (full disclosure). Hal ini dapat juga dipahami bahwa sesuai dengan SAP dikenal adanya prinsip 'substance over form'. Transaksi yang terjadi setelah periode akuntansi perlu dilihat substansi dan keterjadiannya, dan bagaimana perlakuan pencatatannya.

Peristiwa tersebut dapat berupa peristiwa yang memberikan bukti dan dokumen adanya kondisi terjadi sampai tanggal pelaporan, misalnya belanja barang dilakukan sebelum tanggal 31 Desember menggunakan UP, hanya secara administratif belum dipertanggungjawabkan ke BUN ataukah sebaliknya belanja barang dilakukan setelah tanggal 31 Desember menggunakan UP dan secara administratif belum dipertanggungjawabkan ke BUN. Ketiga, bahan penyempurnaan mekanisme dan pengelolaan terhadap proses bisnis transaksi-transaksi tersebut. Hal tersebut terjadi disebabkan masih terdapatnya beberapa faktor dan kendala dalam proses bisnis dan perlu disempurnakan.

Terdapat 2 (dua) perlakuan terhadap subsequent event yaitu memerlukan penyesuaian atau pengungkapan dalam LKPP. Terdapat dua jenis subsequent event yang memerlukan pertimbangan pemerintah selaku entitas pelaporan dan audit BPK yaitu subsequent event yang mempunyai dampak langsung terhadap laporan keuangan dan memerlukan penyesuaian (adjustment) dan yang kedua adalah subsequent event yang tidak mempunyai dampak langsung terhadap laporan keuangan tetapi memerlukan pengungkapan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.

Terhadap transaksi keuangan yang terjadi setelah akhir periode akuntansi tanggal 31 Desember terkait (1) pertanggungjawaban penggunaan uang persediaan (UP/TUP) oleh satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga ke Bendahara Umum Negara (BUN) dalam bentuk pengesahan; (2) pengesahan pendapatan dan belanja satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU); dan (3) pengesahan hibah langsung, apabila secara substansi keterjadiannya sebelum tanggal 31 Desember maka perlu dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan sementara itu untuk penyetoran sisa UP/TUP ke rekening kas negara yang apabila keterjadiannya setelah periode akuntansi harus diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.

Demikian pula subsequent event terhadap revisi DIPA dalam rangka penyelesaian pagu minus, penerbitan SP3 (Surat Perintah Pengesahan Pembukuan) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah (KPPN KPH), penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang/Lebih Bayar, adanya putusan hukum yang bersifat inkrach yang berkaitan dengan hak dan/atau kewajiban negara. Sementara itu terhadap penetapan definitif belanja subsidi dan rekening migas pemerintah berdasar hasil verifikasi BPK perlu dilakukan penyesuaian.

Selanjutnya untuk penyempurnaan proses bisnis, pemerintah dapat semakin meningkatkan kecepatan dan ketepatan agar transaksi-transaksi tersebut dapat dilakukan keterjadiannya selama periode akuntansi. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan menyusun mekanisme dan mendorong agar pertanggungjawaban uang persedian dan transaksi lainnya tersebut semakin baik dengan tidak melewati periode akuntansi.

Penulis adalah ASN Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepri

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja