Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Agar Tak Korupsi Anggaran APBN dan APBD

BPK Minta Pemerintah Tingkatkan Dana Parpol
Oleh : surya
Senin | 19-03-2012 | 07:19 WIB
Rizal_Djalil.jpg Honda-Batam

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Rizal Djalil

JAKARTA, batamtoday - Dana partai politik (parpol) selama ini tidak diatur secara transparan oleh undang-undang termasuk pembatasannya, sehingga banyak kader parpol menyalahgunakan uang negara (APBN) dan APBD untuk operasional partai.

Karena itu pemerintah diminta serius meningkatkan dana parpol tersebut, namun tetap dilakukan pengawasan, audit dan dapat dipertanggungjawabkan disertai sanksi yang telah bagai yang melanggar seperti pembatalan keanggotaan di lembaga legislatif bila terpilih. 

“Dana partai harus ditingkatkan dan diatur secara transparan, karena dalam menjalankan programnya partai butuh dana besar. Belum lagi biaya politik lainnya.  Jadi, tidak salah kalau partai menggunakan uang negara,” tandas Anggota BPK yang juga mantan anggota DPR RI FPAN Rizal Jalil dalam dialog dana parpol bersama Ferry Mursyidan Baldan (Nasdem), Indra J. Piliang (Golkar), Valina Sinka (KPU)( dan Hakam Naja (PKS) di Jakarta kemarin.

Dana 9 parpol yang ada di DPR RI anggaran tahun 2011 yang bersumber dari APBN mencapai Rp 9.180.058.796, sedangkan dari APBD untuk 33 provinsi sebesar Rp 533.295.000.000,- sesuai dengan jumlah kursi di DPR dan DPRD. Semakin banyak kursi yang diperoleh, maka jumlah dananya tambah besar. Bahkan untuk tahun 2012 ini fraksi-fraksi di DPR memproleh dana Rp 12,5 miliar.

Menurut Rizal,  jika dana parpol tidak ditingkatkan maka  maka partai harus diperbolehkan memiliki badan usaha. “Kita ini jangan berpura-pura terus. Biarkan partai berbadan usaha asal dilakukan dengan halal dan sesuai prosedur, maka tidak masalah. Seperti di Italia, Norwegia, Inggris dan negara lain. Dengan dana yang cukup, maka parpol tak terbebani keuangan,” tambah Rizal.

Sedangkan Indra J Piliang dan Ferry Mursyidan Baldan mendukung sepenuhnya peningkatan dana partai tersebut. Sebab, selama ini sejak pemilu 1955 tidak ada transparansi mengenai dana partai tersebut baik PNI, PKI, Masyumi dan maupun NU. “Mungkin karena NU memiliki basis massa yang jelas di pesantren dan pedesaan. Ormas juga tak memiliki transparansi keuangan.  Kalau tidak, maka tidak jelas antara seseorang itu sebagai politisi atau pengusaha di partai. Sebab, banyak pengusaha yang merangkap pengurus parpol,” kata Indra.

Ferry berharap ada sanksi yang tegas bagi partai yang terbukti menggunakan uang korupsi APBN. Bahwa terjadinya politik uang itu berbarengan dengan tingkat ekonomi masyarakat yang masih tertinggal, itu yang mengakibatkan mereka pragmatis. “Inilah yang mengharuskan konstruksi keuangan partai itu harus lebih baik. Jika tidak, maka parpol dikuasai oleh pemodal. Mereka ini cukup sewa ‘perahu’ untuk menjadi pejabat negara di eksekutif maupun legislatif ,” tutur mantan politisi Golkar ini.

Sementara Hakam Naja mengatakan, tidak hanya menjadi politisi yang membutuhkan dana, tetapi juga dalam pemilihan ketua rukun tetangga (RT) saja butuh dana. Sehingga hal itu sudah menjadi budaya dalam perpolitikan Indonesia. “Jadi, bagi-bagi itu sebagai seuatu yang lumrah. Untuk itu, harus dirubah dengan melakukan ideologisasi politik, gagasan, program dan sebagainya. Sehingga kalau yang memimpin bangsa ini partai A, maka negara ini arahnya akan kemana itu jelas,” ujarnya.

Sebelumnya Ketua DPR RI Marzuki Alie menjelaskan jika anggaran untuk fraksi DPR tersebut digunakan untuk seminar-seminar di DPR. Fungsi utamanya untuk meningkatkan kinerja DPR. "Itu fasilitas dalam rangka peningkatan kinerja DPR. Itu fasilitas yang diberikan oleh Kesekjenan karena ada Dipa-nya dalam rangka kepentingan DPR. Jadi untuk semua kegiatan dan kepentingan di DPR ini," katanya.

Dalam catatan kordinator investigasi dan advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, misalnya, untuk jamuan rapat-rapat fraksi DPR sebesar Rp 2,5 miliar. Untuk jamuan tamu fraksi DPR sebesar Rp. 1,6 miliar, dan untuk seminar/diskusi/wokshop fraksi-fraksi sebesar Rp. 8,4 miliar.