Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perang Dagang AS-China Gerus Harga Sawit di Kuartal I 2019
Oleh : Redaksi
Kamis | 16-05-2019 | 14:16 WIB
Ilustrasi-Petani-Sawit1.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Industri kelapa sawit mewaspadai dampak berlarutnya perang dagang Amerika Serikat - China. Pasalnya, seteru dua perekonomian terbesar dunia ini berimbas pada pelemahan ekonomi global yang menyeret harga komoditas, termasuk minyak kelapa sawit.

"Begitu ada kelesuan di negara besar, dampaknya pada komoditas. Tahun ini, yang tadinya kami berharap (perang dagang reda), ternyata tensinya naik lagi," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Joko Supriyono di sela acara buka bersama dengan awak media di Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Joko mengungkapkan rata-rata harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada kuartal I 2019 berkisar US$520 - US$530 per ton. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu masih berkisar US$650 per ton.

Kendati demikian, volume ekspor minyak kelapa sawit secara keseluruhan membaik pada kuartal I 2019. Tercatat, volume ekspor minyak kelapa sawit secara keseluruhan (biodiesel, oleochemical, CPO dan produk turunannya) pada tiga bulan pertama 2019 mencapai 9,1 juta ton atau meningkat sekitar 16 persen dari periode yang sama tahun lalu, 7,84 juta ton.

Khusus Maret 2019, kinerja ekspor minyak sawit secara keseluruhan tumbuh 3 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 2,96 juta ton.

Perang dagang AS-China secara langsung berdampak pada perdagangan kedelai kedua negara. Imbasnya, stok kedelai di AS menumpuk dan menyebabkan harga komoditas minyak nabati turun. Ekspor minyak kelapa sawit ke AS pada Maret 2019 juga merosot 10 persen menjadi 62,53 ribu ton.

Sementara itu, perlambatan perekonomian global berimbas pada turunnya permintaan ekspor minyak sawit ke sejumlah negara. Salah satunya ekspor minyak kelapa sawit ke India yang merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia pada Maret 2019 merosot 62 persen dibandingkan Februari 2019 menjadi 194,41 ribu ton. Penurunan ekspor juga terjadi untuk negara tujuan Afrika 38 persen dan China sebesar 4 persen.

Selain itu, perlakuan Uni Eropa melalui kebijakan arah energi terbarukan II (RED II) yang melarang penggunaan biodiesel berbasis sawit juga berpengaruh terhadap kinerja ekspor. Tercatat, ekspor sawit ke Uni Eropa turun 2 persen menjadi 498,24 ribu ton.

Namun, permintaan ekspor sawit masih meningkat di sejumlah negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia.

Peningkatan volume ekspor diikuti dengan kenaikan produksi minyak kelapa sawit. Pada Maret 2019, produksi minyak sawit naik 11 persen secara bulanan dari 3,88 juta ton menjadi US$4,31 juta ton. Kenaikan produksi ini tergolong normal karena harga kerja yang lebih panjang dibandingkan Februari.

Posisi stok minyak kelapa sawit pada Maret 2019 tercatat 2,43 juta ton, turun 3 persen dibanding bulan sebelumnya.

Sumber: CNN Indonesia
Editor: Yudha