Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

7 Orderan Fiktif yang Dibuat Stenny Erick Rugikan PT Altrak 1978 Rp1 Miliar Lebih
Oleh : Nando Sirait
Kamis | 14-02-2019 | 08:40 WIB
saksi-penggelapan-1m.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum mengungkap bahwa terdakwa membuat orderan fiktif. (Foto: Nando Sirait)

BATAMTODAY.COM, Batam - Stenny Erick alias Stenny Erick Lumi, terdakwa penggelapan yang merugikan PT Altrak 1978 yang bergerak di bidang distributor alat berat dan servis alat berat sebesar Rp 1.009.427.670, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (14/2/2019).

Dalam persidangan, jaksa penuntut umum menghadirkan sejumlah saksi dari pihak PT ALTRAK 1978 Jakarta, PT Altrak 1978 Batam, dan juga perwakilan PT ASL Shipyard Batam.

Sebelumnya, persidangan terhadap terdakwa sendiri sudah dilaksanakan pada Kamis (07/02/2019) lalu. Namun persidangan terpaksa ditunda lantaran terdakwa menderita penyakit hernia. Terdakwa sendiri merupakan karyawan PT Altrak 1978 Batam sejak tanggal 1 April 2011, kemudian diangkat sebagai Customer Support Officer (CSO) sejak tanggal 1 April 2014.

Dari keterangan saksi, diketahui selama bekerja di PT ALTRAK 1978, terdakwa sudah sering melakukan usaha penggelapan, dengan membuat Purchase Order (PO) yang seolah-olah permintaan dari customer, lalu oleh terdakwa PO tersebut diserahkan kepada admin, kemudian oleh admin PO yang dibuat oleh terdakwa tersebut diproses transaksi penjualannya atau Part Sales Order (PSO).

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bari, Kepala Cabang PT Altrak 1978 yang berada di Medan, Sumatera Utara. Dari data yang telah melalui proses pengecekan, terdakwa dinyatakan telah 7 kali melakukan orderan fiktif yang menyebabkan kerugian hingga Rp1 miliar.

"Dari sistem perusahaan PO itu bisa dilakukan oleh CSO, dan dia (terdakwa) setelah dilakukan pengecekan sudah melakukan PO hingga 7 kali. Dari PO yang dibuat oleh terdakwa, beberapa perusahaan yang saya ingat tujuannya salah satunya adalah PT ASL Shipyard," ujarnya.

Hal senada juga dilontarkan oleh Produk Spesialis PT Altrak 1978, Jakarta, Haryo Tuwanggono Dewanto. Yang mengaku mencurigai adanya ketidakcocokan data dan jumlah produk di Gudang, saat sedang memberikan pelatihan mengenai sistem bagi karyawan PT Altrak Batam.

"Saat itu sebenarnya saya datang hanya untuk memberikan pelatihan, namun saat saya sedang mengecek kondisi gudang. Saya menemukan beberapa kejanggalan, yaitu kondisi beberapa produk kami yang berantakan, dan juga ada beberapa produk kami yang tidak ada sementara di sistem masih tercatat disimpan di gudang," paparnya.

Atas dasar tersebut, pihaknya langsung melaporkan temuan ini ke Kantor Pusat untuk kemudian dilakukan audit yang didampingi oleh saksi. Dari hasil audit, pihaknya juga telah melakukan klarifikasi ke beberapa perusahaan, yang namanya dicantumkan oleh terdakwa di dalam PO.

"Namun dari hasil penyelidikan, ternyata pesanan yang tercantum di dalam PO tidak ditemukan sama sekali di dalam perusahaan itu. Sementara itu, pembayaran juga sama sekali belum pernah dilakukan oleh pihak pengorder," lanjutnya.

Sementara saksi dari PT ASL Shipyard Batam, yang diduga sebagai salah satu perusahaan yang melakukan order barang terhadap PT Altrak 1978, mengaku tidak pernah melakuka order kepada terdakwa dari 7 PO fiktif tersebut. Bahkan, mereka juga sudah didatangi oleh tim auditor dati PT Altrak 1978.

"Dari orderan yang diserahkan ke kami, kami juga lakukan pengecekan di sistem. Karena semua orderan dan juga lain sebagainya, sudah pasti ada di sana. Tetapi kami sama sekali tidak menemukan hal itu di sistem. Saya rasa invoice yang diberikan ke kami adalah invoice fiktif," ujar Jenny Eng perwakilan dari PT ASL Shipyard Batam.

Saat ini, proses persidangan terhadap terdakwa, akan kembali dilakukan pada Senin (18/02/2019) mendatang. Selain itu, kuasa hukum terdakwa juga mengajukan permintaan kepada majelis hakim, agar terdakwa dapat menjalankan penangguhan penahanan karenakan penyakit hernia yang diderita oleh terdakwa.

Editor: Surya