Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

AJI Rilis Upah Layak Jurnalis di Batam Rp 4,24 Juta
Oleh : Surya
Kamis | 20-01-2011 | 17:57 WIB

Jakarta, Batamtoday - Kamis (20/1) ini,  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meluncurkan upah layak jurnalis 2011 secara serentak di 16 kota cabang AJI: Jakarta, Surabaya, Kediri, Semarang, Yogyakarta, Medan, Bandar Lampung, Pontianak, Batam, Pekanbaru, Makassar, Kendari, Palu, Denpasar, Kupang, dan Jayapura. Untuk upah jurnalis di Batam, AJI menetapkannya sebesar Rp 4,24 juta.

Peluncuran upah layak jurnalis secara serentak ini menjadi bagian dari kampanye perjuangan AJI dalam meningkatan profesionalisme jurnalis yang kerap terbentur dengan kesejahteraan yang tidak layak. ”Upah yang rendah bisa membuat jurnalis terjebak menjadi pragmatis, tidak independen dan rentan terhadap suap,” kata Nezar Patria, Ketua Umum AJI Indonesia.

Di kota-kota tersebut, mulai Desember 2010-pertengahan Januari 2011, AJI mensurvei standar upah layak jurnalis berdasarkan komponen dan harga kebutuhan hidup layak, dengan mengukur perubahan biaya hidup (living cost) seiring kenaikan harga barang di pasaran yang sesuai dengan kebutuhan seorang jurnalis. 

AJI menolak menggunakan standar Upah Minimum Kota (UMK) yang masih kerap digunakan perusahaan media sebagai patokan untuk menggaji jurnalisnya.

Sebab, kebutuhan pangan, sandang, papan, hingga aneka kebutuhan lain (transportasi, komunikasi, estetika, bacaan, rekreasi, hingga sosial kemasyarakatan), dimasukkan dalam komponen upah layak ini. AJI juga memasukkan komponen  laptop yang pembayarannya dicicil antara dua hingga tiga tahun.

Menurut AJI, komputer jinjing bukanlah barang mewah bagi jurnalis, melainkan kebutuhan riil jurnalis untuk menunjang kinerja di lapangan yang makin dituntut lebih cepat dalam menyajikan informasi.
AJI pun memasukkan tabungan 10 pesen yang diperoleh dari total upah layak jurnalis.

Berdasarkan hasil survei di setiap kota, upah layak yang mestinya diberikan kepada jurnalis muda yang baru diangkat menjadi karyawan tetap adalah Jakarta Rp 4. 748.919; Surabaya Rp 3.864.850; Kediri Rp 2.836.557, Semarang Rp 3.240.081; Yogyakarta Rp 3.147.980; Medan Rp 3.816.120; Bandar Lampung Rp 2.568.462; Pontianak Rp 3.526.600; Batam Rp 4.243.030; Pekanbaru Rp 3.604.700; Makassar Rp 4.037.226; Kendari Rp 2.972.000; Palu Rp 2.150.066; Denpasar Rp 3.894.583; Kupang Rp 3.929.228; dan Jayapura Rp 6.414.320.

Di kota-kota besar atau kota tertentu yang memiliki tingkat harga kebutuhan hidup tinggi, seperti Jakarta, Denpasar, Batam, Jayapura, dan Kupang, ditemukan angka upah layak yang semakin
tinggi.  

Di luar upah layak minimum ini, AJI meminta agar perusahaan media menerapkan sistem kenaikan upah
reguler dengan memperhitungkan angka inflasi, prestasi kerja, jabatan, dan masa kerja setiap jurnalis. ”Selain itu kami juga meminta perusahaan media memberikan sejumlah jaminan, seperti asuransi keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan sosial bagi keluarganya,”
kata Winuranto Adhi, Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia.

Berbanding terbalik dengan tuntutan upah layak, survei AJI di berbagai kota tersebut masih menemukan fakta yang sangat memprihatinkan. Ditemukan, masih ada media yang menggaji jurnalisnya di bawah angka UMK. Di Palu, misalnya, jurnalis di harian Media Alkhairaat dan mingguan Deadlinenews cuma mendapatkan gaji pokok Rp 500 ribu.

Di Medan, Sumatera Utara, jurnalis radio City FM dan Star News, juga hanya memperoleh upah Rp 500
ribu-Rp 700 ribu, bahkan ada yang diupah berdasarkan hitungan berita. Reporter Semarang TV, di Semarang Jawa Tengah juga bernasib sama, hanya bergaji Rp 700 ribu, tanpa mendapatkan tunjangan
transportasi dan komunikasi.

Sementara di Kediri Jawa Timur, KSTV memberikan upah jurnalis pada masa percobaan sebesar Rp 300 ribu, dan setelah diangkat sebagai karyawan, hanya bertambah menjadi Rp 500 ribu. Di Dhoho TV, upah
reporter berkisar Rp 400 ribu. Lalu, harian Memorandum memberi upah wartawan pada masa percobaan sebesar Rp 350 ribu, dan saat diangkat menjadi karyawan hanya terdongkrak  menjadi Rp 450 ribu. Di
Kupang, Nusa Tenggara Timur, harian Kota Kursor memberi upah Rp 650 ribu per bulan—di bawah nilai UMP NTT sebesar Rp 850 ribu. Di Papua, AJI malah menemukan ada wartawan yang bekerja tanpa mengetahui jika dirinya mempunyai hak cuti.

AJI memberikan apresiasi kepada media yang memberikan upah melebihi standar upah layak kepada jurnalisnya yang baru diangkat menjadi karyawan tetap, seperti harian Bisnis Indonesia (Rp 5 juta), The Jakarta Post (Rp 5,5 juta), dan Jakarta Globe (Rp 5,5 juta)