Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menko Darmin Gagal Paham soal Ex-Officio BP Batam

Rangkap Jabatan Wali Kota dan Kepala BP Batam Dinilai Langgar UU
Oleh : Irawan
Kamis | 20-12-2018 | 08:40 WIB
enny_indef.jpg Honda-Batam
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk meleburkan Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan Pemko Batam dan menjadikan Wali Kota Batam sebagai ex-officio Kepala BP Batam, jelas melanggar undang-undang dan menimpulkan polemik.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perekonomian di bawah pimpinan Menko Perekonomian Darmin Nasution itu tidak sejalan dengan cita-cita membangun Batam sebagai motor penggerak ekonomi nasional.

Hal itu bahkan diyakini dapat memperburuk iklim investasi di Batam, yang saat ini mengalami tren pertumbuhan setelah sebelumnya terpuruk. "Respons kami, berarti yang memutuskan itu gagal paham," kata Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi bertajuk 'Menakar Masa Depan Batam Pasca Pengalihan BP Batam' di Jakarta, Rabu (19/12/2018).

Enny menyarankan, pemerintah untuk meninjau kembali keputusan tersebut dan tetap mempertahankan BP Batam seperi semula, bukan menjadikan Wali Kota Batam sebagai ex-officio Kepala BP Batam. Hal ini lantaran kebijakan tersebut bertentangan dengan aturan yang berlaku.

Dia menyampaikan, jika Wali Kota Batam merangkap jabatan sebagai Kepala BP Batam, maka berpotensi melanggar UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda. Ini lantaran seorang kepala daerah tidak dibolehkan merangkap jabatan.

Dari perspektif anggaran, rangkap jabatan tersebut juga berpotensi memunculkan konflik kepentingan anggaran dan tata kelola pemerintahan pusat dan daerah.

Menurut Enny dengan adanya wacana tersebut, ketidakpastian semakin meningkat di Batam. Hal itu terkait dengan regulasi, lahan, dukungan infrastruktur, hingga kepastian insentif untuk investor.

"Investor yang menemui ketidakpastian tentu lebih memilih melakukan relokasi ke daerah lain. Terlebih ada negara tetangga yang menawarkan berbagai daya tarik dan kepastian berusaha," kata Enny.

Jika alasan pemerintah menerbitkan keputusan tersebut akibat dualisme kepemimpinan di Batam, menurut Enny, hal itu dapat diselesaikan dengan menerbirkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang hubungan kerja antara Pemko Batam dan BP Batam.

"Hal itu pun merupakan amanat dari UU nomor 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kota Batam. Tetapi, sudah bertahun-tahun PP ini tak kunjung selesai," kata Enny.

Jika aturan tersebut bisa diselesaikan, Enny menilai akan tercipta pembagian wilayah dan objek kerja antara Pemko Batam dan BP Batam.

"Misalnya, hal yang terkait dengan pemukiman dan pelayanan masyarakat diamanatkan ke Pemko, sementara tugas untuk menjalankan fungsi FTZ (Free Trade Zone) ke BP Batam," ujarnya.

Editor: Surya