Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Minta Pemerintah Revisi UU Tipikor, KPK Dinilai sudah Frustasi dalam Memberantas Korupsi
Oleh : Irawan
Kamis | 29-11-2018 | 09:04 WIB
fahri_garbi3.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah segera melakukan revisi UU Tipikor, agar cepat pemerintah bisa menerbitkan Perppu. Permintaan lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk merevisi UU Tipikor, disindir Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebagai bukti kegagalan KPK mengidentifikasi persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia.

"KPK lempar handuk. Ibarat dokter yang gagal mendiagnosa penyakit seorang pasien," cetus Fahri di Jakarta, Rabu (28/11/2018).

Hemat dia, pemberantasan korupsi dikembalikan kepada penegak hukum inti, yakni kepolisian dan kejaksaan. Atau Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) sebagaimana permintaan KPK.

"Siapkan saja Perppu-nya, begitu pemerintah nanti sesuai dengan keinginan KPK, pada 100 hari pertama para capres harus berani membuat Perppu paket pemberantasan korupsi yang hasilnya lebih nyata," kata Fahri.

Karena itu, operasi tangkap tangan (OTT) selama ini dinilai sebagai bentuk frustrasi dalam memberantas tindak kejahatan korupsi di tanah air.

Fahri mengatakan, pemberantasan korupsi dilakukan melalui sistem yang benar, bukan malah memperbanyak OTT. Sebab, pemberantasan korupsi dapat dikatakan sukses, bukan karena maraknya OTT yang dilakukan KPK.

"Pernyataan Agus bahwa KPK bisa membuat OTT setiap hari dan orang yang kena OTT disebut sebagai orang apes itu sebenarnya membenarkan apa yang saya duga bahwa yang dilakukan KPK itu bukan penegakkan hukum. Yang dilakukan oleh KPK itu adalah sebuah operasi intelijen untuk mengintip peredaran uang," kata Fahri.

Sehingga, kata Fahri, KPK tampak terlihat frustrasi. Mengingat, hingga saat ini KPK tidak dapat mengidentifikasi pencegahan kasus korupsi melalui sistem yang benar.

"Pernyataan Agus Rahardjo yang mengatakan setiap hari bisa OTT, itu sebenarnya menandakan frustrasi," tegasnya.

Fahri menjelaskan, dalam katagori korupsi lama itu terkait kerugian negara. Sementara, penindakan yang dilakukan KPK saat ini sudah tidak dapat dikatagorikan sebagai kerugian negara.

"Tetapi ini pengalihan dari ketidakmampuan mengungkap kerugian negara lalu KPK mengintip motif dari orang-orang yang katakanlah menerima ucapan terima kasih, gratifikasi, dan sebagainya itu biasanya dilakukan setelah perkaranya selesai dan dalam katagori lama itu sebenarnya perkara etik," jelasnya.

Atas dasar itu, Fahri mencurigai modus dari korupsi itu dibikin banyak dengan cara OTT. Hal itu, lanjut Fahri, bertujuan agar ada alasan bagi KPK tampak sibuk dan terus melakukan kegiatan dengan menghabiskan APBN hingga puluhan triliun sejak lembaga itu didirikan.

"Karena itulah kalau kita jujur mengatakan, frustrasi di ujung KPK sekarang ini karena gagal mengidentifikasi sebenarnya bagaimana korupsi bisa ditangani sebuah sistem," tegas Fahri.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, revisi UU Tipikor harus segera dilakukan dalam waktu dekat.

"KPK ingin pemerintahan yang tak lama lagi ini, kan habis itu Pemilu dan kita ngga tahu pemerintahannya siapa tidak lama lagi, bila mau meninggalkan landasan yang lebih baik untuk pemberantasan korupsi itu revisi UU Tipikor-nya, kalau memungkinkan," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/11/2018).

Namun untuk mempercepat revisi, menurut Agus, Presiden Jokowi bisa menerbitkan Peppu. Sebab pembuatan Perppu relatif lebih cepat dibandingkan melalui Prolegnas DPR.

"Kalau itu (membuat Perppu) bisa jalan kan relatif cepat. Nanti DPR tinggal melihat mengesahkan atau tidak. Nah Perppu-nya harus kita siapkan dengan baik," kata Agus.

Editor: Surya