Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perselisihan Hubungan Industrial

Drydocks World Belum Pastikan Pembayaran
Oleh : Andri Arianto
Rabu | 19-01-2011 | 13:41 WIB
Drydock_Pertama.JPG Honda-Batam

Drydocks Pertama - Suasana di perusahaan internasional PT. Drydocks World unit Pertama di Tanjung Uncang.

Batam, batamtoday  - Direktur PT. Drydocks World, Alan menjelaskan permasalahan keterlambatan perusahaan membayar biaya jasa rekanan jasa tenaga kerja produksi maupun jasa konstruksi total senilai Rp 23 miliar. Dia beralasan kondisi pengelolaan keuangan perusahaan berskala internasional saat ini tengah menurun.

“Kami menggunakan konsultan untuk menangani itu,” kata Alan di ruang serbaguna, Gedung DPRD Kota Batam, Rabu 19 Januari 2011.

Dikatakannya, pihak manajemen kehilangan pengawasan efektif terhadap pengelolaan keuangan. Untuk itu, pihaknya berharap permasalahan keuangan ini dapat segera terselesaikan dengan adanya suntikan dana segar dari Bank.

Dia memastikan bagi rekanan kerja perusahaan PT. Drydocks Wolrd baik unit Pertama, Nanindah Shipyard maupun  Graha yang masih belum mendapatkan hak pembayaran penuh atas pekerjaan yang telah diselesaikan 100 persen, akan segera direalisasikan setelah adanya pencairan dari pihak Bank.

“Bagi pekerjaan yang habis terakhir pada masa 5 Desember 2010, akan segera kami proses invoicesnya,” kata Alan memastikan.

Riki Indrakari, Ketua Komisi IV yang membidangi masalah ketenaga-kerjaan meminta kepada perusahaan agar tidak menganggap kecil permasalahan tersebut. Pasalnya, PT. Drydocks memiliki catatan hitam dalam hal pelayanan hak-hak ketenaga-kerjaan yang berbuntut demo anarkis pada bulan Mei 2010 lalu. DPRD, lanjut Riki sangat tidak menginginkan hal itu terjadi lagi di Batam.

“Perusahaan yang berkepentingan untuk menjaga suasana Batam tetap kondusif,” katanya menegaskan.

Selain itu, Riki juga menyarankan kepada para rekanan yang merasa dirugikan oleh pihak perusahaan utama yakni PT. Drydocks Wolrd agar sebaiknya menempuh jalur hukum perselisihan hubungan industrial (PHI).

Dengan begitu, dasar hak dan kewajiban yang harus sama-sama dipenuhi pun dapat terinvetarisis secara persuasif. Sepengetahuannya, jika sudah ada satu putusan dari PHI, bagi pihak-pihak yang berkewajiban memenuhi ketentuan putusan, maka kekhawatiran perusahaan utama akan kabur dari Batam tidak ada lagi.

"Kita minta agar kejadian dulu tidak terulang lagi," katanya berharap