Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Jaksa Pemeras

Komisi III DPR akan Pertanyakan ke Jaksa Agung saat Rapat Kerja
Oleh : surya
Rabu | 08-02-2012 | 11:57 WIB

JAKARTA, batamtoday-Komisi III DPR akan mempertanyakan kasus pemerasan yang dilakukan Jaksa Jufrizal terhadap pegawai dan konsultan proyek Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Batam, Suratno dan Ali Akbar sebesar Rp 200 juta kepada Jaksa Agung Basrif Arief saat Rapat Kerja di DPR pekan depan.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi III Ahmad Yani (F-PPP) di Jakarta, Rabu (8/2/2012). "Kita akan pertanyakan ke Jaksa Agung, apa haknya Kejaksaan Tinggi bela Jaksa Jufrizal. Dia terbukti tertangkap tangan melakukan pemerasan," kata Yani.

Yani meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) Adi Toegarisman tidak melindungi Jaksa Jufrizal. Tindakan Kejati Kepri melindungi Jaksa Jufrizal, makin mencoreng institusi Kejaksaan. Seharusnya Jaksa Jufrizal diberikan sanksi kedisiplinan dan terbukti melakukan tindakan pidana.

"Yang benar saja dibela, harusnya jaksa nakal (Jufrizal) itu dipecat, bukan justru dibela dan dilindungi. Jangan-jangan bagian dari komplotannya," kata politisi PPP ini.

Ia berharap Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (JAMWAS) Marwan Effendi memeriksa Kepala Kejati Kepri Adi Toegarisman, terkait laporannya ke Kejaksaan Agung yang menyatakan Jaksa Jufrizal tidak melakukan pemerasan, dan sedang melakukan tugas melakukan pengumpulan data kasus korupsi.

"JAMWAS selama ini begitu ketat mengawasi jaksa nakal, dan sudah banyak yang dikenai tindakan. Kita minta Kejati ditegur, kalau perlu diganti saja, sudah tidak benar itu," katanya.

Sementara terkait pengambil-alihan pemeriksaan Jaksa Jufrizal dari Polda Kepri ke Kejati Kepri, Yani menegaskan, Kejati tidak memiliki kewenangan melakukan pengambil alihan pemeriksaan. Kewenangan pemeriksaan terhadap Jaksa Jufrizal, adalah kewenangan Polda Kepri karena tindakan pidana pemerasan.

"Ini wilayah polisi, tidak ada kewenangan kejaksaan tinggi mengambil alih pemeriksaan kecuali kalau polisi sudah melimpahkan berkas perkaranya. Saya kira Kejati perlu baca KUHAP karena secara hukum pidana tidak dibenarkan," kata Anggota Komisi Hukum DPR ini.