Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tim Dokter Riset Unpad Temukan Cara Baru Obati TB Meningitis
Oleh : Redaksi
Senin | 27-08-2018 | 12:41 WIB
unpad1.jpg Honda-Batam
Universitas Padjajaran Bandung.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Tim dokter ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung menemukan metode baru pengobatan penyakit TB Meningitis.

Metodenya ialah dengan meningkatkan dosis obat kaplet rifampisin hingga tiga kali lipat. Cara ini diklaim aman bagi pasien. Penelitian yang dirintis sejak 2010 itu mencuri perhatian dunia.

Riset metode pengobatan itu kini sampai di fase ketiga untuk uji klinis di Indonesia, Afrika Selatan, dan Uganda, dengan kolaborasi saintis dari Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris. Riset tahap akhir bersama peneliti dari konsorsium peneliti tuberkulosis internasional ini akan dibiayai penuh oleh Medical Research Council (MRC) di Inggris.

Riset gagasan Rovina Ruslami itu melibatkan kolega alumni Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran sekaligus dokter di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai tim inti. Mereka adalah dokter spesialis saraf Ahmad Rizal Ganiem, serta dokter spesialis penyakit dalam Bachti Alisjahbana yang mengajaknya untuk meneliti pengobatan tuberkulosis.

Tuberkulosis meningitis merupakan ragam dari penyakit tuberkulosis akibat serangan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Riset itu dirintis setelah Rovina meraih gelar Doktor Filsafat (PhD) di Radbound University Medical Center, Nijmegen Belanda pada 2009.

Di Indonesia, kata lulusan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Unpad 2001 itu, jumlah penderita TB selama ini belum ada catatan resminya dari pemerintah. Diperkirakan berjumlah satu persen dari total kasus global, atau berkisar 90-100 ribu orang.

TB meningitis merupakan penyakit tuberkulosis yang terberat dengan angka kematian dan kecacatan pada 50 persen pasien. Sejauh ini tidak ada pengobatan khusus berdasarkan penelitian, melainkan ikut dengan TB paru, termasuk jenis, dosis obat, dan lamanya pengobatan. Obat yang digunakan bernama rifampisin.

Padahal kata Rovina, organ tubuh yang diserang berbeda. Karakter farmakologi rifampisin memperlihatkan hanya 10 persen dari obat di dalam darah yang dapat mencapai lokasi infeksi di otak.

"Rifampisin sifatnya sukar menembus selaput pembungkus otak, kalau paru bisa 100 persen tembus," kata dia, akhir pekan lalu. Karena itu, dengan cara biasa, TB meningitis selama ini sulit disembuhkan pun diagnosis gejalanya karena mirip penyakit umum seperti sakit kepala dan demam.

Memakai rifampisin kaplet yang jadi obat utama untuk penyembuhan tuberkulosis di Indonesia, Rovina dan tim peneliti mencoba menaikkan dosis secara bertahap dan hati-hati kepada sampel 60 pasien. Dosis standard 450 miligram ditambah jadi 600 miligram per hari. Hasilnya, cara injeksi dengan rifampisin 600 miligram terbukti mampu menekan kematian setengahnya dari pengobatan biasa.

Walaupun menjanjikan, tim peneliti tetap harus memikirkan alternatif pengganti rifampisin injeksi yang nihil di Indonesia pada riset tahap kedua. Tim hanya menggunakan obat rifampisin kaplet lalu menaikkan dosisnya secara bertahap ke sampel pasien yang berjumlah 30 orang via oral. Secara hati-hati, kata Rovina, dosis awalnya dinaikkan dua kali lipat atau 900 miligram per hari.

Pada riset ketiga yang didanai oleh hibah penelitian dari program PEER Health (USAID-NAS) Amerika Serikat dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, tim menaikkan dosis tiga kali lipat atau 1350 miligram per hari.

"Hasilnya tetap tidak ada perbedaan kejadian efek samping, dan terdapat adanya tren penurunan kematian," kata Rovina. Hasil riset terbaru itu yang tengah disiapkan diuji di dua negara lain.

Sumber: Tempo.co
Editor: Yudha