Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Direktur PT SIS Laporkan Mantan Komisaris dan Likuidator Atas Penipuan dan Penjualan Aset
Oleh : Nando Sirait
Jum\'at | 03-08-2018 | 13:52 WIB
bali-dalo1.jpg Honda-Batam
Bali dalo didampingi dua kuasa hukum dari pemengag saham PT Sintai Industri Shipyard. (Foto: Nando)

BATAMTODAY.COM, Batam - Direktur PT Sintai Industry Shipyard (SIS) Batam Bali Dalo melaporkan Etha Juna Siby yang merupakan mantan Komisaris PT SIS Batam ke Polda Kepri dengan tuduhan pemalsuan surat dan memberikan keterangan akta palsu.

Bali Dalo menuturkan, perusahaan tersebut dibentuk pada tahun 1995. Seiring berjalannya waktu, PT yang bergerak di bidang shipyard berjalan dengan baik. Namun sejak Desember 2008 terjadilah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dengan susunan Direksi Hendarto Achmad, Cheng Yong Chien, Wulan Ariyati, Mohammad Salim Siregar, Ichwan Siregar, dan Raden Tusrin sebagai para pemegang saham. "Dalam RUPS tersebut para pemegang saham sudah mencopot jabatan Etha Juna Siby sebagai Komisaris Perusahaan," ujarnya, Kamis (02/08/2018) malam.

Kemudian di tahun 2013, para pemegang saham PT SIS kembali menggelar RUPS Luar Biasa (RUPSLB). Dengan pemegang saham baru. Dengan komposisi Direktur Utama Cheng Yong Chien, Direktur Bali Dalo, Komisaris Utama Wulan Ariyati, dan Komisaris Raden Tusrin.

"Ada beberapa alasan yang mendasar hingga kami melaporkan Etha Juna Siby. Pertama, putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3042/K/PDT/2013 yang menyatakan bahwa Etha Juna Siby bukan lagi komisaris PT SIS. Kedua, menggunakan keterangan palsu sebagai landasan melikuidasi PT SIS," lanjutnya.

Setelah terjadinya perubahan komposisi pemegang saham tersebut, Etha Juna Siby yang notabenenya bukan komisaris lagi menurut Bali Dalo mengajukan pembubaran PT SIS ke Pengadilan Negeri Batam.

Dengan adanya pengajuan yang dilakukan oleh mantan Komisaris perusahaan tersebut, Bali menduga adanya permainan yang dilakukan oleh oknum Pengadilan Negeri Batam yang mengabulkan permohonan. Dan memerintahkan tiga likuidator yang bertugas untuk pengurusan dan pemberesan seluruh aset PT SIS.

"Saat itu, Hakim Merrywati menunjuk Abdul Kadir, Edison P Saragih, Sahaya Simbolon sebagai likuidator," tambah Bali Dalo.

Setalah amar putusan dibacakan pada perkara ini, Ketua Mejelis Hakim yang memutus Merrywati dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) di Jakarta oleh Bali Dalo dkk. Karena dinilai putusan subyektif, tidak fair dan cenderung tidak mempertimbangkan fakta persidangan.

Dalam perjalanannya, komposisi pemegang saham semula tidak terima putusan tersebut. Dan melakukan upaya banding pada Pengadilan Tinggi Pekanbaru Riau. Dan hasilnya, putusan Pengadilan Negeri Batam 529/Pdt.P/2013/PN.BTM dikuatkan. Artinya, permohonan pembubaran PT SIS masih dimenangkan oleh Etha Juna Siby.

Lanjutnya, terhadap putusan hakim PT yang dinilai tidak fair, para pemegang saham itu tak tinggal diam, terhadap putusan banding Pengadilan Tinggi Pekanbaru Riau para pemegang saham dengan komposisi semula melakukan upaya hukum kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) RI.

"Akhirnya seluruh permohonan Etha Juna Siby yang semula dimenangkan dibatalkan. Karena tidak berkekuatan hukum. Dan seluruh putusan PN Batam dan PT Pekanbaru dalam gugatan yang dimaksud dibatalkan," paparnya.

Selain itu, pengacara dari dua pemengang saham PT Sintai Industri Shipyard juga menyatakan akan melaporkan ketiga likuidator yang sebelumnya telah ditunjuk oleh Pengadilan Negeri Batam. Pelaporan ketiga likuidator ini sendiri, akan dilakukan terkait dengan penjualan aset perusahaan berupa lahan dan juga kendaraan operasional.

"Kami laporkan juga dalam waktu dekat ke Polda Kepri saudara Abdul Kadir, Edison P Saragih, Sahaya Simbolon sebagai likuidator. Karena bagaimana pun, sebagai likuidator harus bertanggung jawab atas aset perusahaan yang telah dijual," ujar Kuasa Hukum pemengang saham, Berman Sitompul.

Berman Sitompul menilai, ketiga likuidator tersebut terlalu terburu-buru menjual aset PT SIS yang belakangan diketahui dijual kepada PT PT Maritim Cahaya Indonesia pada 2015 lalu. "Tidak boleh dilikuidasi begitu saja. Kan masih ada upaya hukum. Ini kan bentuk perbuatan melawan hukum (PMH)," tambahnya.

Editor: Yudha