MEA 2015, Peluang dan Tantangan yang Harus Dihadapi Buruh
Oleh : Ahmad Rohmadi
Rabu | 16-09-2015 | 18:45 WIB
MEA 2015.jpg

BATAMTODAY.COM, Batam - Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akhir-akhir ini sudah didengungkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, tinggal menunggu hari untuk dimulainya. Apakah akan menjadi peluang dalam meningkatkan kesejahteraan hidup ataupun malah sebaliknya menjadi bencana besar bagi para pekerja lokal?

Kota Batam yang dikenal dengan kota industrinya juga tidak bisa lagi mengelak, baik pekerja atau pengusaha harus menghadapi dampak dari kebijakan yang telah disepakati pemerintah pusat dengan negara-negara di ASEAN tersebut. 

Sebuah peluang pasti tidak akan mudah didapat begitu saja dan tentunya ada sebuah tantangan yang harus bisa dilewati untuh meraihnya. Meskipun Pemerintah optimis MEA akan menjadi peluang bagi masyarakat khususnya buruh, tapi rupanya tidak sedikit para buruh sendiri pesimis dan berasumsi bahwa MEA akan menjadi bencana besar bagi Indonesia.

Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan mengaku sama sekali tidak khawatir dalam menghadapi MEA meskipun banyak kabar bahwa Batam akan menjadi salah satu kota tujuan dari serbuan pekerja asing.

"Saya kira tidak akan terlalu banyak, karena masih banyak negara ASEAN yang upahnya di atas dari kita," kata Wali Kota Batam dua periode tersebut.

Maka itu ia katakan pihaknya sebenarnya sama sekali tidak ada kekhawatiran. Sedangkan terkait ketakutan para buruh menurutnya hal yang sangat wajar karena menurutnya belum terbiasanya untuk bersaing meskipun banyak buruh di Batam sendiri sudah memiliki kemampuan khusus dibidang tertentu.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Zarefriadi juga sangat optimis bahwa pekerja lokal khususnya di Batam akan mampu meraih peluang lapangan pekerjaan yang lebih baik. Ia menjelaskan bahwa MEA yang akan dimulai pada 31 Desember 2015 nanti akan banyak memberikan peluang bagi para pekerja itu sendiri.

Namun, ia akui disisi lain memang persaingan akan meningkat karena akan diserang oleh pekerja-pekerja asing yang masuk ke Indonesia. Tapi ia tetap yakin bahwa para pekerja lokal mempunyai kemampuan dan skill yang tidak kalah dengan para pekerja asing tersebut.

"Saya yakin kok, orang kita mempunyai skill. Karena belum diasah dan belum biasa untuk bersaing saja," kata Zarefriadi, Rabu (3/6/2015).

Untuk menunjang kopetensi para buruh di Batam, Zarefriadi katakan bahwa pihaknya terus berupaya mengadakan pelatihan bagi para buruh sendiri maupun bagi para pencari pekerja. Ia juga menyampaikan pesan kepada para buruh untuk tidak banyak mengeluh serta selalu berfikir optimis dan tidak takut dalam menghadapi MEA 2015, begitu juga dalam mendapatkan sertifikasi kompetensi.

"Jangan pernah berpikir susah untuk mendapatkan setifikat kopetensi. Ikuti prosedurnya dan datang ke tempat sertifikasi dan uji di situ" jelasnya.

Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam Riky Indrakari yang berpendapat bahwa MEA sebenarnya sebuah potensi yang harus dimanfaatkan dan disambut dengan baik oleh semua kalangan baik buruh maupun pengusaha.

Maka itu ia tekankan kepada masyarakat ataupun buruh agar menyiapkan diri dengan sebaik mungkin, pasalnya jika tidak MEA itu akan menjadi bencana besardinegeri sendiri.

"Kalau kita hanya menjadi pemakai berarti kita gagal. Saya kira pemerintah tidak menyiapkan apa-apa tapi kita yang harus segera menyadari bahwa MEA itu potensi," kata Riky, Selasa (23/6/2015).

Karena itu, sebagai upaya membantu para buruh pihaknya sedang mengajukan kepada pemerintah pusat agar Batam bisa dijadikan sebagai pusat pelatihan kerja. Hal itu menurutnya sebagai salah satu langkah untuk mempermudah para buruh dalam mengembangkan kopetensinya.

Selain itu juga menurutnya bisa digunakan untuk memberikan pelatihan-pelatihan bagi calon Tenaga kerja indonesia (TKI) ilegal yang selama ini banyak diberangkatkan dari pelabuhan tikus Batam.

"Nantinya akan diperketat pintu keluar TKI itu, dan akan diberikan pelatihan di Batam. Kalau tidak mau langsung saja dipulangkan," katanya.

Sedangkan di kalangan buruh, Sekretaris Konsulat Cabang (KC) FSPMI Kota Batam, Suprapto mengatakan MEA akan menjadi tantangan besar bagi buruh. Pasalnya dalam MEA 2015 tersebut akan dibutuhkan sebuah sertifikat yang menunjukan bahwa seseorang itu mempunyai keahlian khusus.

Dan untuk mendapatkan sebuah sertifikat itu, ia katakan sampai saat ini buruh masih mengalami kesulitan. Disamping biaya yang cukup mahal tetapi juga minimnya badan yang sudah dibentuk atau ditentukan oleh pemerintah yang bisa mengeluarkan sertifikat.

"LPK bisa saja mengadakan pelatihan-pelatihan tetapi yang mengeluarkan sertifikasi atau kopetensi itu kan tidak sembarangan. Tetapi badan yang sudah dibentuk atau ditentukan oleh pemerintah. Dan di Batam ada berapa sih?," tanya Suprapto.

Untuk biaya ia katakan pemerintah harus mendorong agar biaya pelatihan tersebut murah karena menurutnya jika hal itu tidak didorong, karyawan atau buruh harus mengeluarkan dana ekstra untuk bisa mendapatkan sertifikat.

"Bayangkan, estimasi untuk biaya sertifikasi kopetensi K3 bisa mencapai enam sampai sembilan juta, sedangkan untuk ahli K3 bisa mencapai Rp 11 juta. Dengan gaji yang pas-pasan apakah iya semuanya harus ditanggung kita," terangnya.

Panglima Garda Metal Batam tersebut menilai bahwa sebenarnya pemerintah belumlah siap untuk menghadapi MEA yang akan bergulir pada Desember tersebut. Selain masalah ketenagakerjaan ia juga menilai pemerintah belum siap dibidang perdagangan, bidang jasa dan distribusi.

Karena itu ia sampaikan seharusnya pemerintah harus menyiapkan aturan terlebih dahulu sebelum menyepakati sebuah kebijakan, maksudnya ia jelaskan adalah MEA tidak membuka kebebasan disemua sektor. Artinya MEA tersebut adalah bebas tetapi tetap dengan aturan. 

"Contohnya, bagaimana kalau ada orang mendirikan perusahaan di sini dengan membawa tenaga kerja dari luar, apakah kita sebagai tuan rumah harus menjadi penonton?," tanyanya

Karena ia yakin bahwa Indonesia akan tetap menjadi tujuan bagi investor-investor luar dibandingkan dengan negara-negara asean lainya seperti Malaysia Singapura, Thailand meskipun upah dinegara tetangga seperti Kamboja, Miyanmar dan Vietnam lebih murah.

"Kita boleh ngomong globalisasi tidak bisa dibendung, tetapi MEA ini harus menjadi tantangan Pemerintah untuk melindungi masyarakatnya atau memberdayakan masyarakat. Karena MEA ini kan seakan di gaungkan tetapi tidak disosialisasikan dengan bagus kepada masyarakat," kata dia.

Di kalangan pengusaha, Ketua  Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau (Kepri), Cahya, mengatakan persaingan di ASEAN akan terbuka lebar ketika Masyarakat Ekonomi ASEN (MEA) diterapkan. Tidak hanya kalangan buruh, tetapi pengusaha lokal juga harus siap menerima kedatangan pengusaha-pengusaha asing masuk ke Indonesia.

Namun menurutnya, MEA tersebut juga memberikan kesempatan yang sama antara pengusaha Indonesia untuk bersaing dengan pengusaha asing yang masuk ke Batam. "Ya, intinya kita yang harus menyerang, jangan sampai kita yang diserang oleh mereka," kata Cahya, Rabu (8/7/2015).

Karena itu ia berharap pemerintah bisa mendukung para pengusaha lokal agar para pengusaha di Batam khususnya bisa berkompetitif dengan para pengusaha di ASEAN. Jika tidak bisa, maka akan terisolir oleh kedatangan para pengusaha asing tersebut.

Kekhawatiran untuk hal itu Cahya akui ada. Pasalnya di Indonesia sendiri ia katakan masih banyak "gangguan" dan juga kurang kompak untuk menghadapi kedatangan MEA tersebut. "Di intern kita memang masih banyak kepentingan A, B, C, D, E yang membuat kita kurang kompak," akunya.

Ia juga mengatakan, MEA 2015 tersebut tidak akan bisa dicegah lagi. Artinya, mau tak mau atau suka tidak suka wajib harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia karena sudah diputuskan oleh pemerintah.

Maka itu, infrastruktur dan juga tenaga kerja menurutnya harus diperkuat agar Indonesia tidak kalah bersaing dengan negara ASEAN lainnya.

Editor: Dodo