Taba Iskandar Sebut Gugatan Uba Ingan di PTUN Tanjungpinang Tak Punya Dasar Hukum
Oleh : Hendra
Kamis | 09-01-2020 | 18:52 WIB
taba-uba.jpg
Anggota DPRD Kepri dari Fraksi Golkar, Taba Iskandar. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - Taba Iskandar, anggota DPRD Kepri dari Fraksi Golkar menilai gugatan yang diajukan Uba Ingan Sigalingging (Fraksi Harapan) di PTUN Tanjungpinang dalam perkara nomor 29/G/2019/PTUN.TPI, tak punya dasar hukum.

Hal ini disampaikan Taba Iskandar, usai menyampaikan keterangan sebagai calon pihak ketiga dalam perkara yang disidangkan, Kamis (9/1/2020). Dalam kesempatan itu, Taba Iskandar bersama 4 anggota dewan lainnya yakni Asmin Patros (Golkar), Sahat Sianturi, Saproni (PDIP) dan Sahmadin Sinaga (NasDem) memilih menjadi tergugat intervensi.

"Saya jelaskan, pertama yang dia (Uba) gugat itukan soal SK-AKD, komposisi personalia alat kelengkapan komisi. Kenapa dia gugat? Alasannya (gugatan) tidak ada dasar hukum," ujar Taba, Kamis (9/1/2020) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang, Sekupang, Batam.

Sementara itu, adanya Surat Keputusan Alat Kelengkapan Dewan (SK-AKD) ini dia sebutkan tidak terbentuk dengan sendirinya, karena pada tanggal 8 Oktober 2019 para fraksi telah berkonsultasi ke Kementrian Dalam Negeri, di dalamnya termasuk Fraksi Uba (Harapan).

"Pada waktu bersamaan saya ini adalah Ketua Pansus tatib DPRD, dan tatib itu belum selesai. Saat itu Onward Siahaan bertanya kepada Kementrian Dalam Negeri, kami (DPRD Kepri) belum ada tatib karena belum selesai tetapi AKD harus segera dibentuk. Karena, kalau tidak dibentuk tidak bisa bekerja, karena akan ada pembahasan APBD dan segala macamanya," terang Taba.

Masih Taba, saat itu Kementrian Dalam Negeri menanggapi bahwa hal ini bisa saja asalkan dibuat kesepakatan bersama memberlakukan tata tertib yang lama. Dari awal itu semuanya telah sepakat.

"Jadi selepas dari Kementrian Dalam Negeri, maka diadakanlah rapat pada tanggal 10 Oktober 2019," ujarnya.

"Seluruh fraksi bersama pimpinan DPRD Provinsi dan saya selaku Ketua Pansus hadir, dan Onward kembali mengusulkan memberlakukan tata tertib yang lama karena yang baru belum ada. Untuk memperkuat itu maka dilakukanlah rapat Paripurna pada tanggal 14 Oktober. Pada hari itu rapat Paripurna diadakan untuk melegitimasi tata tertib menyakut pembentukan alat kelengkapan DPRD," sambungnya.

"Di situlah (saat itu) mereka (Fraksi Uba) melakukan interupsi dan walk out (tidak setuju). Artinya ini menunjukkan mereka tidak konsisten dengan kesepakatan awal kan?" kata dia, lagi.

Taba menjelaskan, pada dasarnya tidak ada masalah akan tindakan (walk out) di DPRD, (karena) DPRD itu lembaga politik. Sepakat di awal terus tidak sepakat di akhir itu tidak ada masalah.

"Jadi mereka tidak sepakat dan melakukan walk out, perihal ketidaksetujuan akan tatib (lama) tersebutlah yang dijadikan dasar hukum pembentukan AKD oleh Uba," terangnya.

Yang keluar saat walk out itu adalah fraksi yang sama dengan Uba, dalam fraksi ini ada 5 orang ditambah Yudi Kurnain menjadi 6 orang.

Dari 45 di legislatif provinsi ini dan keluar 6 saat Paripurna maka jadinya tinggal 39 orang. Sisa 39 orang ini lebih dari korum untuk mengesahkan sebuah keputusan.

"Maka keputusan pun diambil dan rapat pembentukan AKD turut dilangsungkan hingga terbentuklah kepengurusan komisi dan keluarnya SK kepengurusan," ucapnya.

"Nah, Uba menggugat hal itu? Kenapa menggugat? Kan dalam hal ini telah kalah voting (korum). Dalam hukum sah korum. Nah hal di balik ini saya tidak ingin terlalu jauh, karena inikan persoalan komposisi jadi kalau tidak suka ya sah-sah saja. Inikan soal kompromi, tidak sharing power, atau dalam istilah lain tidak dapat posisi, jadi ya wajar-wajar sajalah," tutupnya.

Editor: Gokli