Survei Penelaian Integritas KPK 2017

Pemprov Kepri Peringkat Wahid Aparatur Penerima Suap dan Salah Gunakan Wewenang
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 22-11-2018 | 19:41 WIB
SPI-KPK.jpg
Survei Penilaiaan Intergritas (SPI) KPK. (Ist)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Direktorat Penelitiaan dan Pengambangan Kedeputiaan bidang pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Penilaian Intergritas (SPI) yang dilakukan pada 2017 lalu.

Dari hasil survei yang dilakukan pada 36 kementeriaan/lembaga dan pemerintah daerah, Pemprov Kepri menempati urutan ke-3 dari 10 Pemrov yang aparaturnya terbanyak menerima suap dan gratifikasi. Provinsi Kepri juga menempati peringkat pertama kecenderungan pimpinan/atasan di daerahnya menyalahgunakan wewenang.

"Provinsi Kepri merupakan provinsi tertinggi yang atasan dan Kepala daerah-nya menyalahgunakan wewenang, dengan poin 13 persen dari total responden," begitu hasil SPI-KPK yang diterima BATAMTODAY.COM dan telah disampaiakan dalam acara sosialisasi program Penilaian Integritas di 36 kementeriaan/lembaga dan pemerintah daerah pada Rabu (21/11/2018).

Sedangkan posisi pertama dari hasil SPI-KPK itu, terhadap suap dan gratifikasi adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan poin 18 persen. Disusul Pemerintah Bengkulu dengan point 15 persen dan Provinsi Kepri diurutan ke-3 dengan poin sama 15 persen.

Survei SPI-KPK ini dilakukan dengan mengambil sampel aparatur di internal lembaga dan Pemerintahan Daerah, serta responden di luar lembaga dan pemerintahaan, yang 17,61 persen responden diinternal pemerintahan mengatakan, "Pernah mendengar/melihat keberadaan calo muncul di semua lembaga."

Selain itu, 20,11 persen responden internal pemerintahan mengatakan, "Mendengar dan melihat praktek nepotiseme dalam penerimaan pegawai."

Selanjutnya, 3 dari 10 responden pengguna layanan yang disurvei menyatakan, "Melihat dan mendengar pegawai menerima suap dan gratifikasi."

Survei lain mengenai suap jabatan dalam promosi, sebanyak 4,08 persen responden internal pemerintahan dan lembaga menyatakan, "Pernah mendengar dan melihat keberadaan suap dalam kebijakan promosi yang dilakukan pejabat dan pimpinan Kepala Daerah."

Kemududian, sebanyak 30 persen responden internal mengatakan, "Suap dan gratifikasi mempengaruhi kebijakan seorang aparatur dalam sebuah lembaga Pemerintahan Daerah."

Sementara diukur dari sistim anti korupsi aparatur di lembaga dan pemerintah, 2 dari 10 responden pengguna layanan cenderung mengatakan, "Pengawai aparatur yang melakukan korupsi akan mendapat hukuman." Sementara 2 dari 10 responden internal pegawai yang melaporkan praktek korupsi di unit kerjanya dikucilkan dan diberi sanksi serta karirinya dihambat.

Dari hasil SPI-KPK juga membeberkan, Pemerintah Kota Banda Aceh memperoleh indeks integritas tertinggi dan Provinsi Papua menjadi daerah yang indeks nilai terendah. "Nilai indeks tertinggi mendekati 100 menunjukan resoko korupsi rendah dan adanya kemampuan sistim untuk merespon kejadiaan korupsi dan pencegahanya secara lebih baik. Namun demikiaan kendati memperoleh nilai tertinggi, tidak menjamin tidak terjadi korupsi sebagaimana dengan tindak pidana lain dapat terjadi meski dalam sistem yang sudah mapan."

Selain survei penerimaan suap dan gratifikasi SPI-KPK juga melakukan survei pada responden yang sama terhadap pengalaman pemerasan yang dilakukan aparatur sipil negara di 10 daerah kabupaten/kota dan provinsi terhadap permintaan uang oleh pegawai dari pengguna layanan.

"Sebanyak 18 persen responden pengguna layanan di Pemerintah Kota dan Provinsi menyatakan pernah dimintai uang oleh pegawai dan dari survei yang dilakukan, peringakat pertama di Pemko Bengkulu, Provinsi Aceh, Provinsi Banten, Papau dan Kota Pekan Baru, dan peringkat ke-6 Provinsi Kepri."

Dalam hal penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, Provinsi Kepri menduduki peringkat ke-7 dengan poin 40 persen dari responden internal pemerintahan yang disurvei menyatakan, "Rekanya pernah memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi."

Dari hasil SPI-KPK disimpulkan, indek integritas Kementeriaan, Lembaga dan Pemrintah Daerah pada 2017 berkisar antara 52.91 hingga 77,39 persen. Dan permasalahan nepotisme yang paling sering ditemui adalah dalam penerimaan pegawai dan keberadaan calo.

Sedangkan permasalahan integritas eksternal yang masih sering ditemuai adalah pemerasan pegawai dengan meminta uang di luar ketentuan saat mengakses layanan. Selain itu masih ada responden yang memberikan sesuatu ke petugas untuk mempermudah pelayanan yang diterima.

Editor: Gokli