Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

UMK Rp1,3 Juta, Hidup Buruh di Batam Masih Ngos-ngosan
Oleh : Roni Ginting/Dodo
Selasa | 29-11-2011 | 12:31 WIB
limpul_juo.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

BATAM, batamtoday - Besaran UMK Kota Batam tahun 2012 sebesar Rp1.310.000 telah ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, HM Sani kemarin sore. Angka tersebut meningkat 11 persen dari UMK Batam tahun 2011 dan lebih tinggi Rp7.008 dibandingkan angka yang diajukan oleh Ahmad Dahlan, Wali Kota Batam.

Namun meski mengalami kenaikan sebesar 11 persen, angka tersebut masih dianggap kurang oleh kalangan buruh mengingat tingginya biaya hidup di Kota Batam.

"Harusnya UMK-nya sama dengan KHL riil sebesar Rp1.760.000. Harga-harga semakin gila sekarang di Batam," kata Lia (22), seorang buruh perempuan di PT Volex yang berlokasi di kawasan Sekupang, Selasa (29/11/2011).

Lia menyebutkan pengeluaran wajib yang harus dia keluarkan adalah biaya tempat tinggal, makan dan transportasi. Menurutnya angka UMK yang ditetapkan oleh Gubernur itu masih akan membuat kalangan buruh 'ngos-ngosan' untuk menopang hidup sehari hari.

Dia merinci untuk sewa tempat tinggal berupa kamar kos yang harus dikeluarkan sebesar Rp650 ribu per bulan sudah termasuk listrik dan air. Sementara untuk transportasi dirinya harus mengisi bahan bakar sepeda motor yang dikreditnya selama dua tahun itu minimal Rp20 ribu per tiga hari.

"Jadi kita asumsikan untuk biaya transport sebesar Rp200 ribu per bulan. Bayangkan jika saya harus naik angkot, bisa tekor," kata dia.

Sedangkan untuk biaya makan, dirinya harus super hemat dengan cara berbelanja bahan mentah untuk kemudian dimasak sendiri. 

"Saya menganggarkan biaya makan per hari Rp25 ribu, kalau makan di luar sudah gak cukup lagi," tukas Lia.

Total pengeluaran yang wajib dia keluarkan setiap bulannya mencapai Rp2,275 juta. Sedangkan pendapatan yang dia dapatkan per bulannya sekitar Rp2,8 juta, terdiri dari upah pokok dan upah lembur.

Dilanjutkan Lia, selain untuk biaya sehari-hari, dia juga harus mengirim uang ke kampung halaman untuk bantu biaya sekolah adeknya. Tentu saja uang segitu masih kurang.

"Gimana mau sejahtera, kita tidak bisa menyimpan uang lagi. Sudah lama kerja di Batam kehidupan tetap gini-gini juga karena biaya yang cukup tinggi," ujar Lia.

Hal senada dikatakan Santi, karyawan PT PCI yang sempat diwawancara oleh batamtoday. Dia mengatakan sudah 3 tahun mengadu nasib di kota Batam, tapi tidak ada perkembangan karena biaya hidup yang sangat tinggi di Batam.

"Kebutuhan tinggi, maunya gaji disesuaikanlah sama kebutuhan kita. Kalau bisa UMK itu sebesar Rp1,8 juta aja biar bisa kita hidup," ungkap Santi.

Baik Santi maupun Lia, juga mengkhawatirkan adanya kenaikan harga kebutuhan pokok yang biasanya mengiringi kenaikan upah setiap tahunnya.

"Lihat saja, sebentar lagi pasti harga beras maupun kebutuhan pokok lainnya di Batam pasti naik," kata Santi.

Santi yang merupakan lulusan Strata 1 sebuah perguruan tinggi terkemuka di Bandung itu menyatakan seharusnya kenaikan upah minimum kota di seluruh Indonesia idealnya menggunakan dasar inflasi setempat.

"Tapi penghitungan inflasinya harus mengikuti Bank Indonesia, jangan lembaga lain karena lebih netral. Kalau itu bisa diterapkan, saya yakin perlahan tapi pasti kesejahteraan buruh bukan hanya jadi komoditas politik saja," ujarnya meyakinkan.