Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

IPM Turun Drastis, Koordinasi Kementerian Masih Lemah
Oleh : ardi01
Kamis | 24-11-2011 | 08:51 WIB

JAKARTA, batamtoday – Turunnya peringkat Indek Pembangunan Manusia (IPM) berdasarkan peringkat IPM yang dikeluarkan Badan Pembangunan PBB (UNPD) mengundang keprihatinan anggota Komisi IX DPR RI Herlini Amran (21/11) dan sangat menyayangkan karena turunnya begitu drastis, dimana disebutkan bahwa IPM Indonesia turun menjadi peringkat 124. Padahal tahun 2010 lalu Indonesia berada pada peringkat 108.

“Kami meminta pemerintah serius agar melakukan evaluasi terhadap program-program yang sangat terkait dengan IPM ini yakni: indikator kesehatan, sosial dan pendidikan. Seharusnya dengan dana kesehatan yang telah dinaikkan menjadi 5% dari APBN serta anggaran pendidikan 20%, IPM Indonesia meningkat dari tahun ke tahun,” kata Herlini dari Fraksi PKS Dapil Kepri.

Ditegaskan, koordinasi antara kementerian terkait menjadi penting untuk meningkatkan IPM Indonesia.

IPM merupakan alat ukur kualitas sumber daya manusia dalam suatu negara. Indikator tolak ukur diantaranya adalah kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan  melalui IPM ini juga suatu negara dapat diklasifikasikan sebagai negara terbelakang, negara berkembang atau negara maju.

Saat ini negara Indonesia tetap setia menjadi negara berkembang. IPM Indonesia ternyata hanya (0,617) dan masuk kategori “sedang”. Itu artinya di atas kategori “rendah” atau belum mencapai kategori “bagus”.

Dalam hal ini ada empat kategori peringkat, antara lain rendah, sedang, bagus, dan sangat bagus. Di tingkat ASEAN posisi IPM Indonesia masih di bawah Malaysia yang menempati peringkat 61 dengan angka indeks (0,761).

Sementara IPM tertinggi di kawasan ASEAN dipegang oleh Singapura yang menempati peringkat 26 dengan angka indeks (0,866). Disusul posisi Brunei yang menempati peringkat 33 dengan angka indeks (0,838).

"Salah satu hal yang krusial adalah terkait dengan validasi data orang miskin di Indonesia. Kalau urusan datanya saja belum akurat, maka mustahil program-program yang diluncurkan bisa tepat sasaran", pungkas Herlini.