Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diskusi Panel Peran Perempuan di Parpol

30 Persen Keterwakilan Perempuan Belum Terpenuhi
Oleh : Charles
Selasa | 22-11-2011 | 09:04 WIB
Diskusi_Panel_Peningkatan_Peran_serta_perempuaan_dalam_Politik_di_Tanjungpinang.JPG Honda-Batam

Diskusi Panel Peningkatan Peran serta perempuaan dalam Politik di Tanjungpinang

TANJUNGPINANG, batamtoday - Staf Direktorat Jendral Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Bangun Kusuma mengatakan dalam UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 sebagaimana yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, DPR dan Pemerintah telah menyertakan adanya kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol di tingkat pusat dan daerah.

Namun kendalanya, perjuangan untuk meningkatkan peran perempuan dalam kancah politik terkendala dengan ketidaksiapan perempuan dalam memasuki dunia politik, yang disebabkan adanya pola pikir sebagian masyarakat khususnya kaum perempuan yang beranggapan bahwa dunia politik hanya cocok untuk laki-laki atau faktor eksternal budaya patriakal. Di samping adanya persaingan internal partai politik dan kompetisi di antara perempuan itu sendiri.

Demikian dikatakan Dr.Bangun Kusuma dalam makalahnya sebagai Narasumber, pada Diskusi Panel, dengan tema "Meningkatkan Pemahaman Etika dan Budaya Politik dalam Rangka meningkatkan peran dan praksarsa politik Perempuan," yang berlangsung di Hotel Comfort Tanjungpinang, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut dikatakan Bangun, sejak bergulirnya aturan UU tersebut, representasi perempuan di DPR dari hasil pemilu 2009 menunjukkan kenaikan  17% dari 11% hasil pemilu 2004, demikian juga representasi perempuan pada DPD hasil pemilu 2009 menjadi 28% dari 20% sebagai hasil pemilu 2004.

"Kenaikan ini, merupakan hasil perjuangan atau kompetisi politik, dan bukan karena alokasi jumlah kursi atau penunjukan perempuan dalam politik, dan indikator kenaikan kursi perempuan di parlemen sekaligus  memperlihatkan meningkatnya peran dan prakarsa politik perempuan," kata dia.

Demikian juga dalam lembaga eksekutif, sampai saat ini, peran perempuan di pemerintahan cukup terlihat dan bahkan dalam beberapa daerah juga ada gubernur, wali kota dan bupati yang berasal dari kalangan perempuan. Oleh karenanya, untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, baik di lembaga yudikatif, legislatif maupun eksekutif, perlukan upaya bersama untuk memberikan peran aktif bagi perempuan di bidang politik dan salah satunya adalah melalui pendidikan politik bagi perempuan.

"Pengembangan budaya politik ini, harus dilihat dari persepektif nilai-nilai kebangsaan yang menjadi kesepakatan dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara yakni 4 (empat) pilar kebangsaan Indonesia yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelasnya.

Empat Pilar Kebangsaan ini, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan harus kita pegang teguh dan kita jadikan orientasi dan acuan dalam membangunan bangsa dan negara, khususnya dalam meningkatkan pemahaman etika dan budaya politik dalam rangka meningkatkan peran dan prakarsa politik perempuan.

"Dalam konsepsi demokrasi, budaya politik tidaklah diartikan hanya pada sisi politik saja, melainkan juga harus dilihat dari kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan pendidikan politik  dalam upaya meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara," sebutnya.

Dalam rangka pendidikan politik pada permpuan ini, tambah Bangun, saat ini Kementerian Dalam Negeri telah melaksanakan kerjasama dengan berbagai Ormas/LSM dan Lembaga Nirlaba lainnya di seluruh Indonesia sejak tahun 2006 dan sebagai tindak lanjutnya telah diterbitkan Permendagri No 36 Tahun 2010 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pendidikan Politik.

Pemerintah daerah, juga diharapkan dapat memfasilitasi penyelenggaraan  pendidikan politik di daerah, sejalan dengan semangat Pasal 27 ayat (1) huruf  d  UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban melaksanakan kehidupan demokrasi.

Sementara itu, Wali Kota Tanjungpinang Suryatati A Manan, dalam makalahnya memaparkan, saat ini, 60 persen PNS di Pemko Tanjungpinang merupakan kaum hawa, sedangkan sisanya yakni 40 persen merupakan laki-laki.

Total jumlah PNS Pemko Tanjungpinang adalah sebanyak 3.861 orang yang terdiri dari 2.325 perempuan, 1.536 laki-laki, 1.600 PNS bergerak dibidang pendidikan dan kesehatan dan sisanya di struktural.

"Dari jumlah ini, golongan 1 berjumah 79 orang, dengan jumlah perempuan 14 orang dan laki-laki 65 orang. Golongan II berjumlah 728, terdiri dari 80 orang perempuan dan 648 orang laki-laki, golongan III berjumlah 1.474 orang, terdiri dari 941 perempuan, dan 533 orang laki-laki, sedangkan golongan IV sebanyak 864, terdiri dari 574 perempuan dan 290 laki-laki,"jelasnya.

Dilihat dari sisi golongan kata Suryatati, perempuan dominan pada golongan III dan IV yang cendrung bisa mengisi jabatan eselon III dan II, namun untuk jabatan eselon III sebanyak 99 jabatan 30 jabatan eselon III diisi perempuan, 69 jabatan diisi kaum lelaki. Sedangkan untuk jabatan eselon II dari 25 jabatan, hanya 1 yang diisi oleh perempuan.

Hal tersebut kata Suryatati, disebabkan golongan IV tersebut lebih didominasi oleh guru selaku pengemban jabatan fungsional dan mereka yang mengemban jabatan fungsional tidak bisa difungsikan untuk memegang jabatan struktura.

Menanggapi pertanyaan sejumlah peserta, tentang kesuksesanya memimpin kota Tanjungpinang selama 10 tahun, Suryatati mengatakan, bahwa memang di satu sisi perempuan tidak perlu terjun langsung ke dunia politik, namun perempuan mampu dan bisa memberi motivasi.

"Disisi lain, isu gender demikian mengglobal, kita tidak menutup mata perempuan bisa berkecimpung dalam segala sektor kehidupan, Untuk itu, perlu pengertian dari kaum lelaki, perempuan sebenarnya bukan lemah, tetapi pandai memberdayakan kelemahannya,”ujar Surayatati.