Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Puluhan Tahun, Warga Kampung Teri Rindukan Penerangan Listrik
Oleh : Ali/Dodo
Senin | 14-11-2011 | 09:45 WIB
mati-lampu22.jpg Honda-Batam

Ilustrasi.

BATAM, batamtoday - Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, demikian bunyi dari pasal 34 ayat 3 UUD 1945 amandemen keempat. 

Tentunya isi dari UUD 1945 itu berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, tak terkecuali di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Sebagai kota industri, hingar bingar dan gemerlap kehidupan Batam gaungnya telah terdengar hingga ke seluruh Nusantara sejak puluhan tahun lalu. Berbagai fasilitas dibangun, termasuk pembangkit untuk pasokan energi.

Kawasan Batam Center terang benderang, kawasan Nagoya gemerlap lampunya namun ada satu sudut Batam yang ternyata harus berakrab ria dengan kegulitaan sejak puluhan tahun lalu. Itulah, Kampung Teri yang berada di Kelurahan Sambu Kecamatan Nongsa dan selama didengungkan sebagai salah satu kampung tua oleh elit pemerintah.

"Kampung ini ada sejak dari zaman Belanda dulu," kata Subhan, ketua Rukun Warga (RW) V, kampung itu saat berbincang dengan batamtoday, Senin (14/11/2011).

Subhan menyebutkan sejak zaman penjajahan Belanda, Kampung Teri telah ada dan sudah puluhan tahun berjalan dengan keterbatasan energi listrik. Akibat keterbatasan itu, dunia pendidikan yang ditekuni anak-anak setempat pun kandas. 

Tatkala penduduk tengah di Batam mendapat pelayanan dari PT Pelayanan Listrik Nasional (PLN) Batam selama 24 jam, namun di lokasi terpencil ini hanya mendapatkan penerangan selama enam jam. Itupun dari njerih payah warga setempat.

"Sejak Pemko Batam memberikan bantuan genset, kami hanya dapat menggunakan lampu sejak pukul 18.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB, bahkan kalau minyak sedikit hanya bisa beberapa jam saja. Bahan bakar genset kami beli sendiri dari hasil kumpul dana sesama warga," ujar Subhan.

Sehingga, kata Subhan, untuk mendapatkan solar, dari 30 Kepala Keluarga (KK) hanya dapat membeli satu jerigen untuk empat mesin genset yang digunakan setiap hari sejak tahun 2001 silam.

Sebetulnya, untuk mendapatkan hak yang sama dengan penduduk Batam di tengah kota, pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar PT PLN mengabulkan dengan menyalurkan aliran listrik ke daerah terpencil tersebut. Namun masa ke masa, kata Subhan, tidak juga ada tanggapan baik itu Ahmad Dahlan yang berkuasa di Batam selama dua periode, anggota DPRD maupun PT PLN sendiri.

Di tahun 2010 hingga 2011 ini, barulah permintaan warga kampun Teri diperhatikan, dengan beberapa bantuan dari anggota DPRD Kota Batam, pemerintah setempat dan bantuan sosial dari istri-istri petinggi (PKK) PT PLN.

"Keluhan terus kami kabarkan, mereka berjanji secepatnya warga kami mendapatkan saluran listrik. Kami berharap janji itu ditepati. Agar anak-anak kami dapat belajar dengan terang dan juga bila arus listrik telah masuk, kami maupun generasi berikutnya tidak ketinggalan pengetahuan," katanya sembari menyebutkan informasi yang baru diperolehnya bahwa saat ini pihak PT PLN masih menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk dapat menyalurkan listrik di Kampung Teri.

Selain itu, Subhan juga mengatakan, adanya kuburan Jepang di sisi bukit Kampung Teri, merupakan peninggalan bersejarah yang dapat digunakan untuk menarik wisatawan manca negara dan lokal, sehingga dengan aliran litrik yang tersedia kelak, momen tersebut dapat juga dijadikan warga setempat untuk pertubuhan ekonomi.

Namun ironisnya, kuburan yang hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari permukiman justru mendapat aliran listrik dari PT PLN, namun tidak untuk kamupung Teri yang memiliki ratusan penduduk dari 30 KK.

"Kok sepertinya PLN lebih memperhatikan kuburan itu, lebih pro ke 'hantu' ya," seloroh penduduk Kampung Teri lainnya.

Sementara melalui data yang dihimpun batamtoday, tidak hanya Kampung Teri yang belum mendapatkan aliran listrik. Seperti halnya penduduk kampung tuah yang berada di pulau Sambau, Pulau Arang, Pulau Kabil, Ngenang, dan Pulau Kasam. Ratusan KK dari ribuan penduduk ini hingga saat ini menjadi wilayah yang terbelakang dan minim suplai informasi serta pengetahuan akibat sarana listrik yang layak tidak singgah di pulau-pulau sekitar Batam.

Yang lebih memperhatinkan lagi, jika PT PLN enggan untuk memasukkan arus listrik ke pulau-pulau terpencil hanya memperhatikan segi untung dan rugi saat ini, bukan pertimbangan masa depan anak-anak bangsa yang hidup di kawasan itu.

"Semoga apa yang menjadi keluhan dan bagian dari hak-hak fundamental kami sebagai warga negara tidak hanya dijadikan komoditas politik serta bagian dari seremonial yang menjadi hobi elit pemerintahan di Batam ini," pungkas Subhan.