Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kapolri Aneh, Fatwa MUI Dipertanyakan Legalitasnya
Oleh : Irawan
Kamis | 19-01-2017 | 14:02 WIB
Asep Warlan.jpg Honda-Batam

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Sangat aneh jika seorang Jenderal Polisi Tito Karnavian mempertanyakan legalitas dari fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan alasan fatwa ulama bukan hukum positif yang disahkan undang-undang.

Keheranan ini dikemukakan pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf kepada wartawan di Jakarta, Kamis (19/1/2017), menyikapi pernyataan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian soal fatwa MUI.

Asep menyebutkan bahwa Indonesia menganut plurarisme hukum, dimana selain ada hukum posistif seperti UU yang berlaku seperti di Eropa Kontinental seperti adanya pidana, perdata dan tata negara, tapi tidak juga menanggalkan hukum adat ataupun hukum agama.

"Plurarisme hukum itu mengakui berbagai macam kaidah dan keragaman norma yang berlaku ditengah masyarakat," ujarnya.

Law in book dan law in action atau hukum tertulis dan hukum pada prakteknya itu, menurut Asep berbeda dan tidak boleh seorang penegak hukum hanya menjalankan hukum tertulis tanpa mempertimbangkan hukum-hukum lainnya.

"Banyak praktek hukum yang tidak terulis di buku. Bahkan hakim di pengadilan bisa mengurangi atau menambah hukuman bagi seorang terdakwa hanya karena perilakunya yang sopan atau tidak sopan. Itu juga tidak tertulis dalam hukum positif dan itu bukan bahasa UU," jelasnya.

Karena itu Kapolri diingatkan bahwa UU itu ada yang spesifik diadopsi dari hukum agama seperti UU Waris, UU Zakat dan UU Haji, itu kita adopsi dari berbagai sumber hukum termasuk fatwa para ulama.

"Jadi jangan bingung menerepkan aturan karena bukan hanya hukum positif yang tertulis yang berlaku di Indonesia. Liat saja di Bali, Aceh dan daerah-daerah lainnya yang menerepkan hukum adat atau agama," tegasnya.

Dia pun memberikan contoh lain seperti UU Konsumen yang juga disalah satu pasalnya mengatur soal kehalalan satu produk.

"Nah halal atau tidaknya satu produk juga perlu untuk melidungi rakyat yang beragama Islam dari mengkonsumsi makanan yang tidak halal.ini pun diambil sekali lagi dari hukum Islam baik Al Quran, Hadis maupun fatwa para ulama," tambahnya.

Selain itu menurutnya dalam penerapan hukum di Indonesia juga dilakukan pendekatan berdasarkan norma atau kaidah yang terdiri dari norma hukum, norma agama, norma kesusilaan atau kesopanan dan norma kebiasaan.

"Jadi kesimpulannya,Indonesia itu berlaku hukum yang hidup ditengah masyarakat atau living law, jadi tidak bisa dinafikan ada hukum agama yang berasal dari agama masing-masing," tutupnya.

Editor: Surya