Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tak Boleh Lekang Oleh Waktu

Mandi Safar, Tradisi Religi Khas Lingga
Oleh : Nurjali
Kamis | 08-12-2016 | 12:50 WIB
marco-lienando1.jpg Honda-Batam

Marco Lienando, mahasiswa dari Lingga ingin tradisi Mandi Safar tetap dilestarikan.

BATAMTODAY.COM, Lingga - Mandi safar tradisi religi yang ingin terus di pertahankan di negeri bertajuk bunda tanah melayu ini, banyak mendapat perhatian semua pihak. Jelang pemilihan pengurus Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga, mengangkat mandi safar sebagai tradisi yang terus di pertahankan mendapat perhatian banyak pihak.

 

Marco Lienando Mahasiswa asal Lingga yang kini mengenyam pendidikan S1 Hukum di Universitas Batam mengatakan, Mandi safar adalah salah satu tradisi lama Melayu yang hingga kini masih terjaga eksistensinya di Lingga.

Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak zaman Sultan Riau-Lingga, Sultan Abdulrahman Muazamsyah yang memerintah tahun 1883-1911 dan biasanya digelar setiap tahun di Bulan Safar hitungan Tahun Hijriah.

Mandi Safar, sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun, yang dimaknakan untuk menolak bala atau menolak segala bentuk keburukan, di bulan Safar dalam kalender hijriyah.

Istilah para tetua dulu bulan safar ini disebut sebagai Naas, karena dipercaya bulan Safar merupakan bulan yang banyak mengandung bahaya, sehingga banyak masyarakat Kabupaten Lingga yang melakukan tradisi Mandi Safar dengan tujuan untuk membersihkan diri agar terhindar dari bahaya.

Beberapa waktu yang lalu tepat di penutup bulan Safar di awal bulan Desember Mandi safar pada hari Rabu minggu terakhir di bulan Safar menjadi hari yang penting dalam tradisi mandi Safar.

Belum dapat dijelaskan mengapa pada hari Rabu minggu terakhir di bulan Safar, dijadikan hari keramat ritual Mandi Safar.

Ketua Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga Raja Rahman pernah menyampaikan bahwa dalam Tradisi menolak bala dari seluruh marabahaya ini, harus dijalankan setiap bulannya lewat kegiatan-kegiatan do’a bersama. sehingga bukan saja hanya di bulan Naas ini, namun kedepan perlu juga setiap bulan digelar doa bersama.

"Yang namanya doa bersama harus setiap bulan, tapi mandi safar ini sudah ada sejak jaman raja-raja, jadi wajib di pertahankan," sebutnya.

Saat ini tradisi sudah menjadi suatu event wisata tahunan bagi wisatawan lokal, dan luar. Ritual mandi safar biasanya digelar di tempat-tempat wisata pemandian, di Lingga sendiri ada Pantai Pasir Panjang, Air Terjun Resun, Pemandian Lubuk Papan serta objek wisata lainnya untuk ikut melaksanakan kegiatan turut temurun tersebut.

Namun untuk di pulau Singkep sendiri kebiasaan ini sudah mulai terkikis oleh zaman, titik-titik wisata yang ada di pulau Singkep kini sudah jarang dilaksanakan ritual ini. Hanya segelintir masyarakat Singkep yang memaknai mandi safar, padahal sebelumnya kebiasaan ini dilaksanakan tidak hanya di Ibukota Kabupaten lingga tapi di pulau Singkep juga ramai di gelar.

Diakhir bulan safar ini masyarakat biasanya meliburkan diri. Mereka hanya menunggu sampai waktu mandi Safar tiba, serta menyiapkan peralatan untuk mandi Safar. Kegiatan ritual mandi Safar kadang dilakukan di tempat yang jauh dari kampung, tergantung dari kesepakatan bersama untuk melaksanakannya. Biasanya tempat yang sering dilakukan mandi Safar ini, adalah sungai yang banyak dikunjungi masyarakat.

"Tradisi mandi safar ini, tak boleh hilang di telan bumi harus ada terobosan untuk menjadikan mandi safar sebagai kegiatan yang teragenda dan berwujud sebagai event income masuk PAD Lingga di sektor pariwisata. Sehingga harus ada promosi dan terobosan-terbosan baru dari pemerintah daerah untuk menjadikan wisata religi ini sebagai moment yang berkualitas," ujarnya.

Tentunya dengan dukungan Infrastruktur pariwisata, dana, serta pengkajian yang mendalam tentang makna mandi safar itu sendiri.

Editor: Yudha