Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPK akan Jeput Paksa Eddy Sindoro Seperti Nazarudin
Oleh : Redaksi
Rabu | 10-08-2016 | 13:38 WIB
Eddy-Sindoro-edit.jpg Honda-Batam

Chairman PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro (Sumber foto: aktual.com)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, berencana memanggil paksa bekas petinggi Lippo Group Eddy Sindoro yang saat ini berada di luar negeri. Eddy merupakan saksi kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali atas perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, KPK berencana menerapkan langkah tegas untuk memanggil Eddy seperti saat menangkap terdakwa korupsi proyek Wisma Atlet Hambalang, yaitu politisi Partai Demokrat Muhamad Nazaruddin.

"Ya bisa saja (Eddy dipanggil paksa), wong yang di Kolombia saja (Nazaruddin) bisa didatangkan," ujar Agus di Gedung Lembaga Adminstrasi Negara, Jakarta, Rabu (10/8/2016).

Meski demikian, Agus enggan memastikan kapan langkah itu akan dilakukan. Menurutnya, penyidik KPK tengah menganalisa langkah dan kemungkinan yang akan dilakukan terhadap Eddy.

"Ya nanti secara bertahap kita nanti pilah satu-satu ya," ujarnya.

Sebelumnya, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menyampaikan Eddy telah berada diluar negeri sebelum dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu (29/7/2016) lalu, tersangka swasta pemberi suap Doddy Aryanto Supeno diketahui memberikan uang suap tersebut bersama sejumlah petinggi Grup Lippo lainnya yakni Eddy Sindoro, Hery Sugiarto, Ervan Adi Nugroho, dan Wresti Kristian Hesti.

"Terdakwa adalah pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang merupakan anak perusahaan Lippo Group dengan Presiden Komisaris Eddy Sindoro," kata Jaksa Penuntut Umum Fitroh Rohcayanto, Rabu (29/6/2016).

Fitroh menuturkan, perkara yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu melibatkan dua anak perusahaan Grup Lippo. Mereka adalah PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan PT Kwang Yang Motor Co, Ltd (Kymco) serta PT First Media melawan PT Across Asia Limited (AAL).

Perkara PT MTP berawal ketika mereka tak memenuhi panggilan aanmaning atau peringatan pengadilan untuk melaksanakan putusan perkara perdata dengan PT Kymco. Eddy Sindoro kemudian memerintahkan Wresti untuk mengupayakan penundaan pemanggilan tersebut.

"Menindaklanjuti perintah itu, Wresti kemudian menemui Edy Nasution dan meminta penundaan yang disetujui Edy Nasution dengan imbalan sebesar Rp100 juta," kata jaksa.

Sementara itu, perkara PT AAL bermula dari putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan PT AAL pailit pada 7 Agustus 2015. Atas putusan kasasi tersebut, PT AAL memiliki waktu 180 hari untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Namun, hingga batas akhir waktu tersebut, PT AAL tidak segera mengajukan PK. Jaksa menyatakan demi kredibilitas perusahaan yang tengah berperkara di Hong Kong itu, Eddy Sindoro kemudian kembali memerintahkan Wresti untuk mengupayakan pengajuan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Wresti menemui Edy Nasution dan meminta agar menerima pendaftaran PK PT AAL meski waktu pendaftarannya sudah lewat," ucap jaksa Fitroh.

Dalam dakwaannya disebutkan, Edy tidak bersedia lantaran waktu pengajuan PK sudah lewat. Namun Wresti kemudian menawarkan sejumlah uang pada Edy dan disepakati jumlah sebesar Rp50 juta.

Sumber: CNN
Editor: Udin