Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisruh Lahan di Tanjunguban, Warga Pertanyakan Sertifikat Hak Pakai TNI AL
Oleh : Harjo
Jum'at | 15-07-2016 | 14:20 WIB
andi-masdar-parenrengi.jpg Honda-Batam

Andi Masdar Paranrengi, Ketua Gerakan Rakyat Kepulauan Riau Sukses (Gerak Keris) Bintan.

BATAMTODAY.COM, Tanjunguban - Sengketa lahan antara TNI AL dan warga delapan kampung di Kelurahan Tanjunguban yang hingga saat ini masih belum ada jalan keluarnya, hendaknya sama dicermati oleh semua pihak. Karena, selain belum adanya keputusan hukum dari pengadilan, juga perlu ditinjau kembali Sertifikat Hak Pakai (SHP) yang dipegang oleh TNI AL.

 

Adapun sertifikat tanah yang menjadi pegangan TNI AL yang justru terkesan dijadikan acuan untuk mengintervensi warga diantaranya, SHP nomor 00007/1994 tanggal 16 Agustus 1994 di Jalan Hangtuah Kampungraya, SHP Nomor 00010/1994 di Kampungraya dan Payalebar, SHP Nomor 00011/1994 di Kampung Raya, SHP, Nomor 00012/1994 di Kampung Payalebar yang dikeluarkan tahun 1994.

Selain itu, sertifikat TNI AL GS nomor 537/1984/R tanggal 25 april 1994 di Jalan Sudirman dan Hangtuah dan sertifikat tanah TNI AL BATT nomor 002/PDM/.21/KDMR/1954 tanggal 30 Mei 1954 Jalan Sungai Lepah dan Kampung Payalebar.

"Kalau melihat dari kerangka Sertifikat Hak Pakai yang dipegang memang menjadi sebuah pertanyaan. Siapa yang memberikan hak pakai dan kalau SHP jelas ada masa berlakunya. Maksimalnya 25 tahun, artinya kalau SHP dikeluarkan tahun 1994, berarti akan berakhir 2019 mendatang," ungkap Andi Masdar Paranrengi, Ketua Gerakan Rakyat Kepulauan Riau Sukses (Gerak Keris) Bintan, kepada BATAMTODAY.COM di Tanjunguban, Jumat (15/7/2016).

Dengan muncul surat dari Komandan Lantamal IV bernomor B/15/1/2016 tertanggal 13 Januari 2016 tentang perbaikan agar yang rusak warga sebagai jalan pintas, serta adanya surat kepada PLN Tanjunguban, untuk melayani pemasangan penambahan daya serta pemasangan listrik baru di lahan milik TNI AL, hal itu dinilai sebagai intervensi secara nyata yang sudah dilakukan oleh TNI AL kepada warga.

"Seharusnya TNI AL bukan melakukan intervensi namun melakukan perlindungan terhadap masyarakat untuk menjaga keutuhan negara. Sesuai dengan tugas dan fungsi pokok dari TNI. Sebaliknya Bintan Utara khususnya bukan zona militer dan kondisi juga tidak mengizinkan untuk dijadikan zona militer," tegasnya.

"Belajar dari sejarah, masyarakat terlebih dahulu ada, sebelum adanya TNI AL atau TNI AL menempati lahan yang saat ini diklaim miliknya sesuai dengan SHP yang ada. Sementara sengketa lahan ini, sudah berjalan sejak puluhan tahun, bahkan sejak sebelum keluarnya SHP yang jadi pegangan TNI AL," tambahnya.

Andi Masdar yang juga masyarakat Tanjunguban serta pemilik lahan yang juga masuk dalam lahan yang diklaim TNI AL berharap karena sertifkat yang dipegang oleh TNI AL bersifat hak pakai, harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk memperpanjang SHP kedepan. Selain itu, sangat diharapkan TNI AL untuk tidak lagi melakukan intervensi terhadap masyarakat serta instansi yang terkait kepentingan untuk masyarakat.

Editor: Dodo