Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kuat Dugaan, Kejari Endapkan Kasus Korupsi di Karimun
Oleh : Redaksi
Selasa | 08-03-2016 | 10:38 WIB
kejkasaan.jpg Honda-Batam
Kantor Kejaksaan Negeri Karimun (foto: ist)

BATAMTODAY.COM, Karimun - Sedikitnya 5 kasus korupsi berskala besar yang melibatkan pejabat tinggi daerah di Bumi Berazam sehingga merugikan keuangan negara, sampai saat ini masih mengendap di  Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Karimun.

Berdasarkan data tercatat ada 5 kasus korupsi berskala besar yang pernah dilidik dan diperiksa pihak
penyidik Kejaksaan Negeri Karimun. Namun kasus tersebut masih saja mengendap di Kejari Karimun.
Sehingga masyarakat setempat menjadi bertanya tanya, sampai sejauh mana ending pihak Kejaksaan Negeri Karimun untuk menuntaskan kasus yang sudah menjadi kewenangannya itu?

"Diantara kasus diduga masih mengendap di Kejaksaan Negeri Karimun itu antara lain adalah penyimpangan sektor pertambangan, mulai dari perizinan hingga Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL), kasus kepabeanan dan cukai, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari uang rambu dan jasa labuh di perairan utara Pulau Karimun Besar tahun 2004-2011 yang dipungut dari kapal asing di area "ship to ship" (STS) dan "ship to anchor" (STA), “ ungkap Jamaluddin SH,  mantan Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Karimun. 

Dilain pihak Jamludin SH mengatakan, “pungutan liar" di sektor pelayanan umum, dugaan manipulasi data honorer di Dinas Pendidikan Pemkab Karimun, raibnya barang milik negara dan proses lelang pengadaan barang dan jasa yang diatur dan dilakukan secara manual, juga belum tersentuh sama sekali. Padahal dari data dan fakta yang ada, sudah cukup bukti untuk dimulainya proses penyelidikan.

“Selama ini pengungkapan kasus korupsi di Karimun jumlahnya sangat minim, tidak sebanding dengan jumlah kasus korupsi yang di sidik. Kalaupun ada, pengungkapan kasus korupsi hanya menyentuh level bawah, tidak sampai ke pelaku utama," ujarnya.

Mantan Legislator PDI Perjuangan itu menambahkan, lambannya proses penyidikan, pemberkasan, hingga penuntutan perkara korupsi selalu dikambinghitamkan dengan kekurangan alat bukti atau perlunya izin Gubernur dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Untuk itu Jamaluddin menilai, sudah selayaknya Tim Terpadu Supervisi (TTS) bentukan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung, meneliti sejumlah penanganan kasus korupsi yang masih mengendap di Kabupaten Karimun ini.

"Sejumlah kasus korupsi yang masih mengendap di Karimun sudah selayaknya diteliti dan ditindaklanjuti oleh Tim Terpadu Supervisi guna  penegakan supremasi hukum, dalam percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana diatur melalui UU RI No 20 Th 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagai perubahan atas UU No 31 Th 1999.

Secara terpisah, Abdul Rasyid, sekretaris Reclasseering Indonesia Komisariat Wilayah Provinsi Kepri
saat dikonfirmasi diruang kerjanya mengatakan Ada tiga penyebab, penanggan kasus korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) di Karimun berjalan di tempat.

Pertama, benar-benar karena keterbatasan jumlah dan kemampuan penyidik. Kedua, ada indikasi tebang pilih dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan Ketiga, ada unsur gratifikasi.

"Jika ditindaklanjuti oleh TTS, akan diketahui penyebab pasti pengungkapan kasus korupsi di Karimun
menjadi jalan ditempat," ungkap Rasyid blak blakkan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Rasyid, ada belasan kasus korupsi yang masih mengendap, diantaranya tahun 2009 Kejari Tanjung Balai karimun pernah melakukan pemeriksaan dugaan penyelewengan dana "community development" (CD) tahun 2006/2007 sebesar Rp23,7 miliar, yang dipungut dari enam perusahaan granit. Ketika itu Kejari Karimun telah memanggil Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Karimun, Alwi Hasan, tapi hasil pemeriksaan sampai sekarang tidak diketahui.

Kemudian tahun 2011, penyidik kejaksan  kembali memeriksa Alwi Hasan, terkait masalah dana jaminan pengelolaan lingkungan (DJPL) sebesar Rp36 miliar yang diduga raib, sampai saat ini juga tidak ada tindak lanjutnya.

Lalu, Januari 2012, Kejari Tanjung Balai Karimun melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dengan modus pemotongan anggaran program  pelaksanaan rehabilitasi 600 rumah tak layak huni (RTLH) di Kabupaten Karimun dengan total biaya 12 miliar. Pertengahan 2012 penyidik Kejari TBK telah menetapkan dua tersangka, tapi sampai sekarang tidak diketahui tindak lanjutnya pascapenetapan tersangka.

Menariknya, pada 8 Mei 2012, Kepala Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Suryaminsyah, pernah dimintai keterangan oleh kejaksaan dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB terkait dugaan penyalahgunaan wewenang, karena telah menggunakan tiga mata anggaran sebesar Rp950 juta yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Sampai saat ini kasus itu masih mengendap.

Bahkan, pertengahan tahun 2012, Kejaksaan Negeri menyelidik kerugian keuangan negara belasan miliaran rupiah yang berasal  dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) uang rambu dan jasa labuh di perairan utara Pulau Karimun Besar tahun 2004-2009. 

Dana tersebut dipungut dari kapal asing atau area STS dan STA serta pendapatan dari PT Karimun Indoco Pratama (KIP) yang merupakan anak perusahaan daerah sejak tahun 2004-2009. Perusahaan ini turut sebagai  pengelola area STS dan STA dan tidak pernah menyetorkan pendapatannya ke kas daerah. Sampai saat ini kasus itu juga belum diketahui tindak lanjutnya.

Lalu, pada Oktober 2012, penyelidik Kejari TBK, berjanji  menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang sejumlah pejabat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Hal ini terkait
pembagian fee kepada oknum DPRD Karimun serta pejabat Disperindag dan berkolusi dengan oknum pedagang, sehingga berdampak gagalnya program relokasi ratusan pedagang Pasar Puakang ke Pasar Puan Maimun. Masalah ini juga  belum ada tindak lanjutnya. (Sumber : Suara Kedaulatan)

Editor : Udin