Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD RI Tolak Revisi UU KPK Dilakukan secara Terbatas
Oleh : Irawan
Rabu | 17-02-2016 | 18:16 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menolak rencana revisi UU KPK, jika dilakukan secara terbatas. Namun, tidak khawatir apabila revisi tersebut untuk menguatkan KPK, bukan sebaliknya melemahkan.


"Jelas DPD menolak jika dilakukan revisi terbatas, terutama untuk melemahkan KPK. Dengan izin lembaga pengawas atau pengadilan, maka proses pemberantasan korupsi itu sendiri akan makin tidak jelas. Bahkan sama dengan menghancurkan KPK," tegas Matheus Stefi Pasimenjeku dan Novita Anakkota dalam dialog kenegaraan ‘Qua Vadis UU KPK’ yang di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (17/2/2016).

Selain Novitta Anakotta Wakil ketua Badan Akuntabilitas Publik DPD RI, Matheus Stefi Pasimenjeku (DPD RI asal Maluku Utara), hadir juga sebagai pembicara adalah Martin Hutabarat anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, dan pakar hukum Tata Negara Margarito Kamis.

"Kalau sampai penyadapan oleh KPK itu harus izin terlebih dulu kepada pengadilan atau lembaga pengawas, sebagaimana dalam pasal 12, maka KPK akan makin lemah dan hancur. Demikian pula kalau ada lembaga pengawas, siapa yang akan menjamin bahwa pengawasnya akuntabel?" tanya Novitta.

Sedangkan Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat mengatakan, argumentasi usulan revisi UU KPK selalu terkait masalah penyadapan. Padahal kekuatan KPK berasal dari penyadapan seperti yang dilakukan BIN, Polri dan Kejaksaan Agung, sehingga usulan revisi tersebut ditolak Fraksi Partai Gerindra.

"Jadi usulan yang kuat dari DPR RI adalah soal penyadapan. Hanya saja kalau Presiden Jokowi menolak mengeluarkan surat revisi tersebut, maka dengan sendirinya rencana revisi UU KPK tersebut batal," kata Martin. 

Sementara itu, Margarito Kamis menegaskan jika Presiden bisa membatalkan usulan revisi UU KPK, presiden memiliki kekuasaan penegakan hukum tertinggi, apabila tidak sependapat.

"Tapi saya setuju kalau ada Dewan Pengawas. KPK juga perlu diawasi oleh dewan pengawas. Mengapa? Agar KPK, atau lembaga mana pun termasuk Presiden RI tidak cenderung menjadi tiran dan oligarkis, superbody,” kata Margarito.

Namun, Margarito mendukung kewenangan penyadapan KPK diperkuat, bukan diperlemah karena masih pejabat-pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Justru dari penyadapan itu banyak pejabat yang tertangkap tangan (OTT). Apalagi di mana pun korupsi itu selalu dimulai dengan kesepakatan-kesepakatan. Jadi,kalau pun ada lembaga pengawas, sebaiknya personilnya dari internal KPK sendiri, memahami hukum, usia di atas 50 tahun, berintegraitas, tegas, tidak mencla-mencle dan sudah selesai dengan urusan dirinya sendiri," tandasnya.

Editor : Surya