Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diduga Terlibat Skandal Bansos Sumut

Langkah Jaksa Agung Deponering Kasus Mantan Pimpinan KPK Ditengarai Ada Deal Politik
Oleh : Surya
Selasa | 09-02-2016 | 19:35 WIB
Jaksa agung.jpg Honda-Batam
Jaksa Agung HM Prasetyo

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Khairul Huda mempertanyakan langkah Jaksa Agung mengambil-alih kasus yang melibatkan mantan Ketua KPK Abraham Samad (AS) Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto (BWY dan Penyidik KPK, Novel Baswedan (NB).


Sebab, alasan yang digunakan oleh Kejagung dalam mengambil-alih kasus tersebut tidak masuk akal dan justru akan menimbulkan kecurigaan akan adanya deal-deal politik dengan KPK.
 
“Jaksa Agung mengatakan akan mempertimbangkan untuk mendeponering ataumengesampingkan kasus itu dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan demi kepentingan umum. Ini melanggar sumpah jabatan karena Jaksa Agung harus menjalankan tugasnya selurus-lurusnya. Kepentingan umum tidak boleh ditafsirkan secara subjektif,” tegas Khairul Huda pada wartawan di Jakarta, Selasa (9/2/2016).
 
Deponering  perkara kata Khairul, hanya bisa dilakukan kalau ada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.Dalam kasus menurutnya tidak ada kepentingan negara yang lebih besar yang bsia dikessampingkan.
 
”Kasus Samad dan Bambang berbeda dengan kasus Chandra Hamzah dan Bibit Slamet. Kasus Chandra dan Bibit bisa dideponering karena saat itu mereka masih menjabat berbeda dengan Samad dan Bambang yang sejak dikeluarkannya perpu pemberhentian, sudah tidak menjabat dan oleh karenanya tidak ada lagi kepentingan negara atau lembaga,” ujarnya.
 
Karena itu dia mengingatkan bahwa langkah Jaksa Agung ini justru akan menimbulkan kecurigaan di masyarakat bahwa ada barter antara kejaksaan agung dengan KPK. 

Sebab, bagaimanapun nama Jaksa Agung,HM Prasetyo juga banyak disebut-sebut dalam urusan korupsi dana bansos yang melibatkan juga para petinggi Partai NasDem, dimana Prasetyo adalah juga salah satu kadernya.
 
“Nanti malah menimbulkan kecurigaan masyarakat mengingat nama Jaksa Agung juga disebut-sebut dalam kasus dana bansos provinsi Sumut yang melibatkan elit-elit Partai Nasdem yang juga partai asal Jaksa Agung.Jangan sampai pengesampingan kasus Samad dan Bambang di barter dengan kasus yang menyeret-nyeret namanya yang kini ditangani KPK itu,” tambahnya.
 
Dengan demikian dia meminta agar Presiden Jokowi segera mengganti jaksa agung karena sudah melanggar sumpah jabatannya. Jaksa Agung jelasnya telah menafsirkan sendiri makna kepentingan yang lebih besar dengan  kepentingan umum yang dinilainya secara subjektif.

”Disini jaksa agung seperti punya kepentingan sendiri dan dia tersandera kepentingan itu,”  ungkapnya.
 
Dan jika mau lebih elegan kata Khairul, maka seharusnya Jaksa Agung lebih baik mengundurkan diri dari jabatannya.

”Jangan nunggu diberhentikan lah.Katanya  revolusi mental dan moral, tapi tidak kelihatan ada revolusi dan mental dari sikap Jaksa Agung. Secara etis perkara bansos akan membanani KPK karena bagaimanapun penyidik KPK berasal dari kejaksaan agung. Kalau tidak maka dimana etika dan moralnya?” ujarnya mempertanyakan.
 
Menurut Khairul, Presiden Jokowi jangan membiarkan hal ini dan menjadikan dirinya sebagai ‘bunker’ para pelaku pidana demi berlindung dari jerat hukum. Padahal, dalam penegakan hukum, Jokowi harus mencontoh  Presiden  SBY, yang tidak campur tangan, meski besannya dan ketua umum partainya terlibat dalam kasus korupsi.
 
“Jangan sampai istana, KPK dan kejaksaan saling menyandera dan membarter kasus. Jokowi jangan mau dijadikan bunker bagi para  pelaku tindak pidana korupsi.Ini masyarakat harus memantau terus, jangan sampai barter kasus antara istana, KPK dan kejaksaan terjadi,” pungkasnya.

Editor : Surya