Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengakuan TKI Ilegal yang Diamankan TNI AL

Kami Jadi Mesin ATM Polisi Malaysia
Oleh : Ali/Dodo
Kamis | 28-07-2011 | 16:21 WIB
Aisyah.gif Honda-Batam

Wulandari (3) dalam gendongan Aisyah ibunya saat berada di Pos TNI AL Pantai Stress Batam. Beberapa TKI mengaku dijadikan mesin ATM oleh aparat keamanan di Malaysia. (Foto: Ali)

BATAM, batamtoday - Izam (25) dan Saiful (29), dua dari 85 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang diamankan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) Batam pada Rabu, 27 Juli 2011 lalu, sekitar pukul 05.00 WIB dini hari di perairan Batu Besar, Nongsa, mengaku dijadikan sumber uang laksana mesin ATM oleh penegak hukum Malaysia saat bekerja di negeri tersebut.

"Mereka (Polis Malaysia) sudah tahu siapa kami. Jadi kalau ketemu di jalan, maupun mereka datang, kami dimintai uang sebesar 20 Ringgit Malaysia," ujar Izam kepada batamtoday, di Pos TNI AL, kawasan Pantai Stress, Sei Jodoh, Kota Batam, Kamis 28 Juli 2011.

Pria asal Sulawesi Selatan ini menuturkan selama satu tahun berada di Malaysia, dirinya mematikan permit yang hanya diberikan izin selama satu bulan dan lebih memilih sebagai TKI gelap di negeri jiran. Status ilegal inilah yang kemudian sering dimanfaatkan Polisi Malaysia.

Izam juga mengaku bila tidak memenuhi permintaan Polisi Malaysia maka akan diserahkan oleh Pamong Praja Malaysia, yang rutin melakukan razia kepada TKI Ilegal. Tambahnya, sering juga dirinya bersama teman-temannya melarikan diri pada saat bekerja sebagai buruh bangunan ke hutan jika berlangsung razia.

"Kalau aparat sana sudah razia, kami lari ke hutan. Kalau sudah selesai kami baru kembali lagi bekerja," ucapnya dengan menambahkan sering gaji tak dibayar oleh majikannya.

Sementara itu, Nisa (32), yang sedang hamil lima bulan dan Aisyah (29), dua dari 14 TKI wanita diantara 85 TKI yang turut diamankan ini mengatakan mereka dipulangkan ke Indonesia oleh seorang tekong (calo tenaga kerja) di Malaysia. Namun ia tidak kenal siapa nama tekong tersebut.

"Saya tidak kenal dengan orang itu, awalnya dari informasi lewat kawan, kalau mau pukang kampung nanti saya antarkan ke perantara tekong, nanti dia yang menghubungi tekong untuk memastikan jadwal berangkat," ucap Nisa yang mengaku dipatok harga 400 Ringgit Malaysia untu bisa sampai di Batam.

Demikan juga Aisyah (29) yang mengaku kalau tekong mematok setengah harga orang dewasa untuk anaknya Wulandari (3). Bahkan untuk naik kedalam boat pancung yang terbuat dari fiber, dia harus menggendong anaknya hingga sampai sebahu.

"Kami melewati air yang ketinggiannya hingga sebahu, baru bisa naik kapal," ucapnya dengan air mata meleleh.

Seluruh TKI ini berharap, setelah diproses oleh TNI AL, dapat kembali ke kampung halamannya masing-masing. Para TKI yang berasal dari Jawa, Sulawesi, Madura ini mengaku sudah tiga hinggga lima tahun tidak pulang kampung.