Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Erigana versus BPKP Kepri

Saksi Ahli Tegaskan Perhitungan Kerugian Negara Dilakukan pada Tahap Penyidikan
Oleh : Gokli
Selasa | 25-08-2015 | 15:43 WIB
korupsi_ilustrasi.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Batam - Gugatan perdata atas permohonan tersangka korupsi Alat-alat Kesehatan (Alkes) Puskesmas se-Kota Batam, Erigana melawan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kepri di Pengadilan Negeri (PN) Batam k‎embali disidangkan, Selasa (25/8/2015) siang.

Dalam persidangan, tergugat menghadirkan saksi ahli, Dwi Prakoro Irianto, mantan Auditor BPKP Pusat, yang saat ini bekerja di salah satu perusahaan milik BUMN.

Diterangkan saksi ahli, BPKP memiliki kewenangan untuk melakukan audit investigasi atas permintaan suatu instansi penegak hukum. Audit investigasi, sambung saksi, dilakukan setelah pihak yang meminta memberikan bukti surat atau dokumen‎.

"Atas permintaan itu, auditor BPKP bisa melakukan audit investigasi. Biasa audit investigasi itu dilakukan pada tahap penyelidikan," jelas saksi.

Setelah audit investigasi, lanjut Dwi Prakoro, penyidik biasanya akan meminta dilakukan ekspos bersama auditor. Tujuannya, ‎untuk melakukan penekanan soal adanya penyimpangan yang ditemukan penyidik.

Dalam suatu penyimpangan, kata Dwi Prakoro, tidak ada yang dilakukan secara gratis, pasti ada keuntungan. Nah, dalam hal keuntungan yang didapat pelaku, sambunya saksi, pasti mengakibatkan kerugian negara.

"Setelah penyelidikan ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik akan meminta dilakukan perhitungan kerugian negara. Permintaan perhitungan kerugian negara itu dilakukan oleh auditor negara dalam hal ini BPKP dan BPK," jelasnya.

Hasil audit investigasi atau perhitungan kerugian negara, Dwi Prakoro menambahkan, bukan menjadi penentu ditetapkannya seseorang menjadi tersangka. Menetapkan tersangka, katanya, merupakan kewenangan penyidik, sementara hasil audit dan perhitungan kerugian negara sebagai penyokong atau pendukung alat bukti yang ada.

"‎BPKP bukan menetapkan tersangka, hanya melakukan audit investigasi dan menghitung kerugian negara atas permintaan penyidik," tegas dia.

Penggugat diwakili penasehat hukumnya (PH) Firdaus, dalam persidangan meminta penjelasan saksi ahli soal Kepres nomor 42 Tahun 2001, Kepres nomor 31 Tahun 1983, Kepres 103 Tahun 2001, ‎dan Peraturan Presiden nomor 192 Tahun 2014. ‎Menurutnya, semua peraturan tersebut sangat penting karena menyangkut wewenang BPKP dalam melakukan audit dan perhitungan kerugian negara.

Hanya saja, pertanyaan penggugat tak bisa dijelaskan saksi ahli. Pasalnya, kata Dwi Prakoro, dia sudah lama pensiun menjadi auditor BPKP.

"Saya pernah dengar aturan-aturan itu, tapi saya tak ingat lagi soal isinya. Saya sudah lama pensiun jadi auditor BPKP," jelas Dwi Prakoro, kepada penggugat.

Usai keterangan saksi ahli, Majelis Hakim Budiman Sitorus, didampingi dua hakim anggota Syahrial dan Juli, meminta para pihak untuk melengkapi bukti tambahan. Selanjutnya sidang ditunda sampai satu pekan.

Editor: Dodo