Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD RI Tak Percaya Ada Mafia Pangan
Oleh : Surya
Kamis | 20-08-2015 | 10:01 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Komite II DPD RI Ahmad Nawardi menegaskan tidak percaya ada mafia impor pangan seperti dalam kasus kelangkaan daging sapi, ayam dan naiknya harga-harga kebutuhan pokoh akhir-akhir ini, selama pelakunya itu belum tertangkap. 


Terbukti sampai saat meski banyak yang menyebutkan ada mafia yang terjadi di segala aspek perekonomian, tapi tidak ada yang tertangkap.

“Jadi, fenomena pemerintah tidak mampu mengendalikan harga pangan, karena memang dikendalikan oleh mekanisme pasar. Sebab, kalau dikendalikan oleh mafia, buktinya sampai saat ini mafianya tidak ada yang ditangkap. Kita ini belum selesai menjalankan program kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan. Padahal, UU No.18 tahun 2012 tentang pangan yang dibahas DPR sudah bagus, tapi tidak dijalankan,” tegas Nawardi di Jakarta, Rabu (19/8/2015).

Dalam Dialog Kenegaraan 'Reshuffle; Solusi Stabilkan Gejolak Harga Pangan?” bersama Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Fraksi Demokrat Herman Khaeron dan Gunawan dari Organisasi Indonesian Human Right Committee for Sosial Justice/IHSC) itu, Senator asal Jawa Timur ini mempertanyakan alasan pencopotan Rachmat Gobel sebagai Menteri Perdagangan yang tidak dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Rachmat Gobel memang cukup protektif terhadap impor sapi, sehingga harga-harga pun terkendali dengan baik,” kata Nawardi.

Anehnya, kata Nawardi, setelah idul Fitri 1436 H, harga-harga daging sapi dan kebutuhan pokok. melambung tinggi seperti ada yang mempermainkan harga-harga guna menyingkirkan Rachmat Gobel.

 â€œKita ini sebagai negara agraris dan kaya, kenapa harus  terus impor? Maka membangun ketahanan pangan itu harus dimulai dari hulu sampai hilir; menyiapkan dan menetapkan lokasi pertanian, peternakan, pengairan, bibit, penyuluh dan sebagainya di desa. Insya Allah kedaulatan pangan itu akan tercapai,” katanya.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi IV. Herman Khaeron menegaskan jika impor pangan itu dilakukan dalam kondisi keterpaksaan di dalam negeri, seperti terjadi krisis dan tidak ada proteksi oleh pemerintah. 

Padahal untuk impor daging sapi seperti diatur UU No.41 tahun 2014, importir itu bisa membesarkan di dalam negeri minimal 3 bulan. 

“Dan, itu bukan penimbunan. Inilah yang perlu peraturan menteri,” katanya.

Sementara itu, Bulog menurut Herman, hanya sebagai operator, tidak boleh merangkap menjadi regulator dan eksekutor, serta tidak boleh mencari untung. Namun demikian menekan inflasi dengan melakukan impor itu justru tidak menyelesaikan masalah. 

“Jadi, Bulog tidak bisa sendirian menjaga kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan,” tutur Herman lagi.

Gunawan dari IHSC berpendapat masalah pangan ini, terkait ketatatan pada aturan main dan hukum. Selama aturan main sejak program swasembada pangan, pertanian itu tidak dilakukan, maka sulit akan terwujud. 

Karena itu, kebijakan politik pertanian ini akan perlu ada pemetaan dan visi yang jelas tidak seperti sekarang.

“Itu pentingnya pemetaan kawasan beserta aturan hukumnya dari hulu sampai hilir, yang mesti dilakukan oleh pemerintah,” ungkapnya.

Editor : Surya