Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kasus Pemalsuan di UK Berlalu, Polres Karimun Lebih Incar Korupsi Pokja Inklusif
Oleh : Khoiruddin Nasution
Rabu | 05-08-2015 | 08:48 WIB
polres_karimun_konpres.jpg Honda-Batam
Kapolres Karimun, AKBP I Made Suka Wijaya, saat memberikan keterangan pers di depan Rupatama Polres Karimun. (Foto: Khaoiruddin Nasution/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Karimun - Kepolisian Resor (Polres) Karimun terkesan 'mengendapkan' laporan dugaan pemalsuan tanda tangan bernomor STPL/46/II/2012/KEPRI/SPK-RES KARIMUN, yang dilakukan mantan Kepala Biro Kemahasiswaan Universitas Karimun (UK), Fitra Taufik, terhadap Surat Keputusan (SK) Rektor tentang pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) dari seluruh fakultas dengan diikuti lebih dari 500-an mahasiswa.

"Kapan? Tahun berapa itu?" tanya Kasat Reskrim Polres Karimun, AKP Haryo Prasetyo Seno, kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (4/8/2015) di Mapolres Karimun.

Hanya saja, setelah diketahui dari salah seorang petugas tentang keberadaan kasus tersebut, Haryo diam seribu bahasa. Padahal, masing-masing mahasiswa dikenakan biaya Rp800 ribu untuk mengikuti KKN tersebut.

"Sampai saat ini pertanggungjawaban kegiatan itu belum ada. Dan lagi, seharusnya KKN itu melalui tim. Tapi mereka mengubahnya seperti sebuah lembaga yang memiliki struktur keorganisasian. Sehingga disinyalir banyak pihak yang dirugikan," terang mantan rektor UK, AL, beberapa waktu lalu.

Dijelaskan, di dalam SK Rektor itu, Zulkhainen SH sebagai Ketua Tim KKN. Namun di dalam SK yang dipalsukan, posisi Zulkhainen SH sebagai ketua umum. Kemudian Fitra Taufik yang awalnya sebagai kordinator lapangan, menjadi sekretaris dan pelaksana, yang seharusnya 10 orang menjadi 11 orang. 

"Dekan FKIP, M Ali dibuang mereka dan dimasukkan nama Ardiansyah," terangnya.

Mirisnya, petunjuk teknis yang seyogyanya didapatkan mahasiswa itu adalah transportasi PP, jaket, topi, kaos dan asuransi. Kenyataannya mereka tidak mendapatkan jaket dan kepulangan mahasiswa dibiarkan begitu saja. Bahkan mutu kaos yang diberikan sangat jauh dari spesifikasi yang ditentukan.

"Jadi, penanggung jawab kecelakaan yang menimpa mahasiswa yang di Tanjungbatu itu siapa? Sebab mereka tidak mendaftarkan seluruh mahasiswa itu ke pihak asuransi," terangnya saat itu. 

Rupanya, Polres Karimun lebih gencar mengusut tuntas laporan bernomor nomor: LP/ 31/ V/ 2014 reskrim tanggal 31 Mei 2014 tentang dugaan korupsi program pendidikan inklusif pada 2012 lalu, dengan kerugian negara sebesar Rp417,3 juta.

Begitu fokusnya aparat Polres Karimun menyidik dugaan korupsi tersebut, hingga  akhirnya pada Senin (22/6/2015) lalu, Polres Karimun berhasil menetapkan status tersangka serta menahan ketua kelompok kerja (pokja) inklusif UK berinisial AL.

Atas pengembangan, Polres Karimun kembali menetapkan status tersangka serta menahan bendahara pokja inklusif, MH, dengan surat perintah penahanan bernomor Sprin Han/83/VII/2015/tipikor serta perencana anggaran pokja inklusif Karimun, Hz, dengan surat perintah penahanan bernomor  Sprin Han/83/VII/2015/tipikor.

Tersangka diduga bersama sama melakukan penyalahgunaan anggaran dari dana bantuan sosial melalui DIPA Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp417,3 juta dari Rp900 juta yang dialokasikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan kurang mampu di Karimun.

"Anggaran Rp900 juta itu dialokasikan dalam bentuk barang kepada anak-anak berkebutuhan khusus di Karimun. Namun, dalam kenyataannya dana tersebut diperuntukkan atau dibagi-bagikan dalam bentuk uang kepada anak-anak tanpa berkoordinasi dengan Pemkab Karimun. Tersangka hanya berkoordinasi langsung dengan pihak sekolah. Padahal, datanya diperoleh dari Pemkab Karimun," terang Kapolres Karimun, AKBP I Made Suka Wijaya, saat memberikan keterangan pers di depan Rupatama Polres Karimun.

Seharusnya, berdasarkan petunjuk teknis, kelompok kerja dibentuk berdasarkan surat keputusan dari Bupati Karimun. Namun kenyataannya, tersangka malah mengeluarkan surat keputusan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai Ketua Pokja dengan nomor: 102/OG16/2.0.0/X/2012 tanggal 22 Oktober 2012. Pokja inklusif tanpa SK dari gubernur/bupati/wali kota tidaklah sah.

Setelah Pokja inlusif tersebut dibentuk, maka pada 27 November 2012 dilakukanlah penandatangan kerja sama (MoU) antara PPK kegiatan pengembangan pembelajaran pada Direktorat Pembinaan PKLK Pendidikan Dasar, Praptono. Setelah MoU itu, maka pada 6 Desember 2012 ditransfer uang ke rekening Pokja melalui Bank Mandiri Syariah Rp900 juta. 

Dari hasil penyidikan, tersangka tidak mampu mempertanggungjawabkan separuh dari anggaran yang dikucurkan oleh pusat tersebut. Artinya, anggaran sebesar Rp417,3 juta itu digunakan tersangka untuk keperluan lain di luar dari perencanaan sebelumnya.

Tersangka, diduga telah melakukan mark up untuk penggunaan anggaran pembelian alat tulis kantor (ATK) sebesar Rp19.446.000 dibayar pajak sebesar Rp1.944.600. Padahal, anggaran sebenarnya hanyalah Rp8.128.000. Begitu juga untuk biaya pelunasan pembayaran Wisma Karimun tidak sesuai dengan yang dilaporkan.

Selain itu, tersangka juga membuat laporan kegiatan fiktif dengan membuat laporan keuangan tanpa melakukan kegiatannya, seperti biaya akomodasi Bupati Karimun dan sejumlah kepala dinas saat menghadiri pencanangan suatu kegiatan di Lombok, NTB. Tersangka juga tidak membayarkan honor Badru Syarikan, pengadaan modul seminar dan workshop.

Sebanyak 62 orang telah dimintai keterangan sebagai saksi mulai dari Pemkab Karimun, DPRD Karimun hingga saksi ahli dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Tersangka utama AL kami jerat dengan pasal 2 ayat 1, pasal 3 dan pasal 9 UU RI tahun 2011 tentang perubahan atas UU RI no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan tersangka lainnya dijunctokan ke pasal 55," terangnya mengakhiri. (*)

Editor: Roelan