Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Demokrat Ingin Sultan Seperti Ratu di Eropa
Oleh : Surya Irawan
Jum'at | 17-12-2010 | 12:52 WIB

Jakarta, Batamtoday - Wakil Ketua Dewan Pembinan Partai Demokrat, Marzuki Alie meminta agar  usulan pemerintah yang menginginkan Gubernur dan Wakil Gubernur DI Yogyakarta dipilih dan bukan ditetapkan dapat dimaknai dengan tepat. Usulan itu, dinilai  demi menyelaraskan perkembangan situasi dan zaman dengan sejarah dan budaya yang dimiliki bangsa ini.

“Saat ini dengan perkembangan zaman tentunya demokrasi melalui pemilihan adalah hal yang tepat, namun bukan berarti dengan proses pemilihan langsung seperti yang diamanatkan UUD, mengganggu kedudukan Sultan dan  Pakualam  sebagai raja di Yogyakarta karena Sultan tetap dijadikan Gubernur dan Wakil Gubernur Utama,” ujar Marzuki kepada wartawan di Gedung
DPR, Jakarta, (17/12/2010).

Dengan kedudukannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Utama, maka kedudukan sultan bukan lagi sebagai pelaksana eksekutif dengan segala tugas dan tanggungjawabnya, namun lebih sebagai simbol pemersatu dengan  tugas dan kewajiban tertentu yang akan diatur dalam UU KY tersebut.

“Saya coba membandingkan misalnya dengan negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Swedia yang tetap mempertahankan kerajaannya walaupun ada pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Raja ataupun Ratu di negara-negara tersebut menurutnya masih memiliki kekuasaan tertentu, namun tidak lagi seperti dahulu ketika negara-negara tersebut masih menganut
sistem kerajaan murni,” jelasnya.

Dengan demikian pemerintahan bisa berjalan demokratis dan pemerintahan dapat berganti sesuai keinginan rakyat, namun kerajaan-kerajaan tersebut tetap eksis dan memiliki kekuasaan tertentu.Yogyakarta pun menurutnya akan  seperti itu, dimana raja tetap memiliki beberapa kewenangan yang tidak bisa diganggu gugat.

”Kita tengok misalnya Inggris, ketika pemilu berlangsung dan terpilih Perdana Menteri, maka yang melantik mereka ada Ratu Elizabeth  II.Negara-negara ini sadar bahwa demokrasi merupakan keniscayaan namun mereka juga sadar bahwa kerajaan dan budaya mereka harus tetap dipertahankan,” tegas Marzuki yang juga Ketua DPR ini lagi.

Selain itu keinginan untuk tetap mempertahankan Sultan sebagai gubernur, menurutnya juga sangat riskan. Hal ini terutama terkait dengan penggunaan anggaran. “Namanya manusia bisa saja salah. Kalau Sultan sebagai gubernur  dan sebagai kuasa APBD, maka ketika ada kesalahan dalam penggunaan anggaran itu, maka tentunya satu hal yang tidak mungkin jika Sultan harus
mempertangungjawabkannya. Namun ketika ada pelanggaran namun Sultan tidak harus mempertangungjawabkan, maka tentunya hal ini akan menimbulkan kecemburuan daerah lainnya dan juga dapat menyebabkan ketidakpastian hukum,” imbuhnya.

RUU K DIY usulan pemerintah ini berupaya menjadi jembatan akan hal-hal yang seperti ini. Sultan dan Pakualam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Utama akan diberikan peran seperti halnya raja atau ratu di Inggris, Belanda,  Swedia atau lainnya.Keraton Surakarta seperti halnya Kerajaan Inggris akan tetap mendapatkan anggaran yang menjadi kewenangan Sultan dan Pakualam
untuk menggunakannya.

“ Ini sejalan dengan semangat demokrasi sekaligus melestarikan budaya dan sejarah bangsa dan tentunya juga keistimewaan itu masih tetap bisa dipertahankan, karena hanya Yogyakarta yang memiliki hal ini. Ini juga sudah saya jelaskan kepada masyarakat Yogyakarta setiap kali mereka
menanyakan hal ini pada saya,” tandasnya.