Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Sebenarnya Fungsi Bibir Kita
Oleh : Redaksi
Sabtu | 16-05-2015 | 08:49 WIB
ilustrasi bibir.jpg Honda-Batam
Foto : net.

BATAMTODAY.COM - MANUSIA, dari sisi penampilan, sangat berbeda dengan spesies lain karena punya jaringan supersensitif di bagian muka, yang biasa kita sebut bibir. Mengapa kita harus punya bibir? Jason G Goldman mencoba mencari jawabannya.

Bibir: sering menjadi persoalan karena mengering di musim dingin dan sesekali tergigit saat kita makan. Ini pertanyaan serius: apa sebenarnya fungsi bibir ini?

Burung bisa bertahan hidup meski tak punya bibir. Begitu juga dengan kura-kura.

Ternyata bibir sangat penting. Bibir membantu kita untuk menyedot dengan mekanisme sempurna.
Bahkan menyedot adalah salah satu kemampuan mendasar dari manusia yang langsung kita kuasai begitu kita lahir di dunia ini. Kemampuan yang oleh para ahli disebut sebagai “refleks primitif”.

Coba perhatikan bayi yang langsung bisa menyedot jari atau menyedot puting susu sang ibu. Dari mana ia belajar ini?

Selain menyedot, kita juga terlahir dengan kemampuan yang disebut sebagai rooting reflex.
Ini adalah kemampuan menoleh begitu ada rangsangan pada mulut atau pipi.

Lidah punya peran penting ketika menyedot susu ibu, tapi bibirlah yang berperan untuk memastikan tidak ada susu yang bocor dari mulut dan masuk ke perut. Itu berarti menyusui -baik secara langsung dengan menyedotnya dari payudara ibu atau melalui botol- bukan merupakan perilaku pasif.

Bagi bayi yang baru lahir ini seperti percakapan: ibu menyorongkan susu sementara bayi secara aktif mencari puting sang ibu. Ini seperti tarian yang sudah diatur iramanya oleh evolusi.

Bibir juga punya peran penting kalau kita lihat dari aspek linguistik. Bibir berfungsi sebagai tempat artikulasi, membantu menahan udara dari paru-paru sehingga dihasilkan bunyi-bunyi tertentu.
Karena kita punya bibir, kita bisa memiliki huruf "b", "p", dan "m".

Pernah Anda bayangkan apakah akan ada kata-kata seperti "papa", "mama", atau "bibi" kalau kita tak punya bibir?

Karena bibir pula ada "f" dan "v" yang dihasilkan dengan mendekatkan bibir bawah ke gigi atas.
Jadi, karena bibir kita bisa bersuara dan bercakap-cakap.

Yang tak kalah penting -dan juga sangat menyenangkan- dari bibir adalah berciuman. Berciuman tidak bisa dikatakan universal karena diketahui hanya ada di 90 persen budaya yang kita kenal. Artinya, tak semua kebudayaan mengenal ciuman.

Charles Darwin -yang melahirkan teori evolusi- menulis bahwa memang ada kebudayaan yang mengenal tradisi berciuman. "Kita masyarakat Eropa sangat terbiasa dengan ciuman, sebagai tanda sayang … tapi ada masyarakat di Selandia Baru, Tahiti, Papua, Australia, Somalia, dan Eskimo yang tak mengenal ciuman," tulis Darwin dalam buku The Expression of Emotion in Man and Animals.

Meski tidak bersifat universal, berciuman bisa dirunut dari aspek biologi.

Mungkin ciuman adalah kombinasi dari tindakan impulsif dan perilaku yang terpelajari.
Selain manusia, spesies lain seperti simpanse dan bonobo juga berciuman, antara lain dilakukan sehabis mereka berkelahi. Bagi dua binatang ini, ciuman bisa bermakna tindakan rekonsiliatif.

Ilmuwan Chip Walter dalam artikel di jurnal Scientific American Mind menulis bahwa ciuman mungkin berasal dari perilaku primata saat mengunyah makanan dan memberikan makanan yang terkunyah ini ke anak. Perilaku ini bisa kita lihat di kawanan simpanse.

Berawal dari mengunyah dan memberikan makanan ke anak, ternyata pertemuan antara bibir bisa juga berfungsi untuk meredakan ketegangan. Lama-kelamaan perpaduan bibir menimbulkan ekstasi. Belakangan kita tahu memang ada banyak ujung syaraf di bibir kita ini.

Bibir adalah jaringan yang sangat sensitif. Bagian dari otak kita yang membantu kita mendeteksi sentuhan disebut somatosensory cortex yang berada di bagian otak bernama postcentral gyrus.

Semua sensasi sentuhan di tubuh kita dikirim ke sana untuk diproses dan kemudian dihasilkan jenis respons dari sentuhan itu disesuaikan dengan bagian tubuh mana yang mendapatkan sentuhan. Dari mekanisme ini kita tahu, respons atas sentuhan di dada atau perut tak sebesar respons yang kita dapat di bagian tangan atau bibir. Bedanya sangat besar.

Jadi, bisa kita pahami sekarang mengapa pertemuan bibir antara dua orang bisa berakibat dahsyat.
Apa yang terjadi dengan komunitas yang tak mengenal tradisi berciuman?

Peneliti Gordon Gallup mengatakan di komunitas ini ciuman biasanya digantikan dengan kegiatan-kegiatan lain seperti menyemburkan udara ke wajah pasangan, atau menjilat dan meraba-raba wajah pasangan sebelum hubungan badan dilakukan.

Gallup pernah juga melakukan penelitian soal ciuman dengan responden para mahasiswa di Amerika Serikat. Tim yang dipimpin Gallup mendapatkan beberapa temuan menarik dari penelitian ini. Misalnya, mahasiswi tidak akan berhubungan badan kecuali jika ia terlebih dulu dicium.

Terungkap pula bahwa ciuman ternyata dipakai sebagai detektor kebersihan. Sekitar 59 persen responden pria dan 66 persen responden perempuan di penelitian ini mengatakan mereka menggunakan ciuman untuk menentukan apakah hubungan perlu dilanjutkan atau tidak setelah ciuman pertama.

Jelas mereka menggunakan ciuman untuk mendapatkan bau badan dan kita tahu tingkat kebersihan seseorang acap kali ditentukan oleh bau badannya. Ciuman tak sekedar menempelkan bibir ke orang lain, tapi juga melibatkan kegiatan mendeteksi bau (membaui), baik itu kita sadari atau tidak.

Jadi, bibir tak sekedar berfungsi mencegah kebocoran susu atau menghasilkan bunyi huruf "b". Dari bibir kita mendeteksi apakah seseorang cocok menjadi pasangan kita. Begitu menurut sejumlah kebudayaan. (*)

Sumber: BBC