Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Praperadilan dengan Termohon Polda Kepri dan Kejari Batam

Penangkapan dan Penahanan Lim Yong Nam Dinilai Tidak Sah
Oleh : Gokli Nainggolan
Jum'at | 10-04-2015 | 17:02 WIB
Zevrijin_Boy_Kanu,_kuasa_hukum_Lim_Yong_Nam.jpg Honda-Batam
Zevrijin Boy Kanu, kuasa hukum Lim Yong Nam. (Foto: Gokli Nainggolan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Sidang peraperadilan dengan pemohon Lim Yong Nam (40), buronan interpol AS yang ditangkap dan ditahan di Batam, dengan termohon I, Polda Kepri, dan termohon II, Kejari Batam, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Jumat (10/4/2015) siang. Dalam persidangan, kuasa hukum pemohon, Dr Zevrijin Boy Kanu SH MA, menyebut penangkapan dan penahanan terhadap kliennya tidak sah atau melanggar ketentuan KUHAP.

Bahkan, katanya, perpanjangan penahanan selama lima kali berturut-turut yang mengakibatkan kliennya mendekam di dalam penjara terhitung lima bulan 13 hari, juga tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP.

"Termohon I dan II hanya menggunakan UU Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, bukan menggunakan proses penahanan yang ditetapkan oleh KUHAP," kata Zevrijin Boy Kanu di PN Batam.

Menurutnya, penahanan dan penangkapan yang dilakukan termohon I telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, konsiderans KUHAP huruf "a" dan "c"; UUD RI 1945 pasal 28D ayat (1), pasal 28G ayat (1) dan (2), pasal 28 I ayat (1); UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 3 ayat (2), pasal 4, pasal 5 ayat (1), pasal 18 ayat (1), dan Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 12 Tahun 2009 pasal 75 huruf "d", pasal 76 ayat (1) huruf "b", "c", juga ayat (2).

"Termohon I menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum," ujarnya.

Sementara termohon II yakni Kejaksaan Negeri Batam yang memperpanjang proses penahanan juga disebut tidak sesuai dengan pasal 30 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Negeri. Ia menanggap, perpanjangan penahanan itu adalah sikap dan tindakan yang keliru.

Tak hanya itu, lanjutnya, pemohon yang merupakan warga negara Singapura sudah pernah diadili dengan kasus yang sama di Pengadilan Tinggi Singapura dan dibebaskan. Dengan kasus yang sama, pemohon harusnya tidak bisa diadili lagi dengan kasus yang sama, apalagi locus delicti kejadian bukan di Indonesia.

"Indonesia dan Amerika tidak pernah melakukan perjanjian ektradisi. Penangkapan dan penahanan tidak boleh bertentangan dengan KUHAP," sebutnya.

Mewakili termohon I, Kasubdit I Ditreskrimum Polda Kepri, AKBP Armani, menyampaikan, pihaknya mempunyai dasar yang kuat untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Lim Yong Nam. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi.

"Dalam sidang berikutnya akan kami jawab. Dasar kami melakukan penangkapan dan penahanan sangat kuat," kata dia usai persidangan.

Majelis Hakim, Budiman Sitorus, yang memimpin persidangan menunda sidang hingga Senin (13/4/2015) dengan agenda mendengar jawaban termohon. Ia juga berharap, pemohon dan termohon dalam sidang berikutnya segera mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi agar sidang peraperadilan itu bisa berjalan efektif sesuai dengan waktu yang ditentukan.

"Sidang ditunda, dilanjutkan hari Senin (13/4/2015 dengan agenda jawaban termohon. Kalau dalam sidang kedua kita sudah bisa melakukan permeriksaan bukti-bukti, termohon dan pemohon saya harap bisa menyiapkannya," jelasnya mengakhiri persidangan.

Seperti diketahui, Lim Yong Nam, warga negara Singapura, ditangkap Interpol di Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center pada Kamis (23/10/2014). Ia dituduh melanggar UU Amerika Serikat karena melakukan konspirasi penipuan, penyelundupan, dan pemberian keterangan palsu.

Lim Yong Nam dan tiga rekannya dalam satu perusahaan di Singapura, membeli 6.000 modul frekuensi radio dari Amerika Serikat. Ribuan modul itu belakangan diketahui diekspor ke Iran yang sudah diembargo oleh Amerika Serikat.

Tak hanya melanggar embargo Amerika Serikat, belakangan diketahui modul frekuensi radio dijadikan sebagai bahan peledak yang beredar di Irak. Bahkan, modul frekuensi radio yang telah diolah menjadi bahan peledak itu juga telah melukai tentara Amerika Serikat di Irak.

Berawal dari ledakan itu, Amerika melakukan penyelidikan, yang akhirnya menetapkan Lim Yong Nam sebagai tersangka. (*)

Editor: Roelan