Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Warga Nelayan Nekat Duduki Tongkang PT Perjuangan

Ketika Warga Tak Lagi Percaya Pemerintahnya
Oleh : Charles
Rabu | 29-06-2011 | 20:00 WIB
Warga_Nelayan_Duduki_Tongkang_Perusahaan_Boksit_PT.Perjuangan_Dilaut_Senggarang.jpg Honda-Batam

Ketika warga nelayan di Kampung Melayu dan Sebauk mengaku sudah tidak percaya lagi pada Pemerintah, hingga akhirnya warga menduduki tongkang milik PT Perjuangan di laut Senggarang.

Tanjungpinang, batamtoday - Saat hukum dan aturan tidak lagi jadi menjadi "Panglima" maka hukum rakyat-pun bertindak, demikian aksi yang dilakukan ratusan masyarakat nelayan di Kampung Melayu dan Sebaok Kelurahan Senggarang-Tanjungpinang.

Ratusan warga mengaku sudah tidak percaya lagi pada pemerintah daerah atas kebijakan pengeluaran perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Perjuangan. Warga kemudian mengamuk dan nekat mengejar kapal tongkang bermuatan ribuan ton bauksit, milik PT Damar Nermada Bakti, perusahaan sub-kontrak dari PT Perjuangan.

"Selama ini, kami bersabar, dan taat pada hukum, yang berlaku, menunggu putusan gugatan banding yang dilakukan PT Perjuangan ke Pengadilan Tinggi atas dimenangkannya gugatan kami oleh PN, tetapi tidak ada respon dari pemerintah," ujar Aswardi, tokoh nelayan Sebaok di SPK Polresta Tanjungpinang, Selasa, 29 Juni 2011.

Dalam kesempatan itu, Aswardi didampingi 2 rekanya, sebagai perwakilan dari ratusan warga kampung Melayu dan Sebaok juga mengatakan, Kalau pihaknya sudah tidak percaya lagi terhadap pemerintah daerah, mulai dari lurah, camat hingga Wali Kota Tanjungpinang.

"Bayangkan saja, satu tahun kami berjuang melalui jalur hukum atas pencemaran yang lingkungan dan matinya ikan kami didalam keramba akibat limbah dari ulah perusahaan ini, tetapi wali kota dan jajarannya enak-saja kembali memperpanjang IUP PT Perjuangan," sebutnya berapi-api.

Bahkan dalam gugatan terjadinya pencemaran lingkungan, dan kerugian yang diderita warga neKayan ini, juga turut tergugat, Pemerintah Kota Tanjungpinang, Dinas KP2KE, BLH dan Dinas Perhubungan kota Tanjungpinang, dengan ganti rugi sebesar Rp5 milyar.

Rekan Aswardi, Zaini juga menambahakan, kalau sampai saat ini, lokasi pelabuhan serta alur laut yang digunakan perusahaan yang sempat dihentikan izinnya ini, tidak memadai dari sisi lingkungan. Namun entah bagaimana pihak pemerintah dapat kembali memberikan izin pertambangan pada perusahaan yang mencemari tambak dan keramba ikan warga nelayan itu.

Aswardi juga menjelaskan, selain limbah bauksit dari PT Perjuangan yang telah mematikan ribuan ikan kerapu di dalam tambak dan keramba nelayan, juga limbah tersebut juga menghancurkan mata pencaharian nelayan, dengan merusak jaring dan terumbu karang laut hingga ratusan mil daerah tangkapan ikan nelayan.

"Sampai saat ini, jaring dan bubu yang kami pasang, rusak dan terseret semua, hingga kami sudah tidak dapat menangkap ikan, kerena alur laut lokasi penangkapan ikan kami mnjadi alur lewat tongkang perusahaan ini,"sebut Aswardi lagi.

Aswardi dan dua temannya,  juga menuding Dinas kelautan Perikanan, Perkebunan, Kehutanan dan Energi (KP2KE), Badan Lingkungan Hidup (BLH) serta Dinas Perhubungan Kota Tanjungpinang, menjadi biang kerok karena mengeluarkan rekomendasi pembuatan pelabuhan serta tailing dalam pengeluaran Izin Usaha Pertambangan PT Perjuangan.

"Saya sangat yakin, lingkungan dan lokasi pelabuhan perusahan ini kalau ditinjau dengan aturan yang ada sangat tidak memadai, tetapi atas sejumlah fulus, oknum lembaga di instansi terkait pemerintah kota Tanjungpinang  jadi tutup mata, dan mengeluarkan rekomendasi untuk menguruskan IUP," pungkasnya.

Atas tudingan dan ketidakpercayaan yang diungkapkan warga nelayan ini,  Wali Kota Tanjungpinang dan Dinas KP2KE, serta BLH serta Dinas Perhubungan, hingga berita ini diturunkan belum memberikan komentar.